Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: Amandemen → Amendemen (5), removed stub tag using AWB
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: Dekrit → Dekret (3) using AWB
Baris 91:
Namun, Konstituante yang semula diharapkan dapat menetapkan Undang-Undang Dasar ternyata menemui jalan buntu. Di tengah perdebatan yang tak berujung pangkal, pada tanggal 22 April 1959 Pemerintah menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945, tetapi anjuran ini pun tidak mencapai kesepakatan di antara anggota Konstituante.
 
Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan DekritDekret Presiden yang berisikan :
* Pembubaran Konstituante,
* Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950,
* Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
 
Untuk melaksanakan Pembentukan MPRS sebagaimana diperintahkan oleh DekritDekret Presiden 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 yang mengatur Pembentukan MPRS sebagai berikut :
* MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
* Jumlah Anggota MPR ditetapkan oleh Presiden.
Baris 105:
Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1960 berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.
 
Pada tanggal 30 September 1965 terjadi peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI. Sebagai akibat logis dari peristiwa pengkhianatan G-30-S/PKI, mutlak diperlukan adanya koreksi total atas seluruh kebijaksanaan yang telah diambil sebelumnya dalam kehidupan kenegaraan. MPRS yang pembentukannya didasarkan pada DekritDekret Presiden 5 Juli 1959 dan selanjutnya diatur dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, setelah terjadi pemberontakan G-30-S/PKI, Penetapan Presiden tersebut dipandang tidak memadai lagi.
 
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diadakan langkah pemurnian keanggotaan MPRS dari unsur PKI, dan ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1966 bahwa sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945 sampai MPR hasil Pemilihan Umum terbentuk.