Hok Hoei Kan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Volksraadlid (bicara | kontrib)
Dibuat dengan menerjemahkan halaman "Hok Hoei Kan"
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 24 Oktober 2016 03.03

Kan Hok Hoei Sia (6 januari 1881 - 1 Maret 1951), umumnya dikenal sebagai Hok Hoei Kan atau di singkat H. H. Kan, adalah seorang tokoh masyarakat terkemuka, negarawan, bangsawan dan pemilik tanah dari Peranakan Cina keturunan di Hindia belanda. Dia adalah seorang anggota terkemuka dari Volksraad, dan menganjurkan kerja sama dengan kolonial belanda negara dalam rangka untuk mencapai rasial dan kesetaraan hukum bagi koloni masyarakat Cina.

Keluarga dan Kehidupan Awal

Kan lahir Han Khing Tjiang Sia di Batavia ke baba bangsawan, atau Cina gentry kolonial Indonesia. Ayahnya, Han Oen Lee, menjabat sebagai Luitenant der Chinezen dari Bekasi, dan berasal dari keluarga Han yang Lasem – salah satu yang tertua dan paling bertingkat Jawa keturunan Cina.[1] Melalui ayahnya, Kan bisa melacak leluhurnya di Jawa kembali ke Han Khee Bing, Luitenant der Chinezen (1749 – 1768), anak tertua dari pertengahan abad kedelapan belas raja Han Bwee Kong, Kapitein der Chinezen (1727 – 1778), serta kakak dari tuan tanah Han Chan Piet (1759 – 1827) dan Han Kik Ko, Majoors der Chinezen (1766 – 1813).[1] Sebagai keturunan dari garis panjang dari para pejabat Cina di Jawa, Kan diadakan courtesy judul Sia dari lahir.

Ibunya, Kan Oe Nio, adalah salah satu dari Batavia terkaya ahli waris, dan putri dari taipan terkenal dan pemilik tanah, Kan Keng Tjong, kemudian diangkat oleh Kekaisaran Cina Pemerintah ke peringkat mandarin dari ketiga kelas. Han Khing Tjiang diadopsi oleh-nya punya anak paman, Kan Tjeng Soen, dan berganti nama menjadi Kan Hok Hoei. Dia juga dibuat pewaris utama dari nama dan kekayaan dari kakeknya.

Dia benar-benar Eropa asuhan, dan disekolahkan di Europeesche Lagere School (ELS) dan bergengsi Koning Willem III School te Batavia (KW III). Pada tahun 1899, ia menikah dengan sepupu pertamanya, Berbohong Tien Nio, putri Lie Tjoe Hong, tituler Majoor der Chinezen dari Batavia, dan - seperti suaminya - cucu Kan Keng Tjong. Pasangan ini memiliki 8 anak-anak.

Kan diterapkan dan diperoleh hukum kesetaraan dengan orang-orang Eropa (gelijkgesteld) pada tahun 1905, setelah ia secara universal dikenal sebagai Hok Hoei Kan atau H. H. Kan.

Karir politik

 
Anggota Volksraad pada tahun 1918: D. Birnie (ditunjuk), Kan Hok Hoei (ditunjuk), R. Sastro lampu islam (terpilih) dan Mas Ngabehi Mariska Sewojo (yang ditunjuk).
 
Sidang Volksraad.

Karir politiknya dimulai pada Dewan Kota Batavia dan China Chamber of Commerce (Siang Hwee). Ketika Volksraad diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal untuk pertama kalinya, Kan diterima janji untuk yang baru didirikan di badan legislatif pada tahun 1918. Ia melakukannya meskipun luas perlawanan terhadap kolonial legislatif dari banyak orang Cina dan pribumi mata pelajaran Hindia belanda, banyak dari mereka menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah kolonial dan berkampanye untuk langsung kemerdekaan. Kan tetap menjadi anggota Volksraad hingga pembubarannya oleh Jepang, yang menyerang koloni pada tahun 1942 selama Perang Dunia Kedua.

Pada tahun 1928, Kan memimpin sebagai Presiden pendiri - over pembentukan Chung Hwa Hui (CHH), sebuah asosiasi politik yang menarik dukungan terutama belanda berpendidikan etnis Cina. Bersama-sama dengan orang-orang dari Loa Sek Hie , dan Chester Sim-Zecha, yang keduanya di Komite Eksekutif CHH, Kan memohon untuk kesetaraan hukum dari Cina dengan Eropa di bawah Hindia hukum. Kan juga menentang beberapa cacat hukum yang telah diberlakukan di Cina koloni, seperti keterbatasan kepemilikan lahan pertanian dan berlebihan perpajakan.

Hubungan-nya dengan kaum nasionalis Indonesia adalah ambigu. Pada tahun 1927, Kan menentang memperluas waralaba untuk pemilihan Volksraad karena ia takut dominasi legislatif oleh penduduk asli Indonesia. Pada saat yang sama, pada tahun 1936, ia didukung naas Petisi Soetardjo, yang meminta Kemerdekaan Indonesia dalam sepuluh tahun sebagai bagian dari persemakmuran belanda.

Kan dibuat seorang Petugas dari Order of Orange-Nassau pada tahun 1921, dan Knight of the Order of the Netherlands Singa di tahun 1930 pengakuan atas layanan ke belanda Mahkota.

Pendudukan jepang dan Kematian

Ketika Jepang menyerbu pulau Jawa pada tahun 1942, mereka ditangkap Kan bersama dengan para pemimpin lain dari pemerintah kolonial karena mereka anti-Jepang kegiatan. Kan dipenjarakan di Tjimahi sampai Jepang menyerah pada tahun 1945.

Dia tidak melanjutkan kegiatan politik setelah Perang Dunia Kedua, dan meninggal di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng, pada tahun 1951.

Lihat juga

Catatan

  1. ^ a b Salmon, Claudine (1991). "The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries)". Archipel. 41 (1): 53–87. Diakses tanggal 11 March 2016. 

Referensi

  • Haris, Syamsuddin (2007). Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia: Studi Kinerja Partai-Partai di DPRD Kabupaten/Kota. TransMedia. ISBN 9797990524. 
  • Lohanda, Mona (2002). Growing Pains: The Chinese and The Dutch in Colonial Java, 1890-1942. Yayasan Cipta Loka Caraka. 
  • Salmon, Claudine (1991). The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries). Archipel, Vol 41. 
  • Salmon, Claudine (1997). La communauté chinoise de Surabaya. Essai d'histoire, des origines à la crise de 1930. Archipel, Vol 68. 
  • Salmon, Claudine (2004). The Han Family from the Residency of Besuki (East Java) as Reflected in a Novella by Tjoa Boe Sing (1910). Archipel, Vol 53. 
  • Suryadinate, Leo (1995). Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9813055030. 
  • Suryadinata, Leo (2005). Peranakan Chinese Politics in Java, 1917-1942. Marshall Cavendish Academic. ISBN 9812103600. 
  • Suryadinate, Leo (2012). Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: A Biographical Dictionary. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9814345210.