Kadipaten Panjalu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: cinderamata → cenderamata (3) using AWB
Baris 210:
Menurut cerita yang disampaikan secara turun-temurun, masuknya Islam ke Panjalu dibawa oleh Sanghyang Borosngora yang tertarik menuntut ilmu sampai ke Mekkah lalu di-Islamkan oleh [[Sayidina Ali bin Abi Thalib R.A.]] Legenda rakyat ini mirip dengan kisah Pangeran [[Kian Santang]] atau Sunan Godog Garut, yaitu ketika Kian Santang atau Raja Sangara (adik Pangeran Cakrabuana Walangsungsang) yang setelah diislamkan oleh Baginda Ali di Mekkah kemudian berusaha mengislamkan ayahnya Sang [[Prabu Siliwangi]].
 
Sementara itu menurut [[Babad Panjalu]]: dari Baginda Ali, Sanghyang Borosngora mendapatkan cinderamatacenderamata berupa [[air zamzam]], pedang, cis (tongkat) dan pakaian kebesaran. Air zamzam tersebut kemudian dijadikan cikal-bakal air Situ Lengkong, sedangkan pusaka-pusaka pemberian Baginda Ali itu sampai sekarang masih tersimpan di [[Pasucian]] [[Bumi Alit]] dan dikirabkan setelah disucikan setiap bulan Mulud dalam upacara [[Nyangku]] di Panjalu pada hari Senin atau hari Kamis terakhir bulan Maulud ([[Rabiul Awal]]).
 
Penyebaran Islam secara serentak dan menyeluruh di tatar Sunda sesungguhnya dimulai sejak [[Syarif Hidayatullah]] ([[1448-1568]]) diangkat sebagai penguasa Cirebon oleh Pangeran Cakrabuana bergelar Gusti Susuhunan Jati (Sunan Gunung Jati) dan menyatakan melepaskan diri dari Kemaharajaan Sunda dengan menghentikan pengiriman upeti pada tahun [[1479]]. Peristiwa ini terjadi ketika wilayah Sunda dipimpin oleh Sang Haliwungan Prabu Susuktunggal ([[1475-1482]]) di Pakwan Pajajaran dan Ningrat Kancana Prabu Dewa Niskala ([[1475-1482]]) di Kawali. Jauh sebelum itu, para pemeluk agama Islam hanya terkonsentrasi di daerah-daerah pesisir atau pelabuhan yang penduduknya banyak melakukan interaksi dengan para saudagar atau pedagang dari Gujarat, Persia dan Timur Tengah.
Baris 312:
Situ Lengkong sekarang termasuk kedalam wilayah Desa/Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dalam Bahasa Sunda; kata ''situ'' artinya danau. Situ Lengkong atau dikenal juga dengan Situ Panjalu terletak di ketinggian 700 m dpl. Di tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau yang dinamai Nusa Larang atau Nusa Gede atau ada juga yang menyebutnya sebagai Nusa Panjalu. Menurut legenda rakyat dan Babad Panjalu, Situ Lengkong adalah sebuah danau buatan, sebelumnya daerah ini adalah kawasan legok (bhs. Sunda : lembah) yang mengelilingi bukit bernama Pasir Jambu (Bhs. Sunda: ''pasir'' artinya bukit).
 
Ketika Sanghyang Borosngora pulang menuntut ilmu dari tanah suci Mekkah, ia membawa cinderamatacenderamata yang salah satunya berupa air zamzam yang dibawa dalam gayung batok kelapa berlubang-lubang (''gayung bungbas''). Air zamzam itu ditumpahkan ke dalam lembah dan menjadi cikal-bakal atau induk air Situ Lengkong. Bukit yang ada di tengah lembah itu menjelma menjadi sebuah pulau dan dinamai Nusa Larang, artinya pulau terlarang atau pulau yang disucikan, sama halnya seperti kota Mekkah yang berjuluk tanah haram yaitu tanah terlarang atau tanah yang disucikan; artinya tidak sembarang orang boleh masuk dan terlarang berbuat hal yang melanggar pantangan atau hukum di kawasan itu.
 
Pada masa pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora, pulau ini dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu. Di Nusa Larang ini bersemayam juga jasad tokoh-tokoh Kerajaan Panjalu yaitu '''Prabu Rahyang Kancana''', '''Raden Tumenggung Cakranagara III''', '''Raden Demang Sumawijaya''', '''Raden Demang Aldakusumah''', '''Raden Tumenggung Argakusumah (Cakranagara IV)''' dan '''Raden Prajasasana Kyai Sakti'''.
Baris 407:
Benda-benda pusaka yang tersimpan di Bumi Alit itu antara lain adalah:
 
1. Pedang, cinderamatacenderamata dari Baginda Ali RA, sebagai senjata yang digunakan untuk pembela diri dalam rangka menyebarluaskan agama Islam.
 
2. Cis, berupa tombak bermata dua atau dwisula yang berfungsi sebagai senjata pelindung dan kelengkapan dalam berdakwah atau berkhutbah dalam rangka menyebarluaskan ajaran agama Islam.