Gereja Kristen Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar); perubahan kosmetika
Igho (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 38:
== Sejarah GKJ ==
=== Cikal bakal ===
Siang dan malam, sembilan orang dari kalangan terbawah masyarakat Jawa dengan profesi buruh miskin ''tukang mbatik'' yang menjadi pembantu Ny. Van Oostrom Phillips di [[Banyumas]], nekad berjalan kaki dalam rombongan kecil menerabas desa-desa dan pegunungan menuju ke [[Semarang]] (sejauh sekitar 300 Km) untuk sekadar mendapatkan tanda babtis dari '''Zendeling NZG W. Hoezoo''' pada [[10 Oktober]] [[1858]] karena pemberian tanda babtis di karesidenan Banyumas oleh zendeling tersebut dilarang oleh pemerintah kolonial setempat. Mereka inilah cikal bakal pertama gereja GKJ; GKJ tumbuh pertama kali di kawasan [[Banyumas]].
 
Cikal bakal kedua adalah dua orang lelaki dan tiga orang perempuan pekerja miskin ''batur'' (pembantu rumah tangga) Ny. Christina Petronella Phillips Stevens di Ambal, [[Purworejo]] yang menerima tanda babtis mereka di '''Gereja Indische Kerk Purworejo''' pada [[27 Desember]] [[1860]].
 
=== Perkembangan dari kelas rendahan ===
Dengan demikian harus jujur diakui, cikal-bakal dari yang disebut dan menamakan diri Gereja-gereja Kristen Jawa adalah golongan akar rumput lagi pula buta huruf, keluarga para pembantu rumah tangga dan buruh membatik, anggota masyarakat kelas bawah Boemipoetera zaman kolonial yang paling rendah status sosialnya.
 
Dengan memasukkan para warga '''Golongane Wong Kristen “Jowo” kang Merdhiko''' asuhan '''[[Kyai Sadrach Suropranoto]]''' yang sangat pantas juga dimasukkan kelompok bibit kawit yang jumlahnya ribuan tersebar di puluhan desa "''wiwit Segara Lor tekan Segara Kidul''" (dari Laut Utara sampai Laut Selatan), dari kawasan [[Menoreh]], [[Dataran Kedu|Kedu]], [[Gunung Sindara|Sindoro]] [[Gunung Sumbing|Sumbing]] dan [[Dieng]], "''laladan neng gunung wah neng ngare''", gambaran inipun tidak berubah. Mereka juga "''wong karang perdesan''" dan "''wong nggunung kelas koelie kendho''" (petani tanpa tanah dan sawah).<ref>[http://www.gkj.or.id/index.php?pilih=halaman&aksi=arsip&id=2 Sigit Heru Sukoco, M.Th, Sejarah Sinode Gereja Kristen Jawa]</ref>
 
Jika kelompok Kristen Simo yang kemudian pindah ke Nyemoh (dekat Bringin [[Salatiga]]) binaan Ny. E.J.Le Jolle de Wildt dan Petrus Sadaja (baptis tahun 1855, tiga tahun lebih awal dari kelompok Banyumas) ditambahkan di sini sebagai bibit kawit pun kelas mereka juga tetap sama, kelas rendahan, karena kelompok Simo – Nyemoh inipun berasal dari kaum batur pula, paling jauh termasuk golongan ''mager sari''.
Baris 52:
 
=== Generasi kedua dan ketiga ===
Tumbuhnya kelompok Kristen awal ini segera disusul oleh tumbuhnya kelompok lain hasil pekabaran injil '''Nederlandche Gereformeerde Zendingvereniging (NGZV)''' yang mulai bekerja di Jawa Tengah sejak 1865 di Tegal (Muaratuwa) dan Purbalingga (plus Bobotsari dan Bojong), yang nantinya diambil-alih oleh '''Zending Gereformeerd Kerken (ZGK)''' sejak tahun 1896 dan dikembangkan dengan pusat-pusat penginjilan dari kota-kota [[Purworejo]] – Temon, [[Kebumen]], [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], [[Banyumas]]-[[Purbalingga]] serta [[Magelang]] [[Temanggung]], semuanya di kawasan [[Jawa Tengah]] Selatan (Jawa Tengah Utara menjadi ladang pekabaran Injil [[Salatiga]] Zending). Sejak ini muncullah puluhan ''pepanthan'' di sekeliling tiap-tiap pusat penginjilan di luar kelompok yang lama maupun kelompok "Wong Kristen Merdhiko". Namun yang jelas, hampir semua warga gereja Jawa ini berlatar belakang petani miskin dan buta aksara. Hanya berkat jasa pelayanan sekolah dan rumah sakit yang diselenggarakan ''zending'', secara lambat namun pasti generasi kedua warga Gereja Jawa bergeser, mereka mulai melek huruf, sebagai akibat pendidikan di sekolah maupun di rumah sakit zending sebagian generasi kedua ini beralih profesi menjadi guru dan perawat serta pegawai berbagai bidang pelayanan masyarakat termasuk di pemerintahan desa. Dari generasi kedua inilah kemudian lahir generasi ketiga warga geraja Jawa pra dan pasca kemerdekaan yang educated minded, yang dizaman kolonial didorong dan difasilitasi untuk belajar tidak hanya di "Volkschool" dan "Vervolgschool" namun juga di "Schakelschool", HIS, MULO, bahkan "Kweekschool" dan HIK.
 
Yang jelas pertumbuhan gereja Jawa (di luar "Golongane Wong Kristen “Jowo” kang Merdhiko" yang masih belum bergabung dalam asuhan ''zending''), apalagi sejak tahun [[1900]], sangat ditentukan oleh metode dan realisasi Pekabaran Injl Zending ZGK yang tergelincir kepada kenyataan yang menyebabkan gereja Jawa tumbuh dalam ketergantungan yang akut pada para Pendeta Missi dan zendingnya.
Baris 63:
Pada tanggal 17-18 Februari 1931 gereja-gereja Jawa yang saat itu menamakan diri "Pesamoewan Kristen “Gereformeerd” ing Tanah Djawi Tengah sisih Kidoel", yang masing-masing mengelompok dalam 5 klasis bersinode pertama di [[Kebumen]], ini menjadi tonggak pertama persidangan sinode Gereja-gereja Jawa Tengah Selatan untuk disusul dengan sinode-sinode berikutnya, walaupun peran serta para Pendeta Missioner ZGK masih cukup besar untuk menuntun para pemimpin gereja Jawa berjalan menapaki kedewasaannya yang masih rapuh ini.
 
Kedewasaan Geredja-geredja Kristen Djawa Tengah Selatan (sebutan yang akhirnya sering dipakai) menemukan kesempatan ketika gereja-gereja Jawa harus berjuang menegakkan kehidupannya sendiri saat para Pendeta Missi ditawan oleh pemerintah pendudukan Jepang sejak 1943 dan hubungan dengan gereja Eropa terputus. Saat ini era kemandirian gereja terlihat akan betul-betul mulai dapat dijalani. Namun ternyata gereja Jawa masih harus bersabar. Walaupun Gereja-gereja Kristen Jawa Tengah Selatan berhasil menggandeng saudara-saudaranya seperti [[Greja Kristen Jawi Wetan]], Gereja Kristen Jawa Tengah Utara - Parepatan Agung, Gereja Kristen Jawa – Sekitar Muria, ''Tiong Hwa Kie Tok Kauw Hwee'' Jawa Tengah serta [[Gereja Kristen Pasundan]] [[Jawa Barat]] dalam lembaga Dewan Permoesjawaratan Geredja-geredja Protestant di Indonesia (DPG di Indonesia) yang dibentuk tahun 1946 di Yogyakarta; dan lewat organisasi ini mereka mencanangkan euforia kemerdekaan dengan tidak mau lagi menerima bekas zending-zendingnya, namun keinginan ini harus mengalami sedikit perubahan. '''Gereformeerde Kerken in Nederland (GKN)''' dan '''Nederlandsch Hervormde Kerk (NHK)''' yang mewakili gereja pengutus masih menghendaki paling tidak adanya kerjasama dalam pekabaran Injil di Indonesia. Basoeki Probowinoto selaku utusan Geredja-geredja Kristen Djawa Tengah Selatan yang menjadi motor DPG ketika hadir sebagai utusan Gereja Jawa dalam Sinode GKN di Eindhoven tahun 1948 harus bersedia melangkah surut karena dia diingatkan oleh seniornya (S.U.Zuidema) bahwa jika gereja-gereja Gereformeerd Belanda tidak lagi diberi peran dalam pekabaran Injil sama saja dengan mematikan mereka karena dalam pengertian mereka tidak ada gereja tanpa pekabaran Injil, yang berarti mereka berhenti sebagai gereja missioner. Terpaksa Gereja Jawa harus menerima konsep bekerjasama dengan bekas zendingnya lewat Regionaal Acccord dan Algemene Accord yang ditandatangi di Belanda tahun 1948. Kerjasama ini berlangsung mulai tahun 1950-an saat '''Geredja-geredja Kristen Djawa Tengah Selatan''' disatukan dengan '''Geredja Kristen Djawa Tengah Utara''' dalam Sinode Persatuan di Salatiga 5 – 6 Juli 1949, dan sejak itu bernama '''Geredja-geredja Kristen Djawa Tengah (GKDT)'''. Akibatnya sampai tahun 1970 kedewasaan gereja Jawa kembali terbelenggu dan dikerdilkan dibawah supremasi kucuran dana dan tenaga dari partner gereja Eropa. Basoeki Probowinoto sadar akan bahaya ini dan untuk itu pada tahun 1955 dia mengusulkan terobosan baru yang terkenal sebagai '''Nota Probowinoto''', namun kenyamanan yang telanjur dibentuk lewat kucuran dana yang berlimpah itu sulit untuk diubah. Baru sesudah secara tiba-tiba gereja partner ini menyatakan tidak lagi melanjutkan bekerjasama dalam Pekabaran Injil, justru inilah saat gereja Jawa (sejak tahun 1956 berubah nama menjadi '''Geredja-geredja Kristen Djawa/GKD''') mendapat kesempatan menjalani kedewasaannya yang sesungguhnya dan harus dewasa dalam segalanya.
 
=== Masa kini ===
Waktu terus berjalan. Sesudah memproses gereja-gereja Jawa yang tumbuh dan dikembangkan di antara para transmigran di Sumatra (sejak 1936) menjadi Sinode tersendiri dengan nama '''Gereja-gereja Kristen Sumatra Bagian Selatan – GKSBS''', Gereja-gereja Kristen Jawa yang tersebar di enam provinsi di pulau Jawa (Banten, DKI-Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur) kini berkembang pesat, pada tahun 2011 menjadi 307 gereja, berhimpun dalam 32 Klasis, dengan jumlah warga sekitar +218.998 orang, dari segala lapisan masyarakat, baik dari kalangan lapisan rendah seperti petani kecil, buruh pabrik, pedagang candak- kulak, lapisan menengah seperti pegawai, pengusaha maupun wiraswasta sampai dengan lapisan tinggi pengusaha sukses dan pejabat tinggi negara, tersebar di berbagai tempat, di kota dan di desa, dengan dilayani 307 pendeta jemaat dan 16 pendeta pelayanan khusus.
 
== Tata Laksana Gereja ==
Tata Laksana GKJ adalah peraturan yang digunakan sebagai acuan penatalayananan GKJ. Tata Laksana juga merupakan penjelasan dari Tata Gereja. Tata Laksana yang sekarang berlaku bagi Gereja-Gereja Kristen Jawa adalah Tata Laksana GKJ edisi 2005 yang ditetapkan dalam Sidang Sinode GKJ Non Reguler, bulan November 2005 di [[Bandungan]] - [[Jawa Tengah]].
 
Tata Laksana GKJ adalah peraturan yang digunakan sebagai acuan penatalayananan GKJ. Tata Laksana juga merupakan penjelasan dari Tata Gereja.
 
Tata Laksana yang sekarang berlaku bagi Gereja-Gereja Kristen Jawa adalah Tata Laksana GKJ edisi 2005 yang ditetapkan dalam Sidang Sinode GKJ Non Reguler, bulan November 2005 di [[Bandungan]] - [[Jawa Tengah]].
 
== Badan Pelaksana Sinode Harian GKJ 2012-2015 ==