Universitas Khairun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, replaced: akte → akta (12) using AWB
k clean up, replaced: karaktar → karakter (3) using AWB
Baris 79:
Secara historis, pencitraan Portugis mengenai sikap dan watak Sultan Khairun yang santun dan toleran adalah suatu kekeliruan belaka. Di balik itu semua, pengiriman Kaicili Khairun oleh Altaide ke Goa untuk alasan pendidikan, ternyata menciptakan suatu bangunan pemikiran tersendiri bagi Kaicili Khairun yang bertujuan untuk menanamkan citra jelek dengan memusuhi dan anti kepada agamanya sendiri, Islam. Hal tersebut dapat dicermati dari amanat Kaum Salibis Eropa sebagaimana termanifestasi dalam teori 3G (Gold, Gospel, and Glory), bahwa bangsa Iberia (Andalusia; Portugis dan Spanyol) diharapkan mampu mewujudkan impian mereka atas dominasi Kerajaan Moro (Islam) di Kepulauan Maluku. Artinya, dalam rangka untuk menguasai perdagangan cengkeh di kepulauan ini, maka peran penting bangsa Portugis adalah untuk melenyapkan kekuasaan Islam atas dominasi mereka dalam perdagangan cengkeh di wilayah itu. Dalam literatur Spanyol, Kerajaan Maluku sering disebut sebagai Moro atau orang Moro yang dapat dimaknai sebagai Kerajaan Islam. Istilah Moro yang kemudian dikenal di Maluku sekarang, pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Eropa ketika mereka datang di Maluku pada abad ke-16. Sesuai laporan Pigafetta tahun 1521, bahwa ketika bangsa Spanyol tiba pertama kali di Tidore dengan kapal Victoria dan Trinidad yang bertujuan untuk membeli cengkeh di pulau ini, seseorang yang mula-mula menyambut kedatangan Spanyol dan naik ke atas kapal Victoria adalah Sultan Tidore, Al-Mansur. Lebih lanjut dikatakan oleh Pigafetta bahwa Al-Mansur adalah seorang Moro. Informasi sebagaimana disampaikan oleh Pigafetta ini dapat disimpulkan bahwa Al-Mansur adalah seorang Muslim atau seorang yang beragama Islam. Kata Moro, adalah sebutan dari orang-orang Iberia (Andalusia) kepada pasukan Islam Maroko yang pernah menginvasi wilayah itu melalui Maroko (Afrika Utara) pada 19 Juli 711 yang dipimpin oleh Thariq Ibn Ziyad. Istilah Moro di Eropa, memiliki konotasi pada ajaran Islam, kerajaan Islam, dan orang Islam. Rentetan peristiwa ini merupakan bagian dari upaya Kaum Salibis Eropa untuk menaklukan Kerajaan Islam, memaksa penduduk Muslim untuk mengkonversi agama mereka ke Kristen Katolik di wilayah manapun mereka temui, termasuk Kerajaan Islam dan orang Islam di Kepulauan Maluku. Di belahan Dunia-Timur, sebutan Moro tidak hanya terdapat di Kepulauan Maluku saja, tetapi juga istilah ini terdapat di wilayah Filipina Selatan yang dikonotasikan kepada para pejuang Front Pembebasan Nasional Islam-Moro (MNLF) yang dipimpin oleh Nur Misuari. Di wilayah ini terdapat dua Kerajaan Islam, yaitu Mangindanao dan Sulu yang pada masa lalu pernah memiliki jaringan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan Islam di Maluku. Wilayah Filipina Selatan juga pernah digunakan oleh Spanyol sebagai pusat untuk mengontrol jaringan perdagangan rempah-rempah (cengkeh) di Kepulauan Maluku.
 
Namun sayangnya, impian bangsa Iberia itu telah menjadi isapan jempol belaka seiring peristiwa pada 28 Februari 1570. Perjuangan Sultan Khairun yang sesungguhnya adalah melindungi kemakmuran kerajaan di balik kebesaran ideologi. Bagi Sultan Khairun; Islam, Cengkeh, dan Kerajaan adalah satu kesatuan trilogi kerajaannya (triaspolitika-Maluku) yang sudah sejak lama membentuk karaktarkarakter orang-orang Maluku seperti yang digambarkan oleh Andaya sebagai Dunia-Maluku. Dunianya orang-orang Maluku yang jauh berbeda dengan Dunia-Eropa. Dengan cengkeh, agama Islam dan Kerajaan (Kesultanan) telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat di wilayah Kepulauan Maluku yang dapat dijadikan oleh penduduk setempat sebagai ideologi dan karaktarkarakter mereka hingga kini. Karena cengkeh itu pulalah, banyak anak yatim, janda dan air mata menjadi kenangan pahit di kawasan ini.
 
'''Wafatnya Sultan Khairun'''
Baris 880:
'''Periode Rektor Drs. H. Rivai Umar, M.Si (1998-2004)'''
 
Satu tahun setelah menjadi Rektor, pada periode 1999-2000 Unkhair mengembangkan visi pembangunan untuk menjawab berbagai tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Tahun-tahun itu merupakan tahun gejolak yang cukup berat di Maluku Utara karena dilanda kerusuhan horisontal di beberapa tempat dan berpengaruh bagi proses belajar-mengajar di kampus. Namun, walau berbagai gejolak terjadi, visi pengembangan Unkhair dirumuskan dalam empat hal: (1) mendorong penyediaan fasilitas administrasi akademik dalam kerangka penyediaan tata-kelola pembelajaran penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, (2) mendorong sistem pengelolaan organisasi yang berbasis corporate culture melalui kendali mutu dan pengelolaaan sistem evaluasi yang sistematik dan seimbang guna mendapatkan mutu keluaran Unkhair; (3) mendorong pelaksanaan pelatihan dan membiasakan kegiatan penelitian para dosen dan mahasiswa guna mencapai derajat universitas yang berkaraktarberkarakter research university, dan (4) membuat jaringan kerja sama dengan lembaga-lembaga penguna jasa keluaran Unkhair dengan perguruan di tingkat nasional dan perguruan tinggi internasional untuk memberikan manfaat akseleratif terhadap pertumbuhan dan peningkatan mutu pengelolaan pendidikan di Unkhair.
 
Hingga akhir tahun 2001—seiring dengan kemajuan pembangunan di Maluku Utara sebagai dampak pemekaran Provinsi Maluku Utara—maka kemampuan masyarakat lokal secara finansial untuk menjangkau pendidikan tinggi cenderung meningkat. Pilihan masyarakat pun pada akhirnya merujuk kepada Unkhair yang semakin berkembang. Setidaknya, dalam periode 1998-2003, perkembangan akademik, mahasiswa, dan manajemen keuangan semakin membaik. Adapun sarana perkuliahan yang digunakan masa itu masih sama dengan periode sebelumnya, yaitu di Kampus Akehuda, Kampus Jati (yang menggunakan gedung milik Yayasan Pendidikan Khairun), dan kampus yang berlokasi di Kompleks Pohon Pala milik Pemda Halmahera Barat. Pada tahun 2004 Unkhair telah memiliki tujuh Fakultas dan 25 Program Studi Strata Satu (S1) dan satu Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Dengan perkembangan ini membuat Unkhair semakin maju dan bermutu. Pada tahun 2004 jumlah dosen Unkhair telah mencapai 237 dengan kualifikasi S1 sebanyak 187, S2 sebanyak 47 dan S3 sebanyak 3 orang sementara jumlah mahasiswa pada tahun 2004 sebanyak 7.188.