Ular sendok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k menambahkan Kategori:Naja menggunakan HotCat
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 20:
'''Ular sendok''' atau yang juga dikenal dengan nama '''kobra''' adalah sejenis [[ular]] berbisa dari suku [[Elapidae]]. Disebut ular sendok ([[Bahasa Jawa|Jw.]], ''ula irus'') karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya apabila merasa terganggu oleh musuhnya. Leher yang memipih dan melengkung itu serupa bentuk sendok atau ''irus'' (sendok sayur).
 
== Etimologi ==
Istilah kobra dalam [[bahasa Indonesia]] diambil dari [[bahasa Inggris]], ''cobra'', yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari [[bahasa Portugis]]. Dalam bahasa terakhir itu, ''cobra'' merupakan sebutan umum bagi ular, yang diturunkan dari [[bahasa Latin]] ''colobra'' (''coluber'', ''colubra''), yang juga berarti ular. Ketika para pelaut Portugis pada abad ke-16 tiba di Afrika dan Asia Selatan, mereka menamai ular sendok yang mereka dapati di sana dengan istilah ''cobra-capelo'', ular bertudung. Dari nama inilah berkembang sebutan-sebutan yang mirip dalam bahasa-bahasa [[bahasa Spanyol|Spanyol]], [[bahasa Prancis|Prancis]], Inggris dan bahasa [[Eropa]]. Nama ilmiah mereka, ''Naja'', berasal dari kata bahasa [[Sansekerta]], '''''Nāgá''''' (नाग) yang berarti "ular bertudung".
 
Baris 26:
 
== Bisa Ular sendok ==
Bisa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa [[neurotoksin]] pada hewan tangkapannya (biasanya [[binatang mengerat]] atau [[burung]] kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja.
 
Selain itu, ular sendok dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan bisa ke matanya; namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.
 
Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada manusia.
Baris 39:
Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular sendok pada manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia. Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi, kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak perlu panik.
 
Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin. Yakni memengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan syaraf. Si korban perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam kemudian.
 
Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya, bisa ular sendok Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan menghitam dan menjadi [[nekrosis]]. Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.
 
Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular –berbisa atau pun tidak– hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat, bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan mengakibatkan kematian.
 
Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (''shock'') pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernapasan bertambah cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.