Abdullah bin Nuh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-ibukota +ibu kota)
mengusai -> menguasai
Baris 115:
Siang dan malam AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh tidak henti-hentinya belajar. Waktu adalah betul-betul berharga bagi betiau. Keluar dari Jami’atul Azhar ia pulang hanya mengganti pakaian, memakai pantalon, berdasi dan memakai torbus, terus mengikuti pengajian-pengajian di luar AI-Azhar. Mahasiswa AI-Azhar mempunyai ciri khas ialah berjubah dan bersorban dibalutkan dikepala (udeng).
 
AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh di Mesir sudah tidak mempelajari bahasa Arab lagi, karena ia ketika masih di [[Indonesia]] sudah benar-benar pandai dan ahli, mengusaimenguasai berbagai bahasa. Ia di Mesir hanya belajar fak Fiqih (ini menurut cerita ia kepada salah seorang muridnya, katanya dalam bahasa Sunda Mama mah di Mesir teh mung diajar ilmu fiqih wungkul”. Selanjutnya ia bertanya: “Dupi salira kitab-kitab fiqih naon anu parantos diaos? Dijawab oleh muridnya dengan menyebutkan beberapa kitab Fiqih. Setelah sampai menyebut kitab Iqna, maka ia berkata: “Mama mah tamatna Iqna teh di Mesir, ari salira mah tamat Iqna teh di Indonesia.”
 
Dengan berkah ketekunan dan kesungguh-sungguhan, maka AI-Ustadz Abdullah bin Nuh di Mesir telah kelihatan sebagai seorang Pelajar yang paling cakap di dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. AI-Ustadz Abdur Rozzaq berpendapat: “Sebabnya Abdullah itu mempunyai kelainan daripada teman-¬temanya yang semasa, karena dia mendapatkan banyak ilmu dari hasil muthola’ah. Muthola’ah satu kitab saja sampai 10 kali. Inilah syarat muthola’ah kata AI-Ustadz Abdullah bin Nuh. Di antara kitab yang didawamkan muthola’ah ialah kitab: ARAB 2