Keresidenan Cirebon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
→‎Masa kekuasaan Belanda: Menambahkan referensi dasuki
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 27:
 
Pada masa kekuasaan Belanda yang masuk dengan berbagai perjanjian ke Cirebon dan akhirnya Belanda berhasil menyingkirkan kekuasaan politik para sultan di Cirebon dengan diangkatnya Jacob Palm pada tahun 1700-an, wilayah kekuasaan kesultanan-kesultanan Cirebon pada waktu itu membentang dari Luwung Malang ([[haurgeulis, indramayu | Haur Geulis]]) hingga ke Galuh, Limbangan dan Sukapura (Galunggung) termasuk wilayah pantai selatannya.
 
Pada tahun 1808 [[kesultanan Kacirebonan]] resmi berdiri setelah sebelumnya Belanda mengembalikan Pangeran Raja Kanoman yang diasingkan, berdirinya [[kesultanan Kacirebonan]] tidak terlepas dari dukungan masyarakat kesultanan Cirebon pada Pangeran Raja Kanoman yang merasa hak-haknya dirampas.
 
Pada tahun 1808 [[Herman Willem Daendels | gubernur jendral Herman Willem Daendels]] mengeluarkan sebuah instruksi kepada para bupati agar tidak membiarkan para pemuda yang cukup umur untuk tidak menikah, instruksi tersebut tertuang sebagai berikut ;
Baris 35 ⟶ 37:
}}
 
Pada masa kemudian Belanda mulai menerapkan peraturan-peraturan di Cirebon seperti yang tertuang dalam ''reglement op het beheer van Cheribonesche Landen'' (peraturan tentang pengelolaan wilayah Cirebon) yang dikeluarkan pada 2 Februari 1809 di masa [[Herman Willem Daendels | gubernur jendral Herman Willem Daendels]] yang mengatur dengan jelas tentang struktur kewilayahan bahwa ''Cheribonesche Landen'' (wilayah Cirebon) dibagi dalam dua wilayah yaitu wilayah kesultanan Cirebon dan wilayah ''Cheribonesche-Preanger Landen'' (wilayah Priyangan-Cirebon) yang berisi Limbangan, Sukapura (Galunggung) dan Galuh<ref name=bremen>Bremen, Jan. 2014. Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870. [[Jakarta]] : Yayasan Pustaka Obor Indonesia</ref>, posisi para sultan-sultan (telah dicabut hak politiknya), patih, tentang pemberian iuran, tentang sistem kerja paksa dan kewajiban anak negeri, polisi, pembuatan jalan dan dinas pos.
 
Latar belakang dikeluarkannya peraturan tersebut salah satunya adalah penataan masyarakat, penguasa Belanda pada masa itu menginginkan agar masyarakat mendekati perusahaan kolonial dalam hal lapangan kerja, sementara dalam tataran kewilayahan paling kecil, masyarakat diperintahkan tinggal di desa yang jumlah penduduknya ditentukan, wilayah dengan jumlah penduduk kurang dari enam kepala keluarga tidak diakui keberadaannya dan harus bergabung dengan wilayah lain yang lebih besar, pemukiman dengan jumlah penduduk lebih dari sepuluh kepala keluarga diperbolehkan memiliki dua kepala (pimpinan), sementara pemukiman yang berisi enam hingga sepuluh kepala keluarga hanya diperbolehkan memiliki satu pemimpin.<ref name=bremen/>
 
Pada tahun yang sama selain ditegaskan tentang penataan wilayah, ditemukan juga perintah dari penguasa kolonial pada masa itu untuk mengurangi jumlah kyai di Sukapura (tasikmalaya dan sekitarnya) serta mencabut hak mereka dari pembebasan tanam paksa (dalam hal ini kewajiban menanam kopi)
 
Pada 13 Maret 1809, pemerintah kolonial Belanda menetapkan bahwa daerah kesultanan Cirebon (wilayah utara karesidenan Cirebon) terbagi atas daerah yang dikepalai oleh sultan-sultan yang mempunyai kedudukan sederajat dengan bupati, wilayah tersebut adalah, Cirebon dan Kuningan dikepalai oleh sultan Sepuh dari [[kesultanan Kasepuhan]], wilayah Maja dikepalai oleh sultan Anom dari [[kesultanan Kanoman]] dan wilayah Indramayu dikepalai oleh sultan Kacirebonan dari [[kesultanan Kacirebonan]] sementara wilayah [[kota Cirebon]] pada masa itu dibagi dua wilayahnya antara sultan Sepuh dan sultan Anom<ref>Dasuki, D.A. Dkk. 1977. Sejarah Indramayu. [[Indramayu]] : Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu</ref>
 
== Masa pemerintahan Republik Indonesia ==