Kekhalifahan Abbasiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: faham → paham using AWB
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: ekstrim → ekstrem using AWB
Baris 210:
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang [[Persia]] tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran [[Manuisme]], [[Zoroasterisme]] dan [[Mazdakisme]]. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan [[Zindiq]] ini menggoda rasa keimanan para khalifah. [[Al-Mansur]] berusaha keras memberantasnya, bahkan [[Al-Mahdi]] merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan [[mihnah]] dengan tujuan memberantas [[bid'ah]]. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan [[al-Afsyin]] dan [[Qaramithah]] adalah contoh konflik bersenjata itu.
 
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran [[Syi'ah]], sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang [[ghulat]] (ekstrimekstrem) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam [[Islam]] yang berhadapan dengan paham [[Ahlussunnah]]. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. [[Al-Mutawakkil]], misalnya, memerintahkan agar makam [[Husein Ibn Ali]] di [[Karballa]] dihancurkan. Namun anaknya, [[al-Muntashir]] (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. [[Dinasti Idrisiyah]] di [[Marokko]] dan khilafah [[Fathimiyah]] di [[Mesir]] adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari [[Baghdad]] yang [[Sunni]].
 
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara [[muslim]] dan [[zindiq]] atau [[Ahlussunnah]] dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran dalam [[Islam]]. [[Mu'tazilah]] yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat [[bid'ah]] oleh golongan [[salafy]]. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh [[al-Ma'mun]], khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan [[mihnah]]. Pada masa [[al-Mutawakkil]] (847-861 M), aliran [[Mu'tazilah]] dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut [[Hanbali]] terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para [[salaf]] telah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh [[Rasulullah]].