Seni Didong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: kaedah → kaidah using AWB
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: nasehat → nasihat (3) using AWB
Baris 30:
== Sejarah Syair, Seni Dan Didong.==
 
Secara etimologis syair adalah karangan atau gubahan bersajak, puisi kata syair sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu “syu’ur” yang berpengertian sebagai “perasaan”, dengan ciri terdiri dari empat baris sebait kebanyakan berisi nasehatnasihat, petuah, dongeng dan cerita. Selanjutnya pengertian syair sama dengan “lirik” pada nyanyian atau lagu. Secara umum kata “syair” lebih cenderung dimaknai sebagai “sajak” atau “puisi”,pengertian inipun mengarah kepada jenis karya sastra modren maupun tradisional.
 
Istilah lain yang sangat erat hubungannya dengan kata “syair” adalah kâtib, yang berarti penulis (penyair). Penggunaan kata kâtib merujuk pada banyak arti. Salah satu makna dasar dari kata tersebut adalah “penulis”. Kata itupun sering digunakan dalam arti penulis atau penyalin prosa yang indah, yang maknanya sejajar dengan istilah “nâsikh, atau warrâq’. Istilah lainnya adalah munsyi’ yang berarti seseorang yang menulis dan yang menciptakan sendiri karangannya. Karena itu untuk menyebutkan sesuatu kata atau istilah tidak berdasarkan penglihatan tetapi pendengaran, penyebutannya lebih tertakluk kepada sistem bunyi bahasa yang berkenaan, khususnya bahasa penuturan atau lisan. Justru itu syair atau ‘syi’ir disebut juga dengan sa’e’ atau ‘sa’ iyo’ dalam bahasa Melayu, ‘sayer’ dan ‘singir’ atau geguritan dalam bahasa Jawa.
Baris 71:
Dalam setiap penampilan atau pertunjukkan, masing-masing kelompok diberi waktu selama 30 menit secara bergantian sepanjang malam. Kedua kelompok kesenian akan saling beradu syair dan puisi, inilah yang merupakan inti serta daya tarik dari kesenian Didong. Selain dalam bentuk pertandingan, kesenian ini juga kerap dipentaskan dan dipertontonkan dalam acara-acara tertentu.
 
Sebagai suatu kesenian yang sangat digemari oleh masyarakatnya dengan syair-syair puisi sebagai unsur utamanya, maka pada masa penjajahan Belanda kesenian ini telah dimanfaatkan untuk membangkitkan rasa fanatisme kelompok, kampung dan suku guna mendukung politik pecah belah (defide et empra). Syair-syair dan puisi dalam Didong yang pada awalnya berisi petuah-petuah, nasehatnasihat-nasehatnasihat, tamsil mengenai masalah kehidupan sosial diubah menjadi sarana propaganda.
 
Karena adanya pengaruh dan kepentingan kolonial, maka dalam perkembangan selanjutnya kesenian ini telah mengalami pembaharuan-pembaharuan. Baik dari segi peran dan fungsi, isi syair puisi serta tema-tema karangan. Pembaharuan itu dapat dilihat dalam beberapa periode perkembangan dari seni Didong.Setidaknya ada empat priodeisisasi, kesemuanya pada akhirnya berhenti pada eksistensisnya sebagai sebuah kesenian tradisional dengan syair pusi sebagai unsur utama. Dimana pada priode tarkahir jenis kesenian ini telah menjadi media komunikasi dan saluran silaturahmi antar masyarakat, menjadi mediator antara pemerintah dan pemimpin dangan rakyat. Di samping itu seni Didong juga merupakan sumber nilai dalam budaya Gayo.