Pertempuran Badar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 18:
'''Pertempuran Badar''' ([[bahasa Arab]]: <font size=4>'''غزوة بدر'''</font>, ''ghazwāt badr''), adalah pertempuran besar pertama antara umat [[Islam]] melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 [[Maret]] [[624]] Masehi atau 17 [[Ramadan]] 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan [[Quraisy]]<ref>Quraisy adalah suku bangsa Arab yang menguasai kota Mekkah. Istilah "Quraisy" dan "penduduk Mekkah" secara umum dapat digunakan saling menggantikan, yaitu pada masa antara peristiwa [[Hijrah]] pada tahun 622 dan [[Pembebasan Mekkah]] oleh kaum Muslim pada tahun 630.</ref> dari [[Mekkah]] yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.
 
Sebelum pertempuran ini, kaum [[Muslim]] dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu. Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wasallamsaat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan terhadap [[kafilah]] Quraisy yang baru saja pulang dari [[Syam]], ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi WasallamyangWasallam yang sangat berdisiplin bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias [[Amr bin Hisyam]].
 
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman [[jahiliyah]]. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wasallam sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.
 
Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam [[Pertempuran Uhud]].
Baris 56:
<blockquote>''"Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu,<ref>Maksudnya kafilah Abu Sufyan yang membawa barang dagangan dari Syiria (''peny.'': Suriah). Sedangkan kelompok yang berkekuatan senjata adalah kelompok yang datang dari Mekah dibawah pimpinan Utbah bin Rabi'ah bersama Abu Jahl. ''Al-Quran & Terjemahnya''. Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur'an Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, Cet. ke-10. 2005.</ref> dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir"''. '''[[Surah Al-Anfal|Al-Anfal]]: 7'''</blockquote>
 
Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai keberangkatan pasukan dari Mekkah. Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wasallam segera menggelar rapat [[dewan peperangan]], disebabkan karena masih adanya kesempatan untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang baru saja masuk Islam (disebut kaum ''[[Anshar]]'' atau "Penolong", untuk membedakannya dengan kaum Muslim Quraisy), yang sebelumnya hanya berjanji untuk membela Madinah. Berdasarkan pasal-pasal dalam [[Piagam Madinah]], mereka berhak untuk menolak berperang serta dapat meninggalkan pasukan. Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam (''sirah''), dinyatakan bahwa mereka pun berjanji untuk berperang. Sa'ad bin Ubadah, salah seorang kaum Anshar, bahkan berkata "Seandainya engkau (Muhammad) membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu."<ref name="book19">[http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/muslim/019.smt.html#019.4394 Sahih Muslim: Book 19, Number 4394]</ref> Akan tetapi, kaum Muslim masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran terbuka, dan terus melanjutkan pergerakannya menuju Badar.
 
Pada tanggal 15 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar. Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang telah berkuda di depan barisan utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air dari pasukan Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika mendengar para tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah dagang, melainkan berasal dari pasukan utama Quraisy. Karena menduga bahwa mereka berbohong, para penyelidik memukuli kedua tawanan tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah dagang. Akan tetapi berdasarkan catatan tradisi, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wasallam kemudian menghentikan tindakan tersebut.<ref name="book19" /> Beberapa catatan tradisi juga menyatakan bahwa ketika mendengar nama-nama para bangsawan Quraisy yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata "Itulah Mekkah. Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya."<ref>Martin Lings, hal. 142</ref> Hari berikutnya Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wasallam memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan ke wadi Badar dan tiba di sana sebelum pasukan Mekkah.
 
Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama "Yalyal". Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah bukit besar bernama "'Aqanqal". Ketika pasukan Muslim tiba dari arah timur, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wasallam pertama-tama memilih menempatkan pasukannya pada sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil diyakinkan oleh salah seorang pejuangnya, al-Habâb bin Mundzir Radhiyallahu anhu, untuk memindahkan pasukan ke arah barat dan menduduki sumur yang terdekat dengan posisi pasukan Quraisy. Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wasallam kemudian memerintahkan agar sumur-sumur yang lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa harus berperang melawan pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber air yang tersisa.
 
=== Rencana pasukan Mekkah ===