Perang Teluk I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 125.165.1.142 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh JThorneBOT
Hubretr (bicara | kontrib)
Mengganti kata "sovyet" (russian) menjadi "soviet" (bahasa) dan "baghdad" (english) menjadi "bagdad" (bahasa)
Baris 24:
Tengah malam tanggal 2 Agustus 1990 Irak secara resmi menginvasi Kuwait, dengan membombardir ibu kota [[Kuwait City]] dari udara. Meskipun Angkatan Bersenjata Kuwait, baik kekuatan darat maupun udara berusaha mempertahankan negara, mereka dengan cepat kewalahan. Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, [[Kuwait]] meminta bantuan [[Amerika Serikat]] tanggal [[7 Agustus]] [[1990]]. Sebelumnya [[Dewan Keamanan PBB]] menjatuhkan embargo ekonomi pada [[6 Agustus]] [[1990]].
 
Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara [[Bangsa Arab|Arab]] dan [[Afrika]] Utara kecuali [[Syria]], [[Libya]] dan [[Yordania]] serta [[Palestina]]. Kemudian datang pula bantuan militer [[Eropa]] khususnya Eropa Barat ([[Inggris]], [[Perancis]] dan [[Jerman Barat]], ditambah negara-negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara [[Asia]] - [[Bangladesh]] dan [[Korea Selatan]]. Sementara, dari Afrika, [[Niger]] turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal [[Norman Schwarzkopf]] serta Jenderal [[Collin Powell]]. Pasukan negara-negara [[Bangsa Arab|Arab]] dipimpin oleh Letjen. [[Khalid bin Sultan]].
 
Misi diplomatik antara [[James Baker]] dengan menteri luar negeri Irak [[Tareq Aziz]] gagal ([[9 Januari]] [[1991]]). Irak menolak permintaan [[PBB]] agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait [[15 Januari]] [[1991]]. Akhirnya [[Presiden]] Amerika Serikat [[George H. Bush]] diizinkan menyatakan perang oleh [[Kongres Amerika Serikat]] tanggal [[12 Januari]] [[1991]]. ''Operasi Badai Gurun'' dimulai tanggal [[17 Januari]] [[1991]] pukul 03:00 waktu Baghdad[[Bagdad]] yang diawali serangan serangan udara masif atas [[Baghdad]]Bagdad dan beberapa wilayah Irak lainnya.
 
Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pertahanan udara, yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. [[Saddam Hussein]] merupakan titik sentral komando Irak, dan inisiatif di level bawah tidak diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak, semangat dan koordinasi tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah instalasi rudal jelajah, terutama rudal Scud. Operasi pencarian rudal ini juga didukung oleh pasukan komando Amerika dan Inggris yang mengadakan operasi rahasia di daratan untuk mencari, dan bila perlu, menghancurkan instalasi rudal tersebut. serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal [[30 Januari]] [[1991]].
Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi [[Israel]] dengan menghujani Israel terutama [[Tel Aviv]] dan [[Haifa]], Arab Saudi di [[Dhahran]] dengan serangan [[rudal]] [[Rudal Scud|Scud B]] buatan SovyetSoviet rakitan Irak, yang bernama Al Hussein. Untuk menangkal ancaman Scud, koalisi memasang rudal penangkis, [[MIM-104 Patriot|Patriot]], serta memaksimalkan sorti udara untuk memburu rudal-rudal tersebut sebelum diluncurkan. Irak juga melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke [[Teluk Persia]]. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara [[Uni Sovyet|Uni Soviet]] dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi [[Yevgeny Primakov]] dan Presiden Uni SovyetSoviet [[Mikhail Gorbachev]] namun ditolak Presiden Bush pada tanggal [[19 Februari]] [[1991]]. Sementara SovyetSoviet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto, meskipun Uni SovyetSoviet pada saat itu dikenal sebagai sekutu Irak, terutama dalam hal suplai persenjataan. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.
 
Pada tanggal [[27 Februari]] [[1991]] pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.