Perjanjian Giyanti: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Suryonegoro (bicara | kontrib) →Referensi: Sejarah hari jadi Kota Klaten |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 1:
[[Berkas:Ringin Jantiharjo.jpg|thumb|200px|Lokasi penandatanganan Perjanjian Giyanti]]
'''Perjanjian Giyanti''' adalah kesepakatan antara [[VOC]]-Belanda dengan pihak [[Mataram II|Mataram]]. VOC-Belanda berdasar Perjanjian Surakarta 1749 menerima penyerahan Kerajaan Mataram dari Raja Mataram Sunan Paku Buwono II. Penyerahan Kerajaan Mataram kepada VOC Belanda melalui Traktat Surakarta 1749 memunculkan kekuatan tandingan dengan Pangeran Mangkubumi sebagai Sunan Mataram bergelar Sunan Paku Buwono (tanpa angka romawi). Pangeran Mangkubumi dengan dukungan elite Jawa dan para pejabat Jawa memproklamasikan diri sebagai Sunan Mataram. Belanda yang menerima penyerahan Kerajaan mataram dari Raja Mataram paku Buwono II tidak mengakui keberadaan Mangkubumi dan mengangkat putra Paku Buwono II sebagai Raja Mataram dengan gelar Paku Buwono III yang memerintah
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah [[Prambanan]] sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di [[Surakarta]], sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada [[Pangeran Mangkubumi]] sekaligus ia diangkat menjadi [[Sultan Hamengkubuwana I]] yang berkedudukan di [[Yogyakarta]]. Di dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.
Baris 52 ⟶ 51:
Perjanjian Giyanti belum mengakhiri kerusuhan karena dalam perjanian ini kelompok [[Pangeran Sambernyawa]] (Raden Mas Said) tidak turut serta. Mengapa dalam perjanjian Giyanti ini [[Pangeran Sambernyawa]] tidak turut serta? Para Pujangga Jawa dan Sejarahwan rupanya enggan untuk menulis persoalan detail sekitar perjanjian ini atau paling tidak generasi muda diberi suatu informasi yang benar sebagai landasan membangun mentalitas bangsa pentingnya persatuan.
Dalam Perjanjian Giyanti ini [[Pangeran Sambernyawa]] menjadi tokoh yang berada diluar sistem tetapi menguasai tanah atau wilayah dari dua kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Kerajaan yang berdaulat memiliki wilayah yang riil nyata dan wilayah itu secara defacto dikuasai oleh Pangeran Sambernyawa. Keberadaan Pangeran Sambernyawa yang secara Yuridis tidak memiliki legitimasi penguasaan tanah yang dikuasai mengundang logika kekuasaan bahwa Pangeran Sambernyawa harus diusir dari wilayah penguasaan yang bukan hak nya. Pemilik hak ilayah adalah Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. Sementara Pangeran Sambernyawa secara Yuridis bukan apa apa.
Pemberontak yang dimaksud dalam persekutuan dengan Perjanjian Giyanti adalah [[Pangeran Sambernyawa]].Sebagai pemimpin pemberontak [[Pangeran Sambernyawa]] dinyatakan sebagai musuh bersama. Disini Perjanjian Giyanti terjadi bukannya tanpa sebab.Sebab yang utama adalah "penyeberangan [[Pangeran Mangkubumi]]" dari memberontak menjadi sekutu [[VOC]] dan [[Paku Buwono III]].
|