Kebebasan beragama di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hima fethus (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Hima fethus (bicara | kontrib)
Baris 11:
Kedatangan [[Portugis]] pada abad ke-16 M ke [[Maluku]] membawa serta [[agama Katolik]] untuk diperkenalkan pada penduduk [[Kesultanan Ternate]] yang beragama Islam. Namun, terjadi bentrok akibat kepentingan politik yang berakhir dengan pengusiran Portugis, yang digantikan datangnya pasukan [[Kerajaan Spanyol]]. Kesultanan Ternate kemudian meminta bantuan [[VOC|Bangsa Belanda]] yang membawa [[Kristen]], sehingga juga terjadi pergesekan antara agama Katolik dan Kristen.<ref name=subook/> Puncak penyebaran agama Kristen di [[Pulau Jawa]] terjadi pada abad ke-19 M dengan misionaris-misionaris yang tidak hanya berasal dari Belanda, melainkan juga misionari pribumi seperti [[Kiai Ibrahim Tunggul Wulung]] dan [[Kiai Sadrach]]. Penyebaran agama Kristen di [[Tano Batak|Tanah Batak]] sempat memperoleh perlawanan dari [[Sisingamangaraja XII]] sebagai perwakilan [[Parmalim]] yang menyerukan pengusiran para [[zending]] Kristen disertai pengrusakan dan pembakaran. Namun, hal tersebut menjadi alasan pasukan Belanda untuk menaklukkan Batak.<ref>{{cite web|url=http://www.seputarpendidikan.com/2014/11/penyebaran-agama-kristen-di-indonesia.html|authors=|title=Penyebaran Agama Kristen di Indonesia|year=|location=|publisher=Seputar Pendidikan|date=26-11-2014|accessdate=5-8-2016}}</ref>
 
Aktivitas misionaris Katolik dan Kristen dipandang membahayakan kehidupan beragama masyarakat yang saat itu mayoritas sudah beragama Islam. [[Muhammadiyah]] dan [[Persatuan Islam|Persis]] melihat adanya upaya pengkristenan dan pengatolikan yang dilakukan para misionaris,<ref group="note">Perihal penghapusan Pasal 177 ''[[Indische Staatsregeling]]'' (IS), [[Suara Muhammadiyah]] no I bulan April 1939 menuliskan bahwa "Berdasarkan perintah Allah, Nasrani dan Yahudi dengan taktik mereka masing-masing akan selalu melawan Islam dan berusaha memasukkan muslim ke dalam agama mereka, keluar dari Islam. Oleh sebab itu kita harus selalu waspada dan bersedia untuk berdiri melawan mereka, dengan cara memperkuat dan menyebarkan Islam ke seluruh Indonesia."<!--kutipan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, mohon bantuan untuk mencari kutipan asli dalam bahasa Indonesia--></ref> sementara [[NU]] dengan kacamata yang lebih luas melihat bahwa Muhammadiyah juga melakukan dakwah dan misionaris.<ref name=jeremy>{{cite book|title=Islam and Democracy in Indonesia: Tolerance without Liberalism|author=Jeremy Menchik|publisher=Cambridge University Press|year=2016|location=Cambridge|isbn=1107119146|page=54-56|quote=}}</ref><ref group="note">NU cenderung mengkritik ketidaksensitifan umat Nasrani terhadap permasalahan yang dihadapi umat Islam serta pemberian subsidi yang tidak adil antara umat Nasrani dan Muslim, yang sekali lagi memicu kemarahan Muhammadiyah. Mereka menyuarakan pemberian subsidi yang adil atau penghapusan subsidi sama sekali. Mengenai permasalahan Pasal 177 dan 178 ''[[Indische Staatsregeling]]'' (IS), suara mereka terpecah antara mendukung penghapusan kedua pasal, atau hanya Pasal 178, atau mempertahankan keduanya. Meskipun NU berupaya agar tidak terjadi polemik terhadap umat Nasrani, insiden pemakaman di [[Wonosobo]] menyebabkan mereka menuntut pemerintah untuk memberikan ketegasan bahwa pemakaman Islam tidak boleh digunakan untuk memakamkan umat Nasrani."</ref> Gesekan antara Islam dan misionaris Kristen terus berlangsung hingga awal masa kemerdekaan [[Indonesia]]. Masing-masing pihak menerbitkan buku-buku [[apologetik]] yang antara lain berjudul "Islam Menentang Kraemer" (1925), "Tuhan Yesus Dalam Agama Islam" (1957), dan "Isa Dalam Qur’an Muhammad Dalam Bible" (1959). Bahkan, di tahun 1964 beredar paflet berjudul "Memahami Kegiatan Nasrani" yang memuat rencana kristenisasi dan katolikisasi di Jawa dalam kurun waktu 20 tahun. Isi pamflet tersebut ditolak dan dianggap tidak otentik oleh pihak Kristen dan Katolik.<ref name=jeremy/><ref name=amos>{{cite journal|url=|title=Ketegangan Antar Kelompok Agama pada Masa Orde Lama sampai Awal Orde Baru: Dari konflik Perumusan Ideologi Negara sampai Konflik Fisik|last=Sukamto|first=Amos|last2=|first2=|last3=|first3=|year=2013|volume=1|number=1|publisher=Jurnal Teologi Indonesia}}</ref><ref group="note">Bisjron A. Wardy (1964) menerbitkan pamflet berjudul "Memahami Kegiatan Nasrani" yang menduga konferensi yang dilakukan gereja-gereja Katolik dan Kristen pada tahun 1962 adalah untuk menyusun rencana pengonversian iman muslim di seluruh Jawa dalam kurun waktu 50 tahun. Kebenaran isi pamflet tersebut ditolak keras oleh pihak Katolik maupun Kristen, mengingat kedua agama tersebut tidak pernah bekerja sama dalam hal misionaris dan bahkan kerap terjadi pergesakan diantara keduanya dari segi iman.</ref>
 
Diskriminasi yang dialami umat muslim membuat organisasi-organisasi Islam (1930-1940an) membentuk koalisi seperti [[Majelis Islam A'la Indonesia|Madjelis Islam A'la Indonesia]] (MIAI) dan [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia]] (Masyumi).<ref name=jeremy/>