Jimbaran, Kuta Selatan, Badung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler mengosongkan halaman [ * ]
Baris 27:
== Sejarah ==
=== Peristiwa bom bali 2005 ===
Pada tanggal [[1 Oktober]] [[2005]], serangkaian ledakan terjadi di kawasan ini dalam peristiwa [[Bom Bali 2005]]. ::
Sejarah, Desa, Jimbaran
Menurut para informan sejarah munculnya nama Desa Jimbaran dan nama-nama tempat serta nama-nama pura yang ada di Desa Jimbaran terdapat dalam beberapa catatat tertulis, diantaranya dalam salinan lontar Piagem Dukuh Gamongan milik Nyoman Bagia sebagai Jro Mangku Gede di Pura Sarin Bwana pada halaman 12a-17b yang diterjemahkan secara bebas berikut ini:
Pada zaman pemerintahan Sri Astasura Ratna Bumi Banten di Bhadahulu, selamat sejahtera Negara Bali, sebab beliau selalu menjalani tapa berata semadhi sejak kecil, maka itu beliau disebut Sri Tapa Hulung, bagaikan sanghyang Wisnu kenyataan, kuat dan taat dalam memerintah, itu sebabnya beliau diberi sebutan Sri Batu Ireng, juga kakak beliau bernama Sri Batu Putih, karena beliau selalu menjalani hidup suci, bertempat tinggal di Jimbarwana, menjalani tapa berata semadhi, mencari kebenaran sesungguhnya, selanjutnya diceriterakan beliau Sri Batu Putih yang telah lama berpisah dengan saudaranya, yang menjadi raja di Badhahulu, setelah lama memegang tahta kerajaan, ingat beliau Sri Batu Ireng dengan kakaknya yang bernama Sri Batu Putih yang ada di Jimbarwana, oleh sebab itu beliau mengikuti jejak perjalanan kakaknya, lantas menuju ke Jimbarwana, namun beliau berdua sama-sama tidak tahu akan rupa wajahnya, karena saking lamanya beliau berpisah, setelah Sri Batu Ireng sampai di puri Sri Batu Putih, bertemu dengan istri beliau Sri Batu Putih, dan langsung menuju dapur, membuka persiapan hidangan untuk beliau Sri Batu Putih, maka setelah itu berkata Sri Batu Ireng kepada seorang istri, Ah, Ah, kamu seorang istri, saya bertanya kepadamu, dimana kakakku Sri Batu Putih sekarang, silahkan beritahu aku, karena sudah lama aku tidak bertemu, menjawab sang istri, baiklah yang baru datang, beliau Sri Batu Putih ada di mal (kebun) sedang memeriksa tetanaman, baru demikian tanpa berterima kasih beliau Sri Batu Ireng, terus menuju kebun, setelah sampai dan melihat-lihat kebun itu, kagum beliau dengan tanaman disana, setiap tanaman tumbuh dengan subur, lebat, itu sebabnya, ditempat beliau Sri Batu Putih ngastiti Hyang Pramawisesa, bernama Sarining Bwana, karena dari tempat beliau memohon muncul Sarin Bwana, begitu ujar beliau Sri Batu Ireng, karena tidak ketemu dengan kakak beliau di kebun, pastilah beliau lewat berlainan arah, tidak lama setelah Sri Batu Ireng keluar dari puri, beliau Sri Batu Putih sudah tiba di Purinya, lantas berkata istri beliau sambil menangis, memberitahukan tingkah polah sang tamu, tinggi besar, hitam warna kulitnya, acak-acakkan bagaikan seorang raksasa, membuka hidangan baginda di dapur, demikian diberitahukan oleh sang istri, tak disangka marah besar beliau Sri Batu Putih, seraya mengambil Gandawa (busur) dan mencari Sri Batu Ireng, yang disebut raksasa itu, karena pakaiannya urak-urakan datang ke Jimbarwana, tak berapa lama berkelahi beliau berdua, berkelahi habis-habisan, sama-sama tangguh dalam perkelahian, saling seruduk, saling menekan, namun tak ada yang berdarah, karena sama-sama sakti beliau berdua, saling kejar, menyelinap beliau Sri Batu Ireng, tiba di sungai, mengaso sekejap disana, karena ditebing beliau bersembunyi, berkata beliau, semoga sungai ini kelak bernama Batumabing, tak begitu lama dikejar oleh Sri Batu Putih, lagi berkelahi tak henti-hentinya, lari beliau sang raksasa bersembunyi di goa batu, tak begitu lama datang Sri Batu Putih, lari beliau Sri Batu Ireng, berujar beliau Sri Batu Putih, semoga kelak disini dibangun pura bernama Pura Batumagwung, kemudian direbut sang raksasa itu oleh rakyat beliau Sri Batu Putih, namun berhasil beliau menyelinap, berkata beliau Sri Batu Putih, semoga kelak tempat ini dikemudian hari bersama Sekhang, artinya beliau Sri Batu Ireng direbut oleh rakyatnya Sri Batu Putih Jimbaran, menghilang wajah beliau sang danawa namun Sri Batu Putih tidak bisa dihapus, ketahuan wajahnya, berkata beliau, semoga kelak ditempat ini dibangun pura bernama Pura Muaya, seketika itu marah beliau Sri Batu Ireng, kembali terjadi perang tanding mereka berdua dengan sangat dahsyat sekali, saling pukul dada, sama-sama memakai tipuan, berhamburan tanahnya, sama-sama perkasa sampai lemah lunglai mereka berdua, tak ada yang kalah, sama-sama menyelinap, karena perang tanding itu bagaikan pergumulan sanghyang kala-kali, dikemudian hari semoga tempat ini bernama Kali, setelah dapat bernafas sejenak, beliau Sri Batu Putih memerintahkan pasukannya untuk menghadang langkahnya sang raksasa, akhirnya bertemu beliau sedang membuka cecepan (tempat tembakau), lagi dikejar raksasa itu berjalan ketengah kabut, lesu berhangsur-hangsur nafasnya naik, setelah ketemu ditempat dimana bersembunyi memijit dan mengusa-usap kakinya, berkata beliau Sri Batu Putih, kelak semoga dikemudian hari, tempat menghadang sang raksasa menjadi tempat bernama Tambak, tempat dimana beliau membuka tembakau bernama Sesepan, tempat nafas tertatih-tatih bernama Ungah-ungahan, dan tempat mengusap-usap kaki bernama Gaing-gaingan, setelah payah mereka berdua dan duduk ditanah dan berujar salah satunya, berkata Sri Batu Putih, Hai kamu raksasa, siapa kamu, dari mana, sakti tak tertandingi, tak bisa dikalahkan kamu, apa maksud kamu datang kemari, kasih tahu aku, Om, Om, Om, sang maha sakti, aku bergelar Sri Batu Ireng, dari Badhahulu, datang kemari hendak bertemu kakakku, yang bernama Sri Batu Putih, Om, Om, Om, aduh adikku aku Sri Batu Putih, seketika itu kaget beliau berdua, berpelukan, bergulingan ditanah, karena saking bahagianya beliau berdua, dan disambut oleh seluruh pasukan dan rakyatnya, berujarlah beliau berdua, semoga kelak disini dibangun pura bernama Ulun Swi, sebagai tonggak pertemuan dengan sanak saudara, demikian selesai. Dengan demikian nama desa Jimbaran berasal dari kata Jimbarwana (hutan luas) karena perkembangan jaman dan sesuai dengan bahasa setempat menjadi Jimbaran.
Disamping itu nama Jimbaran juga terdapat dalam Prasasti Dhalem Putih Jimbaran, Dhalem Putih menurunkan putra Dhalem Petak Jingga yang membangun Pura Ulun Swi, Pura Kahyangan Pangulun Setra, Pura Dukuh serta keturunan yang memangku parahyangan (tempat suci) tersebut, diterjemahkan oleh tim (2005 : 3) berikut:
Alkisah Sri Ratu Dalem mempunyai dua (2) orang putra masing-masing bernama Dhalem Ireng (Putra Sulung) dan Dhalem Putih (Putra Bungsu).
Dalem Putih membangun Pasraman di wilayah telajakan Uluwatu, telah lama beliau bermukim dalam Pasraman / Pondok tersebut, tidak disangka-sangka datang seorang yang tidak dikenalnya (Dhalem Ireng) langsung masuk ke dalam pondok menuju tempat hidangan yang telah disiapkan sebelumya serta langsung membuka, kemudian melanjutkan perjalanan menuju kearah barat laut. Tiada berselang beberapa lama datanglah Dhalem Putih hendak menikmati hidangannya, Dhalem Putih mengetahui bahwa hidangan / makanannya telah dibuka oleh orang yang tidak dikenalnya, lalu Dhalem marah seketika mengambil senjata pusaka dan langsung mencari jejak orang yang dicurigai.
Dhalem Putih dengan segera dapat menjumpai orang tersebut tanpa sepatah katapun langsung menikam / menyerang dengan keris pusaka didada lawannya. Senjata Dhalem Putih tidak mampu mengalahkan, kemudian terjadilah tikam menikam silih berganti, ternyata keduanya sama-sama sakti mandraguna, sama teguhnya serta tidak termakan oleh senjata dalam apapun sehingga dalam perkelahian tersebut tidak ada yang kalah dan menang.
Perkelahian semakin seru, semakin dahsyat sehingga binatang-binatang dalam hutan berkeliaran lari tanpa tujuan. Tak seorangpun mengetahui, akhirnya perkelahian itu berhenti dengan sendirinya karena sama-sama payah dan kemudian dilanjukan dengan pergulatan yang lebih seru. Pada suatu saat, perkelahian berhenti kemudian saling bertanya dan masing-masing menyebutkan nama orang tuanya. Ternyata lahir dari orang tua yang sama atau dengan kata lain mereka bersaudara kandung. Dengan berakhirnya perkelahian tersebut (Dhalem Ireng dengan Dhalem Putih) maka mereka menamakan tempat perkelahian itu “Desa Kali”, yaitu suatu daerah tempat mereka perundingan. Kali merupakan sungai kecil yang saat ini masih ada.
Dalam lanjutan ceritera / kisah ini, Dhalem Ireng tidak disebutkan lagi dan selanjutnya Dhalem Putih yang memegang peranan penting dalam sejarah. Dalam hutan yang luas, Dhalem Putih bermukim sampai beliau menurunkan seorang putra yang bernama Petak Jingga, beliau menyadari bahwa dalam hutan yang sangat luas hanya tinggal seorang diri tanpa ada penghuni lainnya, sehingga bersamaan dengan kelahiran putra beliau tersebut, hutan itu diberi nama “Jimbaran” Asal Kata “Jimbar” yang artinya luas, dimana penduduknya tidak ada saat itu.
Kemudian beliau (Dhalem Putih) menciptakan membangun beberapa parahyangan, antara lain:
1. Meru Tumpang / Tingkat sebelas yang disebut Pura Ulun Swi, dimana pada waktu itu I Gusti Tegeh Kuri sebagai pemangkunya.
2. Kahyangan Ulun Setra yang sekarang disebut Pura Dhalem Kahyangan, I Gusti Celuk ditunjuk sebagai pemangkunya.
3. Meru Tumpang / Tingkat Tiga serta Paibon (kumpulan dadia) yang bernama Pura Dukuh dan Pasek Kusamba sebagai pemangkunya. (Team, 2005 : 3).
Nama Desa Jimbaran juga terdapat dalam Purana Pura Pucak Kembar disalin oleh I Ketut Sudarsana dalam Bahasa Indonesia berikut:
Sekarang dceritakan Dhalem Ireng dengan segera menuju desa Jimbaran, pada saat yang baik itu beliau bertemu dengan hamba sahaja (dayang) Dhalem Sweta, dimana dayang tersebut sedang mempersiapkan santapan yang akan disuguhkan kepada majikannya Dhalem Sweta, dengan melihat santapan tersebut tiada tertahan nafsunya untuk menikmati, maka dengan lahapnya Dhalem Ireng menyantap hidangan tersebut, terkejutlah si dayang yang bernama Ni Pring Gading, lalu bertanya: siapakah gerangan tuan, hamba tidak mengenal tuan sebelumnya, mengapa tuan berani memakan santapan yang akan kami hidangkan untuk tuan hamba Dhalem Sweta, mendengar kata Ni Pring Gading yang demkian itu, mendadak Dhalem Ireng berhenti menyantapnya, lalu beliau berhenti menyantapnya, lalu beliau bertanya: Hai dayang dimanakah kini berada Dhalem Sweta, ya tuanku beliau kini berada di tempat pagagan (ladang padi gaga), demikian jawab si dayang, dengan segera Dhalem Ireng menuju tempat pegagan, namun Dhalem Sweta tidak pula dijumpai, sebab Dhalem Sweta sudah kembali menuju desa Jimbaran, dalam perjalanan pulang beliau sempat menyinggahi ladang orang-orang kampung, namun setelah tibanya Dhalem Sweta di istana, dengan sangat hormat dayang Ni Pring Gading humatur, maafkan tuanku Bhatara Dhalem Sweta, ijinkan hamba melaporkan kehadapan duli tuanku, bahwasannya ada seorang yang datang dengan bentuk tubuh besar, tinggi kekar rupanya bagaikan setan, orang tesebut telah berani lancang membuka langsung menyantap santapan tuanku raja, tiada tertahan takut hamba, dan lagi pula orang tersebut menanyakan paduka tuanku raja, mendengar hatur si dayang yang demikian itu, sungguh tiada tertahan murkanya Bhatara Dhalem Sweta dan dengan segera kembali ke tempat pegagan, hal kian sampailah pada tempat pegagan dan bertemu dengan Dhalem Ireng, karena saking emosionalnya pertempuran kedua belah pihak tidak dapat dihindari, perang tandingpun terjadi, sama-sama bersenjata keris, saling tusuk, namun keduanya tidak ada yang terlukai karena sama-sama kebal, karena tiada terkalahkan, akhirnya kedua belah pihak sama-sama kepayahan, dalam pada itu beliau berdua saling tegur sapa, siapakah gerangan anda, aku bernama Dhalem Ireng, aku Dhalem Sweta, setelah bertegur sapa, barulah menyadari tentang asal usul dan pesan Ki Lembu Sanghyang Pasupati yang masing-masing membawa senjata yaitu: Dhalem Sweta bersenjatakan Keris Kala Kateggeng, dan Dhalem Ireng bersenjatakan Keris Miring Agung, barulah beliau menyadari bahwa yang diajak perang tanding adalah saudaranya sendiri, sehingga suasana berubah dari tegang menjadi terharu, sama-sama menceriterakan pengalaman masing-masing. Akhirnya Dhalem Ireng berkata kepada kakaknya Dhalem Sweta: Ya kakakku Dhalem Sweta, banyak sekali kakanda memberikan nama desa dan yang terakhir kanda berada di desa Jimbaran, sudah seyogyanya kanda disebut Dhalem Putih Jimbaran, sekarang ijinkan saya mohon pamit, sayapun juga berniat memberikan nama suatu tempat atau desa yang bercirikan watu, yang merupakan ciri bahwa aku pernah melintasi daerah tersebut. Dan ijinkan adinda menuju kearah utara, kalau demikian baiklah, namun kanda mohon tempat kita berperang tadi kita namakan Bukit Kali.
 
== Galeri gambar ==