Keresidenan Cirebon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 24:
==== Belanda dalam masalah ''pribawa'' ====
 
Pada tahun 1697 Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Syamsudin Martawijaya meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang putra, yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin dan Pangeran Raja Arya Cirebon, atas dasar ''pribawa'', Belanda menentukan derajat paling tinggi (diantara seluruh keluarga besar kesultanan Cirebon) ditempati oleh adik almarhum Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Syamsudin Martawijaya yaitu Sultan Anom I Sultan BadridinBadrudin Kartawijaya kemudian Pangeran Nasirudin Wangsakerta menduduki tempat kedua dan kedua putra almarhum Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Martawijaya yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin dan Pangeran Aria Cirebon Abil Mukaram Kaharudin berada di tempat ketiga. Pangeran Arya Cirebon kemudian membentuk cabang kesultanan sendiri yang disebut Kacirebonan<ref>Irianto, Bambang, Dyah Komala Laksmiwati. 2014. Baluarti Keraton Kacirebonan. [[Yogyakarta]] : Deepublish</ref>(pada era ini, kesultanan Kacirebonan yang dibentuk tidak sama dengan yang kemudian dibentuk oleh Pangeran Raja Kanoman pada tahun 1808)
 
Pada tahun 1703 Sultan Anom I BadridinBadrudin Kartawijaya wafat, maka dua tahun berikutnya yaitu pada tahun 1704 diadakan pengaturan urutan yang baru oleh Belanda. Panembahan Nasirudin Wangsakerta menempati derajat tertinggi (diantara seluruh keluarga besar [[kesultanan Cirebon]]), tempat kedua ditempati oleh kedua orang putra Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Martawijaya yaitu Sultan Sepuh II Sultan Sepuh Tajularipin Djamaludin dan Sultan Kacirebonan I Sultan Cirebon Arya Cirebon Abil Mukaram Kaharudin dan tempat ketiga ditempati putra Sultan Anom I BadridinBadrudin Kartawijaya yaitu Pangeran Raja Adipati Mandurareja Muhammad Qadirudin yang kemudian menjadi Sultan Anom II.
 
Pada tahun 1708, Belanda turut campur lagi untuk menempatkan perbedaan tingkatan dari ketiga cabang keluarga kesultanan Cirebon, setelah Panembahan Wangsakerta wafat tahun 1714, maka sekitar tahun 1715 – 1733 berkali-kali diadakan penggeseran tinggi rendahnya seseorang dalam menduduki tingkatan diantara keluarga besar [[kesultanan Cirebon]] yang pada waktu itu sebenarnya telah memiliki kesultanannya masing-masing, seperti anak-anak Sultan Sepuh I yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin yang telah menjadi Sultan Sepuh II di [[kesultanan Kasepuhan]] dan Pangeran Arya Cirebon Abil Mukaram Kaharudin yang telah membentuk cabang keluarga sendiri yaitu sebagai Sultan Kacirebonan pertama, demikian juga anak dari Sultan Anom I BadridinBadrudin Kartawijaya yaitu Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin yang telah menggantikan ayahnya sebagai Sultan Anom II [[kesultanan Kanoman]] begitupun anak dari Pangeran Nasirudin Wangsakerta yaitu Pangeran Muhammad Muhyiddin yang melanjutkan tugas ayahnya sebagai pemimpin ''peguron'' (tempat pendidikan) dan kepustakaan Cirebon.
 
Bermula dari masalah ''pribawa'' inilah Belanda turut campur masalah internal keluarga besar [[kesultanan Cirebon]], masalah ''pribawa'' mengenai dari cabang keluarga yang mana yang berhak menduduki tingkat tertinggi dalam keluarga besar [[kesultanan Cirebon]] selalu menimbulkan pertikaian yang berlarut-larut dan menimbulkan perselisihan yang terus menerus, peristiwa inilah yang mempercepat hilangnya wibawa keluarga besar [[kesultanan Cirebon]].