Kekhalifahan Abbasiyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k ←Suntingan 115.178.211.249 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh 120.188.67.68 |
||
Baris 68:
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah [[Harun Ar-Rasyid]] ''Rahimahullah'' (786-809 M) dan puteranya [[al-Ma'mun]] (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara [[Islam]] menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
[[Al-Ma'mun]], pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya,
[[Al-Mu'tasim]], khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang [[Turki]] untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai [[tentara]] pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah [[Bani Umayyah|Umayyah]], dinasti [[Abbasiyah]] mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang [[muslim]] mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi [[Khawarij|al-Khawarij]] di [[Afrika Utara]], gerakan [[Zindiq]] di [[Persia]], gerakan [[Syi'ah]], dan konflik antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
Baris 84:
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan [[bahasa Arab]], baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman [[Bani Umayyah]], maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
# Terjadinya asimilasi antara [[bangsa Arab]] dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk [[Islam]]. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh [[Persia]], sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh [[India]] terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh [[Yunani]] masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
# Gerakan
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan
Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. [[Imam Abu Hanifah]] ''Rahimahullah'' (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di [[Kufah]], kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan [[Persia]] yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, [[Abu Yusuf]], menjadi Qadhi al-Qudhat pada zaman [[Harun Ar-Rasyid]]. Berbeda dengan [[Imam Abu Hanifah]], [[Imam Malik]] ''Rahimahullah'' (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh [[Imam Syafi'i]] ''Rahimahullah'' (767-820 M), dan [[Ahmad bin Hanbal|Imam Ahmad ibn Hanbal]] ''Rahimahullah'' (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat akal semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran [[Islam]] dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Baris 96:
Dalam bidang optikal [[Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami]], yang di Eropa dikenal dengan nama [[Alhazen]], terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang [[kimia]], terkenal nama [[Jabir ibn Hayyan]]. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama [[Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi]], yang juga mahir dalam bidang [[astronomi]]. Dialah yang menciptakan ilmu [[aljabar]]. Kata ''aljabar'' berasal dari judul bukunya, ''al-Jabr wa al-Muqoibalah''. Dalam bidang sejarah terkenal nama [[al-Mas'udi]]. Dia juga ahli dalam ilmu [[geografi]]. Di antara karyanya adalah ''Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir''.
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang [[filsafat]], antara lain [[al-Farabi]], Ibnu Sina, dan [[Ibnu Rusyd]]. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat [[Aristoteles]]. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di antaranya ialah ''asy-Syifa'''. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama [[Averroes]], banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan [[Averroisme]]. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah
Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di antara mereka bukan Islam dan bukan [[Bangsa Arab|Arab]] [[Muslim]]. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan [[Islam]] pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran. ''Wallahul Musta’an''.
|