Kesultanan Melaka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 41:
{{Sejarah Indonesia}}
 
[[FileBerkas:Malacca Sultanate Palace.JPG|thumb|right|Replika istana Kesultanan Malaka, dibangun kembali berdasarkan informasi dari [[Sulalatus Salatin]] ]]
 
'''Kesultanan Malaka''' adalah sebuah [[Kerajaan Melayu]] yang pernah berdiri di [[Malaka]], [[Malaysia]]. Kerajaan ini didirikan oleh [[Parameswara]], kemudian mencapai puncak kejayaan pada abad ke 15 dengan menguasai jalur pelayaran [[Selat Malaka]], sebelum ditaklukan oleh [[Portugal]] tahun [[1511]]. Kejatuhan Malaka ini menjadi pintu masuknya kolonialisasi [[Eropa]] di kawasan [[Nusantara]].
Baris 49:
== Pendirian ==
{{utama|Parameswara}}
Berdasarkan [[Sulalatus Salatin]] kerajaan ini merupakan kelanjutan dari [[Kerajaan Melayu]] di [[Singapura]], kemudian serangan [[Jawa]] dan [[Siam]] menyebabkan pusat pemerintahan berpindah ke [[Malaka]]. [[Kronik]] [[Dinasti Ming]] mencatat [[Parameswara]] sebagai pendiri Malaka mengunjungi [[Kaisar Yongle]] di [[Nanjing]] pada tahun 1405 dan meminta pengakuan atas wilayah kedaulatannya.<ref>{{cite book|last= Gungwu|first= Wang|title= Only connect!: Sino-Malay encounters|publisher= Eastern Universities Press|year= 2003|id= ISBN 9812102434981-210-243-4 }}</ref> Sebagai balasan upeti yang diberikan, [[Kaisar Cina]] menyetujui untuk memberikan perlindungan pada Malaka,<ref name="ASHM">{{cite book|last= Hooker|first= Virginia M.|title= A Short History of Malaysia: linking east and west|publisher= Allen & Unwin|year= 2003|id= ISBN 18644895531-86448-955-3 }}</ref> kemudian tercatat ada sampai 29 kali utusan Malaka mengunjungi Kaisar Cina.<ref>{{cite book|last= Cleary|first= Mark|coauthors= Kim Chuan Goh|title= Environment and development in the Straits of Malacca|publisher= Routledge|year= 2000|id= ISBN 04151724380-415-17243-8 }}</ref> Pengaruh yang besar dari relasi ini adalah Malaka dapat terhindar dari kemungkinan adanya serangan Siam dari utara, terutama setelah Kaisar Cina mengabarkan penguasa [[Kerajaan Ayutthaya|Ayutthaya]] akan hubungannya dengan Malaka.<ref name="Kong"/> Keberhasilan dalam hubungan diplomasi dengan Tiongkok memberi manfaat akan kestabilan pemerintahan baru di Malaka, kemudian Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, dan juga menjadi salah satu pangkalan armada Ming.<ref name="ISAS"/><ref name="Wink">{{cite book|last= Wink|first= André|title= Indo-Islamic society, 14th-15th centuries|publisher= BRILL|year= 2004|id= ISBN 900413561890-04-13561-8 }}</ref>
 
Laporan dari kunjungan Laksamana [[Cheng Ho]] pada 1409, mengambarkan [[Islam]] telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka,<ref name="Kong">Yuanzhi Kong, (2000), ''Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 9794613614979-461-361-4</ref> sementara berdasarkan catatan Ming, penguasa Malaka mulai mengunakan gelar [[sultan]] muncul pada tahun 1455. Sedangkan dalam [[Sulalatus Salatin]] gelar sultan sudah mulai diperkenalkan oleh penganti berikutnya ''Raja Iskandar Syah'', tokoh yang dianggap sama dengan [[Parameswara]] oleh beberapa sejarahwan.<ref name="ISAS"/> Sementara dalam [[Pararaton]] disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu ''Bhra Hyang Parameswara'' sebagai suami dari [[Majapahit|Ratu Majapahit]], [[Suhita|Ratu Suhita]]. Namun kontroversi identifikasi tokoh ini masih diperdebatkan sampai sekarang.
 
Pada tahun 1414 Parameswara digantikan putranya, [[Megat Iskandar Syah]],<ref name="ASHM"/> memerintah selama 10 tahun, kemudian menganut [[agama]] [[Islam]]<ref name="Pires">Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols</ref> dan digantikan oleh ''Sri Maharaja'' atau [[Muhammad Syah dari Malaka|Sultan Muhammad Syah]]. Putra Muhammad Syah yang kemudian menggantikannya, Raja Ibrahim, mengambil gelar [[Sri Parameswara Dewa Syah]]. Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia mangkat karena terbunuh pada 1445. Saudara seayahnya, Raja Kasim, kemudian menggantikannya dengan gelar [[Mudzaffar Syah dari Malaka|Sultan Mudzaffar Syah]].
Baris 58:
Sampai tahun 1435, Malaka memiliki hubungan yang dekat dengan [[Dinasti Ming]], armada Ming berperan mengamankan jalur pelayaran [[Selat Malaka]] yang sebelumnya sering diganggu oleh adanya kawanan perompak dan bajak laut.<ref name="Kong"/> Di bawah perlindungan Ming, Malaka berkembang menjadi pelabuhan penting di pesisir barat [[Semenanjung Malaya]] yang tidak dapat disentuh oleh [[Majapahit]] dan Ayutthaya. Namun seiring berubahnya kebijakan luar negeri Dinasti Ming, Kawasan ''ujung tanah'' ini terus diklaim oleh Siam sebagai bagian dari kedaulatannya sampai Malaka jatuh ke tangan [[Portugal]], dan setelah takluknya Malaka, kawasan [[Perlis]], [[Kelantan]], [[Terengganu]] dan [[Kedah]] kemudian berada dalam kekuasaan [[Siam]].<ref name="Wink"/>
 
[[Sulalatus Salatin]] juga mengambarkan kedekatan hubungan Malaka dengan [[Kesultanan Pasai|Pasai]], hubungan kekerabatan ini dipererat dengan adanya pernikahan putri Sultan Pasai dengan Raja Malaka dan kemudian Sultan Malaka pada masa berikutnya juga turut memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai. [[Ma Huan]] juru tulis [[Cheng Ho]] menyebutkan adanya kemiripan adat istiadat Malaka dengan Pasai serta ke dua kawasan tersebut telah menjadi tempat permukiman komunitas [[muslim]] di [[Selat Malaka]].<ref name="Kong"/> Sementara kemungkinan ada ancaman dari [[Jawa]] dapat dihindari, terutama setelah [[Mansur Syah dari Malaka|Sultan Mansur Syah]] membina hubungan diplomatik dengan ''Batara Majapahit'' yang kemudian meminang dan menikahi putri Raja Jawa tersebut.<ref name="Raffles">Raffles, T.S., (1821), Malay annals (translated from the Malay language, by the late Dr. John Leyden).</ref> Selain itu sekitar tahun 1475 di Jawa juga muncul kekuatan muslim di [[Kerajaan Demak|Demak]] yang nanti turut melemahkan hegemoni Majapahit atas kawasan yang mereka klaim sebelumnya sebagai daerah bawahan. Adanya keterkaitan Malaka dengan Demak terlihat setelah jatuhnya Malaka kepada Portugal, tercatat ada beberapa kali pasukan Demak mencoba merebut kembali Malaka dari tangan Portugal.<ref name="Pires"/><ref name="Ricklefs">{{cite book|last= Ricklefs|first= Merle C.|title= A history of modern Indonesia since c. 1200|publisher= Stanford University Press|year= 2001|id= ISBN 08047448070-8047-4480-7 }}</ref>
 
== Masa kejayaan ==
Baris 65:
Di bawah pemerintahan raja berikutnya yang naik tahta pada tahun 1459, [[Mansur Syah dari Malaka|Sultan Mansur Syah]], Melaka menyerbu [[Kedah]] dan [[Pahang]], dan menjadikannya negara vassal.<ref name="Samad">Samad, A. A., (1979), ''Sulalatus Salatin'', Dewan Bahasa dan Pustaka</ref> Di bawah sultan yang sama [[Kampar]], dan [[Siak]] juga takluk.<ref name="Samad" /> Sementara kawasan [[Inderagiri]] dan [[Jambi]] merupakan hadiah dari ''Batara Majapahit'' untuk Raja Malaka.<ref name="Samad" /> Sultan Mansur Syah kemudian digantikan oleh putranya [[Alauddin Riayat Syah dari Malaka|Sultan Alauddin Syah]] namun memerintah tidak begitu lama karena diduga ia diracun sampai meninggal<ref name="Halimi" /> dan kemudian digantikan oleh putranya [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud Syah]].<ref name="Raffles"/>
 
Hingga akhir abad ke-15 Malaka telah menjadi kota pelabuhan kosmopolitan dan pusat perdagangan dari beberapa hasil bumi seperti emas, timah, lada dan kapur. Malaka muncul sebagai kekuatan utama dalam penguasaan jalur [[Selat Malaka]], termasuk mengendalikan kedua pesisir yang mengapit selat itu.<ref name="Halimi">Halimi, A.J., (2008), ''Sejarah dan tamadun bangsa Melayu'', Utusan Publications, ISBN 9789676121554978-967-61-2155-4.</ref>
 
== Penurunan ==
Baris 72:
Sejak tahun 1518 sampai 1520, Sultan Mahmud Syah kembali bangkit dan terus melakukan perlawanan dengan menyerang kedudukan Portugal di Malaka. Namun usaha Sultan Malaka merebut kembali Malaka dari Portugal gagal. Di sisi lain Portugal juga terus memperkukuh penguasaannya atas jalur pelayaran di [[Selat Malaka]]. Pada pertengahan tahun 1521, Portugal menyerang [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]], sekaligus meruntuhkan kerajaan yang juga merupakan [[sekutu]] dari Sultan Malaka.
 
Selanjutnya pada bulan Oktober 1521, pasukan Portugal dibawah pimpinan de Albuquerque mencoba menyerang Bintan untuk meredam perlawanan Sultan Malaka, namun serangan ini dapat dipatahkan oleh Sultan Mahmud Syah. Namun dalam serangan berikutnya pada [[23 Oktober]] [[1526]] Portugal berhasil membumihanguskan Bintan, dan Sultan Malaka kemudian melarikan diri ke [[Kampar]], tempat dia wafat dua tahun kemudian.<ref name="Winstedt"/> Berdasarkan [[Sulalatus Salatin]] Sultan Mahmud Syah kemudian digantikan oleh putranya [[Alauddin Syah dari Johor|Sultan Alauddin Syah]] yang kemudian tinggal di [[Pahang]] beberapa saat sebelum menetap di [[Johor]].<ref name="Andaya">{{cite book|last= Andaya|first= Leonard Y.|title= Leaves of the same tree: trade and ethnicity in the Straits of Melaka|publisher= University of Hawaii Press|year= 2008|id= ISBN 08248318960-8248-3189-6 }}</ref> Kemudian pada masa berikutnya para pewaris Sultan Malaka setelah [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud Syah]] lebih dikenal disebut dengan [[Sultan Johor]].
 
== Pemerintahan ==
Baris 80:
 
== Daftar raja Malaka ==
Berikut daftar raja Malaka<ref name="ISAS">Institute of Southeast Asian Studies, (2005), ''Admiral Zheng He & Southeast Asia'', ISBN 9812303294981-230-329-4.</ref>
{| class="wikitable"
|-