Balai Kota DKI Jakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 20:
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) gedung tersebut untuk kantor '''''Jakarta Tokubetsusi''''' dengan kepala pemerintahannya disebut sityoo. Setelah Indonesia Merdeka, kantor pemerintahan kota ini berganti nama lagi menjadi Pemerintahan Nasional Kota Djakarta. Sementara itu, kantornya disebut '''''Balai Agung Pemerintahan Nasional Kota Djakarta''''' dengan Wali Kota pertama [[Suwiryo|Soewirjo]].<ref name=Kota>[http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/63/jakarta-balai-kota. Balai Kota Jakarta]</ref>
 
Pada 21 Juli 1947, gedung pemerintah itu kembali mengalami pergolakan. Tak hanya perubahan nama, pemerintahan di Jakarta pun tidak dapat berjalan.
Wali Kota Soewirjo beserta para pejabat Jakarta ditangkap dan diusir oleh pemerintahan Belanda yang saat itu belum mengakui Kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945. Pada 9 Maret 1948, Belanda membentuk pemerintahan Pre-Federal untuk menggantikan pemerintahan sebelumnya dan menjadikan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Nama pemerintahan Kota Jakarta pun kembali diubah menjadi '''''Stad Gemeente Djakarta'''''. Nama inilah yang akhirnya digunakan sampai Pemerintah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.<ref name=Kota>[http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/63/jakarta-balai-kota. Balai Kota Jakarta]</ref>
 
Baris 33:
Selanjutnya, pada 1969, kompleks Balai Kota mengalami pengembangan kawasan. Pemerintah DCI Djakarta membangun Gedung Blok C (Balai Agung) untuk ruang sidang DPRDGR. Sedangkan untuk ruang sekretariat DPRD dan ruang kerja Sekretariat Daerah dibangun gedung blok F sebanyak empat lantai.<ref name=Kota>[http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/63/jakarta-balai-kota. Balai Kota Jakarta]</ref>
 
Pada 1972, nama Pemerintah DCI Djakarta diubah menjadi Pemerintah '''''Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta''''' karena pemberlakukan ejaan yang disempurnakan (EYD). Pada tahun yang sama, pemerintah DKI membongkar gedung di Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 9 dan membangunnya menjadi sebuah gedung baru berlantai 24 yang kini ditempati oleh para pejabat tinggi di DKI dan dikenal dengan Gedung Blok G.
Pembangunan gedung tersebut dimaksudkan sebagai proyek percontohan bagi pembangunan gedung-gedung tinggi lainnya di Jakarta. Tak hanya itu, pembangunan Gedung Blok G juga digunakan sebagai acuan untuk menyusun peraturan mengenai pembangunan gedung-gedung berlantai di DKI.<ref name=Kota>[http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/63/jakarta-balai-kota. Balai Kota Jakarta]</ref>
 
Masih di tahun yang sama, kompleks Balai Kota kembali diperluas. Kali ini, perluasan dilakukan ke arah Jalan Kebon Sirih.
Gedung baru itu diperuntukkan bagi Dinas Pendapatan Daerah dan Kas Daerah ini kemudian diberi nama menjadi Gedung Blok H. Setelah itu, secara berturut-turut pembangunan terus dilakukan gedung-gedung baru, seperti Gedung Blok D (Perkantoran dan Sarana Kantor, seperti Bank dan Pemadam Kebakaran) dan Blok F (Perkantoran dan Sarana Kantor).<ref name=Kota>[http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/63/jakarta-balai-kota. Balai Kota Jakarta]</ref>