Sastra kontekstual: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Igho (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 2:
'''Sastra Kontekstual''' adalah gerakan kesusastraan yang yang berawal dari pemahaman bahwa nilai-nilai sastra tidak mengenal universalitas, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai waktu, tempat, dan peradabannya. Konsep ini digagas dalam acara Sarasehan Kesenian Sastra Kontekstual, di [[Surakarta]], 28-29 [[Oktober]] [[1984]] oleh sastrawan [[Ariel Heryanto]] dan [[Arief Budiman]]. Keduanya merupakan akademikus dari [[Universitas Kristen Satyawacana]], [[Salatiga]], [[Jawa Tengah]]. Perhelatan ini berhasil menghimpun karya-karya sejumlah sastrawan dalam sebuah buku bertajuk ''Perdebatan Sastra Kontekstual'' yang disunting oleh [[Ariel Heryanto]].<ref>[http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/25/ariel-heryanto-valuing-popular-culture.html The Jakarta Post: Ariel Heryanto, Valuing popular culture], diakses 6 Maret 2015</ref>
 
== Latar belakang ==
[[Berkas:Ariel Heryanto.jpg|thumb|right|'''[[Ariel Heryanto]]''', salah satu penggagas sastra kontekstual]]
Perkembangan sastra modern Indonesia memiliki kecenderungan kebarat-baratan. Setidaknya itulah yang diembuskan dalam gerakan sastra kontekstual. Sastrawan Indonesia belum memiliki jati dirinya dengan menghasilkan karya yang lebih Indonesia. Mazhab sastra dunia barat masih kental dalam setiap karya-karya yang lahir. Dampaknya, status quo atas nilai-nilai kesusastraan hanya ditentukan oleh segelintir orang yang sudah berada di kelasnya. Sebuah karya, jika dimuat di majalah bergengsi yang redakturnya adalah sastrawan besar memunculkan bahwa karya tersebut adalah karya. Sementara yang terpublikasikan di media daerah, kecuali ditulis oleh sastrawan ternama, tidak akan dianggap karya sastraa. Kenyataan inilah yang membuat beberapa orang menjadi prihatin dan menanyakan kembali secara radikal, apa sebenarnya penyakit yang menghinggapi kesusastraan Indonesia, sehingga dia trus kerdil dan malah tumbuh. Pengaruh politik kolonial pada [[1920]]-an berhasil menumpas tumbuhnya kesusastraan nasional yang berbicara tentang kemerdekaan bangsa. Sebagai gantinya, ditumbuhkanlah kesusastraan berorientasi barat yang mengembus-embuskan keuniversalan nilai-nilai sastra, sehingga sastra tidak lagi berbincang tentang perjuangan bangsa menyongsong kemerdekaan.<ref>[http://inspirasi.co/polemik_yang_melegenda/post/9 Inspirasi.co: Polemik yang melegenda], diakses 6 Maret 2015</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=gGPnJKMU5hwC&pg=PA182&lpg=PA182&dq=sastra+kontekstual+adalah&source=bl&ots=H9SqmfAKhI&sig=TSwMT3fFEbbCmLqzOqTncnu48dw&hl=en&sa=X&ei=bEL5VM3EFMOyuATWxYKADg&redir_esc=y#v=onepage&q=sastra%20kontekstual%20adalah&f=false Book Google], diakses 6 Maret 2015</ref>
 
[[Berkas:Arief budiman.jpg|thumb|left|'''[[Arief Budiman]]''', salah satu penggagas sastra kontekstual]]
Baris 11:
Gerakan sastra kontekstual memiliki tujuan ingin membuka daerah-daerah kesustraan baru yang selama ini tidak terlihat karena tertutup bayang-bayang sastra kelas menengah kota, dengan doktrin nilai-nilai universalnya. Di isinilah peran dapat dimainkan oleh para redaktur budaya, karena kritik mereka berpengaruh dalam menentukan perkembangan kesusastraan modern di Indonesia. Melalui tangan merekalah karya-karya sastra disebarluaskan. Gagasan ini sekaligus memberikan kesadaran kepada sastrawan muda agar berani menciptakan karya-karya sastra yang didasarkan kenyataan sosial yang mereka alami sehari-hari, dengan bahasa yang mereka pergunakan. Karena hanya dengan cara ini, mereka akan menjadi diri sendiri dalam menghasilkan karya sastra.
 
== Para tokoh ==
Daftar ini memuat para sastrawan yang karyanya masuk dalam buku ''Perdebatan Sastra Kontekstual''.
* [[Abdul Hadi WM]]
Baris 45:
{{reflist}}
{{bio-stub}}
 
[[Kategori:Sastra Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Indonesia]]