Sutomo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Yoshua Renaldo (bicara | kontrib)
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
Baris 47:
Ibunya berdarah campuran [[Jawa Tengah]], [[Sunda]], dan [[Suku Madura|Madura]]. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota [[Sarekat Islam]], sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit [[Singer]].
 
Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat. Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di [[MULO]], Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan, dalam buku ''Bung Tomo Suamiku: Biar Rakyat yang Menilai Kepahlawananmu'' dan beberapa buku lain disebutkan bahwa Sutomo pernah mengenyam Leidse Scrift Onderwiys Hoogere Burgerschool ([[Hogereburgerschool|HBS]]), pendidikan menengah setingkat SMP dan SMA selama lima tahun. Tapi istrinya, Sulistina, mengatakan Bung Tomo tak pernah lulus HBS. Inilah sebabnya Sutomo kerap diejek karena dianggap bukan kalangan intelektual. Karena gusar dengan ledekan tersebut, Sutomo lalu nekat menemui Profesor Doktor Djokosoetono, Dekan Fakultas Ekonomi [[Universitas Indonesia]]. Sulistina bercerita, Sutomo akhirnya mendapat kesempatan mengikuti ujian ''colloquium doctum''—tes masuk perguruan tinggi tanpa memandang ijazah yang dimiliki—bersama tiga orang lain. Setelah diuji oleh dosen penguji, diputuskan akhirnya Sutomo lulus dan diterima di Universitas Indonesia. Jadilah Sutomo kuliah pada 1959 saat dirinya berusia 39 tahun.<ref>[http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/10/078717425/ajaib-bung-tomo-hanya-lulusan-sd-tapi-bisa-kuliah Ajaib, Bung Tomo Hanya Lulusan SD tapitetapi Bisa Kuliah]
</ref> Namun, meski sudah berstatus sebagai mahasiswa, kuliah Sutomo jauh dari mulus, karena dia tak melepas kegiatannya sebagai aktivis. Baru pada tahun 1968 atau sembilan tahun setelah kuliah, Sutomo bisa memasuki masa prayudisium, yang artinya waktu untuk menyusun skripsi. Menurut istri Sutomo, Sulistina, suaminya sebenarnya sudah menyelesaikan skripsi. Sayang, skripsi itu tak pernah diuji. Sampai akhir hayatnya, toga tak pernah tersemat di kepala Sutomo.<ref>[http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/10/078717451/skripsi-selesai-bung-tomo-tak-lulus-dari-ui Skripsi Selesai, Bung Tomo Tak Lulus dari UI]
</ref>