Karawitan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k tidy up, replaced: dimana → di mana (5), Jaman → zaman, Frekwensi → Frekuensi, nafas → napas (3), removed stub tag |
k Robot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 25:
Seperti telah diterangkan di atas, sekar mempunyai kedudukan yang tersendiri dalam kehidupan karawitan, walaupun pada dasarnya sekar berbeda dengan bicara biasa, sekar sangat dekat bahkan terkadang sangat dominant dengan lagam bicara atau dialek. Dialek Cianjur, Garut, Ciamis, Majalengka dalam mengungkapkan percakapan seringkali seolah-olah bermelodi seperti bernyanyi. Oleh karena kesan dialek yang sangat erat itulah kiranya banyak orang luar daerah Sunda yang secara tidak langsung menyebutkan bahwa cara bicara orang Sunda seperti bernyanyi. Memang erat dengan penggunaan kata-kata di dalamnya tetapi kata-kata dalam sekar telah diolah sedemikian rupa sehingga berbentuklah penampilan secara utuh menjadi sebuah komposisi lagu. Dengan demikian, jelaslah bahwa kata dalam kedudukan sekar merupakan salah satu alat pengungkap masalah atau tema yang diketengahkan. Kata yang sama dapat diungkapkan dalam berbagai lagu/melodi, menurut kehendak rasa seni si pencipta itu sendiri. Akan tetapi tanpa disadari bahwa terkadang dalam kehidupan sekar tidak selalu dipergunakan kata secara utuh, sering terdengar suara bunyi dijadikan lagu. Hal ini sering terjadi dalam lagu-lagu tertentu, misalnya hanya mempergunakan bunyi a saja atau nang neng nong atau hm dan lain-lain. Penggunaan kata yang tidak jelas sering didapati apabila bersenandung atau ngahariring/hariring.
Dari kesimpulan itu, dapatlah ditarik beberapa hal yang sangat erat bertalian dengan sekar, yaitu: Lagam bicara dialek adalah khas daerah tertentu dalam berbicara sehari-hari yang dari ungkapannya dapat kita tarik satu garis melodi yang sangat erat bertalian dengan nada. Contoh dapat ditemukan dalam kata Punten, Masya Allah
Contoh kata-kata yang sangat lekat dengan lagu dalam lagam bicara antara lain:
a)
b)
c)
Dalam pergelaran wayang golek, hal ini akan terasa pada tokoh Semar, misalnya pada biantara di bawah ini:
Baris 45:
Beberapa sebutan yang berkaitan dengan sekaran
1.1.
Sifat dari ngahariring biasanya dibawakan secara halus sekali, pemakaian kata dalam lagu lebih menonjol kata bunyi. Pengertian halus disini lain sekali dengan dinamika lagu. Halus dalam membawakan hariring adalah makna dari sikap yang cenderung bernyanyi untuk diri sendiri. Ngahariring dalam kehidupan sehari-hari sangat erat hubungannya dengan pengisi jiwa sambil bekerja. Ngahariring dapat bersifat improvisasi ataupun lagu yang telah ada. Kata bekerja lain dari ngaharirirng adalah bersenandung dengan volume suara yang halus, lunak agar penampilannya itu tidak berisik sehingga mengganggu orang lain. Sering pula hal ini terjadi bila seseorang sedang mempelajari lagu yang belum dikuasai. Suasana ngahariring timbul lebih cenderung dalam keadaan gembira sambil bekerja. Dalam penampilannya, ngahariring dapat saja menjadi lain, hal ini tergantung dari kalimat yang dipergunakan.
Baris 51:
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ngahariring adalah bernyanyi hanya ungkapannya lebih dalam untuk diri sendiri atau dengan kata lain kesannya lebih subjektif.
1.2.
Pada dasarnya ngahaleuang berarti bernyanyi. Haleuang berarti nyanyian/sekar. Kalau dilihat dari sifat penyajiannya ngahaleuang terasa lebih terbuka, lebih keluar dan lantang. Jadi, pengaruh terhadap surupan itu sendiri sangat kuat sekali. Lagu-lagu Tembang sangat jarang ditafsirkan sebagai ngahaleuang. Dilihat dari tempo lagu, biasanya istilah ngahaleuang banyak mempergunakan tempo sedang.
1.3.
Kata Galindeng erat sekali dengan sekar, bahkan sering sekali menunjukan arti suara dari seorang penyanyi yang biasanya lebih tepat pada suara-suara yang empuk, halus. Ngagalindeng artinya suara (nyanyian) yang dibawakan secara penuh perasaan, terutama pada suara-suara (bagian melodi) yang penuh dengan mamanis (kembangan-kembangan)
1.4.
Penempatan kata babaung adalah tahap kata yang kasar untuk bernyanyi. Biasanya kalau suaranya tidak enak atau membetulkan agar nyanyiannya dilakukan yang benar. Itu pun terbatas pada kelakar atau sindiran tertentu saja, dilakukan pada orang yang lebih muda atau sesama yang sudah akrab.
1.5.
Walaupun pada dasarnya Tembang dan Kawih berbeda lagam, pengertian kakawihan dan tetembangan mempunyai arti yang sama. Kakawihan atau Tetembangan ialah menyanyikan lagu dengan cara-cara seenaknya, cenderung mengisi suasana untuk diri sendiri. Sebagai contoh ketika sedang mandi, sedang berdandan, melakukan pekerjaan dan lain-lain. Lagunya yang telah hapal atau sering pula diberi improvisasi-improvisasi spontan.
Baris 71:
Menurut bentuk ditinjau dari penggunaan irama, karawitan sekar dibagi dua bagian besar yaitu : Sekar Irama Merdeka (bebas irama) dan Sekar Tandak (ajeg, tetap)
2.1.
Yang dimaksud dengan sekar irama merdeka ialah sekar (vokal, nyanyian) yang dalam membawakan lagunya tidak terikat oleh irama. Panjang pendeknya dalam membawakan lagu, terutama pada bagian-bagian frase lagu (kenongan, goongan) bebas menurut keinginan juru sekar itu sendiri. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa kebebasan itu bisa berlanjut panjang tanpa ketukan sama sekali, ketukan masih tetap ada, hanya sifatnya semu yang bersatu dalam ungkapan perasaan pada waktu membawakan lagunya. Para tokoh tembang lebih cenderung menyebutnya dengan istilah wirahma.
Baris 96:
Beberapa nama lagu dalam Tembang Sunda: Papatet, Mupu Kembang, Jemplang Titi, Liwung, Asmarandana Degung, Jemplang Karang dan lain-lain.
Dalam sekar tembang Sunda Cianjuran, yang menjadi ciri utamanya adalah ornamentasi atau dongkari.
2.1.1.1.
Menurut Kamus Umum Basa Sunda, riak artinya nimbulkeun cahaya nu siga ombak-ombakan (menimbulkan cahaya seperti gelombang).
5 . 5 . 5 5 . 5 54 5 . 5451 2
Baris 106:
Pa- ja - jaran ka-ri nga- ran
2.1.1.2.
Reureueus pada umumnya digunakan oleh para penembang untuk menamakan semua jenis dongkari dalam tembang Sunda Cianjuran.
2 15 5 . 5554 3451 2 15 5 22 2 . 2 15
Baris 114:
Pangra- ngo geus narik ko- lo - t
2.1.2.3.
Gibeg menurut Kamus Umum Basa Sunda artinya yaitu ngobahkeun
=
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
2.1.2.4.
Kait artinya sama dengan nyangkol yaitu menempel keras karena lilitan tali.
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Baris 129:
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
2.1.1.5.
Istilah inghak diambil dari peristiwa menangis yang diterapkan pada dongkari tembang Sunda Cianjuran.
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Baris 137:
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
2.1.1.6.
Dongkari jekluk yaitu gabungan dua buah nada dari nada rendah ke nada tinggi.
02 15 5 . 5554 3451 2 15 5 22 2 . 2 15 .
Baris 147:
2.2.1.7. Rante/beulit
Dongkari rante/beulit yaitu gabungan dua buah nada atau lebih yang disuarakan dengan cara mengulang nada-nada tersebut sehingga menghasilkan suara yang bila digambarkan menyerupai bentuk spiral atau rante.
02 15 5 . 4545 4 51 . 2 2 15 5 2 2 2 321
Baris 153:
Nya cada - s cada - s ha -re- ra- ng
2.1.1.8.
Dongkari lapis yaitu penyuaraan satu buah nada yang mengikuti nada sebelumnya.
03- 2 2 2 . 1 2 2 2 21 2 . 2 15 0
Baris 161:
Angkat ba- ri re- rendenga - n
2.1.1.9.
Dongkari gedag yaitu menyuarakan satu nada yang tetap dengan mendapat tekanan.
02 2 . 2 2 . 2 2 2 . 12 0
Baris 169:
Payung hiji ku dua - an
2.1.1.10.
Dongkari leot yaitu gabungan dua buah nada, dari nada tinggi ke nada rendah misalnya dari nada 5 (la) ke nada 1 (da), nada 2 (mi) ke 3 (na), dan seterusnya.
02 2 . 2 2 . 2 2 2 . 1 2 .
Baris 177:
Payung hiji ku dua - an
2.1.1.11.
Dongkari buntut pada prinsipnya sama dengan dongkari lapis.
03- 2 2 . . 2 2 2 1212 2 1 . 5 5 . 54
Baris 189:
Nya ca-da - s cada - s hare - ra - ng
2.1.1.12.
Dongkari cacag yaitu penyuaraan satu buah nada dengan teknik memberikan tekanan
01 1 222 15 . 3 3 3 3454 23 3454
Baris 197:
Kieu ka-ja-di-an- na - na
2.1.1.13.
Dongkari baledog yaitu gabungan dua buah nada yang disuarakan tanpa tekanan.
03- 2 2 2 1 2 2 2 212 . 2 15 0
Baris 209:
Me -la-------k bako di ba - si - sir
2.1.1.14.
Dongkari kedet senantiasa ditempatkan di akhir kalimat lagu yang berfungsi untuk madakeun (mengakhiri) lagu.
04 4 .4 4 4 34543454 32 . 2 23 . 5
Baris 217:
birit leuwi peu - peunta - san
2.1.1.15.
Dongkari dorong pada dasarnya merupakan dinamika dari suara yang tidak mendapat tekanan menuju nada berikutnya dengan mendapat tekanan.
2 2 2 . 1 2222 15 0
Baris 231:
Dirungsi -----------------ng
2.1.1.16.
Dongkari galasar yaitu gabungan dua atau tiga buah nada yang disuarakan seperti diayun, tanpa terputus, dan mendapat tekanan.
4 3 3 3 3333 32 0 3 3454 23 3 3454 4
Baris 245:
Daweu --------------------ng diajar lu- deu- ng
2.1.1.17.
Dongkari golosor yaitu gabungan beberapa nada dengan teknik penyuaraan tanpa tekanan.
3 .2 34545 5
Baris 277:
Dalam penyajiannya, kakawen dapat dibeda-bedakan menjadi
a.
Adalah sekaran permulaan yang dibawakan dalang dengan rumpaka/bahasa Kawi atau pujangga. (Kakawi-an menjadi Kakawen)
Baris 283:
Pada praktiknya Murwa terbagi atas
(1)
Murwa yang dapat dipergunakan untuk bermacam-macam adegan/jejeran, seperti:
Baris 303:
Anatepi pangandika
(2)
Murwa yang hanya digunakan khusus untuk suatu adegan/jejeran. Contohnya:
Baris 315:
Ungwan Banowati ywuna amren lalangen nwang nata Duryudana
b.
Prolog dalang yang menggambarkan situasi/keadaan sifat, watak, tata hidup dan kehidupan raja dan masyarakatnya dengan segala yang digarapnya dan sebagainya, contoh:
Baris 329:
Gemah ripah kerta raharja
c.
Sekaran dengan rumpaka yang bertemakan gambaran suatu keadaan yang sedang dihadapi agar lebih jelas dan lebih indah didengar, contoh:
Baris 339:
Sekar mekar ing galihe pandele si pandan arum
d.
Sekaran yang mempergunakan rumpaka untuk menggambarkan adegan sedih/kesedihan, contoh:
Baris 349:
Perlambang simungkumi
2.2.
Sekar tandak ialah nyanyian yang terikat oleh ketentuan-ketentuan ketukan dan matra (wiletan, gatra). Dari ikatan ketukan dan matra-matra banyak berdampingan dengan irama lagu yang dipergunakan. Peraturan-peraturan itu sudah merupakan kaidah tersendiri dari bentuk paduan tandak di antara sekar dan gending. Adapun lagu-lagu dalam ragam sekar tandak dapat kita ketahui sebagai berikut.
(1)
Kata Sindenan lebih dikenal pada pergelaran wayang dan kiliningan. Disebut sindenan karena yang membawakannya biasa disebut sinden (waranggana, penyanyi wanita). Lagu-lagu yang dibawakan banyak berpangkal pada bentuk klasik dan tradisional. Walaupun demikian, kreasi-kreasi baru banyak pula dibawakan walaupun dalam beberapa hal telah sedikit berubah warnanya. Perubahan itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh teknik warna suara yang telah khas pada tiap pesinden. Kebanyakan lagu-lagu sinden adalah lagu anggana. Kalau ada beberapa yang bersifat rampak biasanya bersifat kreasi saja. Dalam beberapa penampilan tertentu sindenan mempunyai lagam daerah tersendiri. Lagam itu lebih cenderung disebut pula sebagai gaya (style). Ada dua bagian besar gaya dalam kepesindenan, yaitu: gaya Priangan dan gaya Kaleran.
Baris 367:
Contoh tulisan lagu sindenan:
(2)
Salah satu lagam dari khazanah seni suara Sunda. Pengertian kawih pada mulanya sama dengan sindenan, tetapi perkembangan memecah kedudukan yang berbeda antara kawih dan sindenan. Perbedaan itu bukan saja terletak pada pergelaran dan teknik-teknik bernyanyi saja, melainkan juga lingkunganna.
Baris 373:
Menurut pengamatan yang bersumber pada buku Siksa Kandanf Karesian tahun 1518, masyarakat Sunda telah mengenal kawih dahulu sebelum tembang (pupuh) masuk pada zaman Mataram (abad XVI). Cuplikan dari buku itu mengatakan bahwa telah dikenal bermacam-macam kawih, anatara lain:
Ø
Ø
Ø
Ø
Ø
Ø
Ø
Ø
Ø
Ø
Ø
Ahli seni suara biasa disebut paraguna. Jelaslah bahwa lagam kawih jauh telah lama hidup dalam khazanah karawitan Sunda. Masalahnya sekarang bahwa hal yang tertera di atas hanya merupakan nama saja karena sudah sangat jarang sekali orang-orang yang tahu tentang lagu-lagu kawih yang disebutkan tadi.
Baris 403:
Kawih mempunyai “sejak” yang tersendiri. Hal ini bisa kita perhatikan dari pergelarannya, iringannya dan teknik bernyanyi termasuk didalamnya pemanis-pemanis. Laras-laras kawih dalam lagu-lagu remaja kebanyakan berlaras pelog dan madenda. Laras salendro terasa sangat jarang sekali. Hal ini banyak bersumber pada kreativitas para juru sangginya yang memang sangat jarang menciptakan lagu-lagu dalam laras salendro. Lagam kawih yang terdapat pada tembang adalah pada lagu panambih (ekstra). Lagu panambih adalah lagu tambahan setelah sekar irama merdeka, irama yang dipergunakan tandak. Perbedaan yang menyolok hanya soal surupan saja, di mana kalau tembang surupan rendah (da = G), sedangkan kalau lagam kawih lebih tinggi surupannya (da = A = 440 Hz).
(3)
Lagu-lagunya kebanyakan berirama tandak. Cirri khas dari lagu ketuk tilu adalah dalam iringannya serta melodi lagu yang melengking tinggi dengan warna suar penyanyi wanita yang lincah segar. Keunikan dari penampilan lagu ketuk tilu banyak diwarnai pula dengan kehadiran senggak. Ketuk tilu tanpa senggak rasanya sepi sekali. Keakraban ini telah menjalin suatu warna yang khas yang memberikan warna kemeriahan dan suasana pedesaan (lembur). Senggak adalah suara manusia yang tidak beraturan untuk meramaikan suasana.
Baris 413:
Contoh tulisan lagu ketuk tilu
(4)
Biasa pula disebut sekar dolanan atau lagu dolanan untuk anak-anak. Secara tradisi lagu-lagu anak banyak terungkap dalam lagu-lagu kaulinan urang lembur. Lagunya dinamis dan sangat akrab dengan gerak. Bahkan dari keakraban itu sendiri berkembang menjadi permainan anak-anak. Pada kesenggangan sore hari, mereka berkumpul, bernyanyi dan bermain. Lagu-lagu yang terkenal seperti Cing cangkeling, Perepet Jengkol, Sasalimpetan, Slep Dur dan lainnya, kebanyakan berlaras Salendro.
Baris 421:
Beberapa cirri tertentu dari lagu anak-anak, antara lain:
A.
B.
C.
Khusus untuk lagu-lagu permainan Mang Koko dan MO Koesman mengolah secara khusus dalam buku Taman Bincarung dengan laras yang dipergunakan salendro. Dalam buku ini selain mereka belajar lagu juga diajarkan teknik permainan yang bersumber dari tema lagu. Istilah yang dipakai disebut Gerak Indriya Bincarung.
Baris 433:
Contoh tulisan lagu Indriya:
(5)
Lagu yang telah merakyat dan populer di masyarakat. Masalahnya sekarang akan batas kurun waktu. Umpamanya berapa tahun lagu itu bisa digolongkan sebagai lagu rakyat. Memang diketahui bahwa kebanyakan lagu-lagu rakyat anonim dan telah lama hidupnya. Ada pula yang diketahui pengarangnya, diketahui populernya lagu itu dan kini telah menjelma menjadi sebutan lagu rakyat. Dengan demikian, kurun waktu untuk pengertian lagu-lagu rakyat bukan merupakan suatu jaminan sebab banyak lagu-lagu yang telah lama justru hilang dan tidak diketahui oleh umum.
Baris 447:
Lagu-lagu rakyat akan terus berkembang selama para kreatornya terus berkreasi. Hanya mungkin dari sekian jumlah ciptaannya paling-paling hanya beberapa buah saja yang akan sangat populer dan merakyat di masyarakat. Contohnya lagu Es Lilin dan Warung Pojok yang bisa menembus untuk diakui sebagai lagu rakyat (Lagu-lagu ini diketahui penciptanya).
(6)
Lagu berbentuk syair berisi tentang pengajaran agama Islam, nasihat, puji kepada Allah, salawat untuk serta do’a, Lagu pupujian tanpa menggunakan iringan sering dibawakan di masjid atau madrasah, biasa sebelum dilaksanakan shalat, ceramah dan kegiatan lainnya. Saat ini lagu-lagu pupujian berbahasa Sunda (Tagoni, Qasidah) telah berkembang pesat dengan bentuk dan nama yang baru seperti “Nasyid”, penyajiaanya tidak hanya di masjid atau madrasah, tetapi telah pula ditempat-tempat keramaian, termasuk dalam perayaan keagamaan, khitanan, pernikahan dan lain sebagainya. Mang Koko dengan Rumpaka dari RAF banyak membuat lagu-lagu Pupujian ini, seperti lagu Hamdan, Ajilu, Shalawat Bani Hasim, dsbnya.
Baris 455:
Berdasarkan kepada penyajiannya, sekar dapat dibagi menjadi: Anggana Sekar, Rampak Sekar, Layeutan Suara, Sekar Catur, Drama Suara.
3.1.
Sekar yang dibawakan oleh satu orang. Penyanyi sekar secara mandiri ini bermacam-macam namanya; dalam Tembang disebut Juru Mamaos atau Penembang, dalam kawih biasa disebut juga Juru Sekar/Juru Kawih, dalam kiliningan biasa disebut Sinden, dan pada Ketuk Tilu Buhun disebut Ronggeng. Nama-nama itu adalah nama-nama yang mandiri dan biasanya ditujukan kepada penyanyi wanita. Penyanyi pria lebih dikenal dengan sebutan Wira Swara.
Baris 461:
Lagu-lagu klasik kebanyakan bersifat anggana, jarang sekali dibawakan secara bersama, kecuali telah mendapat sentuhan kreatifitas untuk disajikan menjadi bentuk lain. Keistimewaan lagu-lagu anggana adalah kebebasan dalam berimprovisasi, terutama dalam pengisian mamanis/ornament/dongkari. Makin tinggi teknik-teknik dalam pengolahan sekar, maka makin semaraklah lagu itu. Tentu saja dalam beberapa hal harus diperhatikan adu manisnya agar dalam mengolah lagu itu tidak menjadi berlebihan.
3.2.
Nyanyian yang sama dalam satu tahap suara dibawakan bersama-sama. Rampak Sekar sangat populer pada lagu-lagu Kawih. Lingkungan yang banyak mengetengahkan lagu-lagu rampak sekar adalah para pelajar. Hal ini sebenarnya berlanjut dari system klasikal dalam pelajaran bernyanyi di kelas. Sebelum mengenal istilah rampak sekar (Rampak=Bersama, Sekar=Nyanyian) terlebih dahulu dikenal istilah Panembrama. Pada dasarnya rampak sekar maupun panembrama sama saja. Lagu yang dibawakan satu tahap suara. Perbedaan hanya terletak pada pemilihan lagu-lagunya. Dalam Panembrama jiwa lagunya kebanyakan mengambil lagu-lagu yang mempunyai gerakan anca, isi rumpakanya menggambarkan kegembiraan, ucapan selamat kepada para tamu dan maksud dari diselenggarakan pergelaran. Lagunya antara lain Kadewan.
Baris 471:
Contoh tulisan lagu Rampak Sekar
3.3.
Karena pada mulanya rampak sekar itu merupakan lagu yang dibawakan dalam satu tahap suara saja, maka perkembangan kreasi baru terasa menuntut lain tentang pengertian ini. Apa yang dikatakan rampak sekar sekarang sudah tidak lagi mengetengahkan satu tahap suara saja, tetapi sudah berkembang menjadi dua tahap, tiga tahap bahkan empat tahap suara. Untuk bentuk penyajian lagu yang demikian maka lahirlah istilah Layeutan Suara. Istilah ini banyak dipopulerkan oleh kreasi-kreasi Mang Koko. Layeutan Suara identik dengan istilah Paduan Suara dalam musik.
Jumlah peserta layeutan suara dapat berjumlah dari 10 orang sampai 30 orang. Jumlah itu tidak tetap, bisa dikembangkan menurut kebutuhannya. Pada perkembangan sekarang, lagu-lagu Sunda sudah bisa diketengahkan dalam suatu aubade, di mana jumlah penyanyinya bisa mencapai ratusan bahkan ribuan. Untuk istilah layeutan suara, Pak Machyar Anggakusumadinata menyebutnya dengan istilah
3.4.
Lagu yang dibawakan secara berdialog disebut Sekar Catur (Sekar=nyanyian, Catur=ceritera, obrolan). Bentuk seperti ini sangat banyak sekali. Pada lagam sindenan, lagam kawih, lagu sekar catur ini sangat dikenal sekali. Begitu pula pada bentuk jenaka Sunda. Para kanca Indihiang pimpinan Mang Koko pada tahun empat puluhan menjadi pelopor dalam pengembangan bentuk lagu-lagu sekar catur.
Baris 485:
Contoh tulisan lagu Sekar Catur:
3.5.
Ceritera yang dibawakan dengan media suara sebagai penghantarnya. Drama Suara ini lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Gending Karesmen. Berbeda dengan bentuk lagu sekar catur, maka dalam bentuk drama swara sekar atau vocal secara langsung mendominasi ungkapan yang akan diketengahkan kepada penontonnya.
Baris 493:
Semua bentuk sekar dapat diketengahkan dalam bentuk drama suara, baik tembang, kawih, ketuk tilu maupun sindenan. Tetapi ada pula drama suara yang hanya mengetengahkan salah satu bentuk sekaran saja, misalnya drama suara dalam media tembang. Namun ada beberapa kekurangan yang harus diperhatikan apabila drama suara hanya mengambil bentuk tembang saja yaitu:
(1)
(2)
(3)
Drama suara yang baik sebenarnya cenderung untuk disanggi secara khusus. Apabila akan menambahkan beberapa lagu tradisi atau bentuk sekar lainnya, alangkah baiknya apabila jiwa lagu itu disesuaikan dengan kata-katanya. Drama suara merupakan cirri khas dari karawitan daerah Sunda (Jawa Barat)
|