Transmigrasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan aplikasi seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 36:
[[File:Impact of Javanese expansion on Dani tribe in Irian Jaya ABC 1995.webm|thumbnail|250px|Liputan [[Australian Broadcasting Corporation|ABC]] tahun 1995 mengenai dampak transmigrasi terhadap suku Dani di Papua]]
Setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh Belanda tahun 1949 di bawah [[Presiden Indonesia|pemerintahan]] [[Soekarno]], program transmigrasi dilanjutkan dan diperluas cakupannya sampai [[Papua]]. Pada puncaknya antara tahun 1979 dan 1984, 535.000 keluarga (hampir 2,5 juta jiwa) pindah tempat tinggal melalui program transmigrasi. Dampak demografisnya sangat besar di sejumlah daerah; misalnya, pada tahun 1981, 60% dari 3 juta penduduk provinsi [[Lampung]] adalah transmigran. Pada tahun 1980-an, program ini didanai oleh [[Bank Dunia]] dan [[Bank Pembangunan Asia]] serta negara-negara [[dunia Barat|Barat]] yang memuji kebijakan [[anti-komunisme|anti-komunis]] Soeharto.<ref>{{Cite book|title=Imperial Nature: The World Bank and Struggles for Social Justice in the Age of Globalization|first=Michael|last=Goldman|publisher=[[Yale University Press]]|year=2006|page=299}}</ref> Akibat [[krisis energi 1979]] dan peningkatan biaya transportasi, anggaran dan rencana transmigrasi dipotong.<ref name="Anata">{{Cite book|title=The Indonesian Crisis: A Human Development Perspective|first=Aris|last=Anata|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|year=2003|pages=229–230}}</ref>
 
Pada era tahun [[1989]], akibat perluasan [[jembatan]] [[kereta api]] [[sungai|Kali Cakung]] di [[kilometer|km]] 33+1/20 lintas [[Wanaherang, Gunung Putri, Bogor|Wanaherang]]-[[Jatimekar, Jati Asih, Bekasi|Jabung]]-[[Stasiun Cakung|Cakung]] menjadi 20 [[hektar|ha]] dengan membongkar 120.000 bangunan, seperti 60.000 [[rumah]], 2.000 gedung [[sekolah]] dan berbagai bangunan lainnya seperti warung, puskesmas, balai ketua [[rukun warga|RW]], balai ketua [[rukun tetangga|RT]], balai ketua kampung, dll. Sebanyak 36 [[rukun tetangga|RT]], 12 [[rukun warga|RW]] dan 2 kampung dihapus dan digabung (berdasarkan SK [[Kabupaten Bekasi|Bupati KDH Tk. II Bekasi]] nomor 181-186.44/SK/IX/[[1989]] tanggal [[12 April]] [[1989]] tentang Penggabungan Kampung Jedor Kulon dan Jedor Wetan menjadi Kampung Jedor, Kampung Jatikramat Kidul dan Kiham menjadi Kampung Jatikramat Kidul di Desa [[Jatikramat, Jati Asih, Bekasi|Jatikramat]], Kampung Jatibening Kulon dan Sabrangan menjadi Kampung Jatibening Kulon dan Kampung Jatibening Wetan dan Jatibening Lor menjadi Kampung Jatibening Wetan di Desa [[Jatibening, Pondok Gede, Bekasi|Jatibening]] Kecamatan [[Pondok Gede, Bekasi|Pondok Gede]], Perubahan nama Kampung Babakan Wetan menjadi Kampung Babakan Stasiun di Kelurahan [[Marga Jaya, Bekasi Selatan, Bekasi|Margajaya]] Kecamatan [[Bekasi Selatan, Bekasi|Bekasi Selatan]] dan Pemecahan Kampung Sumir menjadi Kampung Sumir Lor, Kampung Sumir Kidul dan Kampung Sumir Stasiun di Desa [[Jatiwarna, Pondok Melati, Bekasi|Jatiwarna]] Kecamatan [[Pondok Gede, Bekasi|Pondok Gede]] [[Kabupaten Bekasi|Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi]]) perubahan dari jumlah kelurahan [[Jatikramat, Jati Asih, Bekasi|Jatikramat]] semula 140 [[rukun tetangga|RT]], 35 [[rukun warga|RW]] dan 20 kampung menjadi 104 [[rukun tetangga|RT]], 27 [[rukun warga|RW]] dan 18 kampung karena lahan seluas 20 [[hektar|ha]] (20.000 m<sup>2</sup>) dipakai untuk perluasan [[jembatan]] [[kereta api]] pada petak [[Stasiun Jatimekar]] dan [[Stasiun Jatikramat]] untuk membangun [[jalur ganda|rel kereta api ganda]] ruas Jatimekar ke Malaka sejauh 8 [[kilometer|km]]. Akibatnya, sebanyak 300.000 orang terpaksa transmigrasi ke [[Baturaja Barat, Ogan Komering Ulu|Baturaja]] dan [[Tugumulyo, Musi Rawas|Tugumulyo]] di [[Sumatera Selatan]] dan [[Sitiung, Dharmasraya|Sitiung]] di [[Sumatera Barat]].
 
Kemudian, pada era tahun [[2005]], akibat pembangunan [[Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta]] seksi Hankam-Cikunir sepanjang 6,5 [[kilometer|km]], sebanyak 2.520.000 bangunan yang terdiri dari 1.800.000 [[rumah]], 90.000 [[sekolah]], 60.000 [[toko|warung]] dan beberapa bangunan lainnya seperti puskesmas, kantor balai [[desa]], [[stasiun kereta api]], kantor ketua [[Rukun warga|RW]], kantor ketua [[Rukun tetangga|RT]], kantor polisi sub sektor, kantor ketua [[dusun|kampung]], bar, makam, dll, dibongkar. Sejumlah prasarana [[kereta api|perkeretaapian]] seperti [[rel]], [[wesel]] dan [[sinyal kereta api|persinyalan]] juga dibongkar. Sebanyak 225 [[rukun tetangga|RT]], 45 [[rukun warga|RW]] dan 5 kampung dihapus dan digabung (berdasarkan Perda [[Kota Bekasi]] nomor 25 tahun [[2005]]).
 
Pada bulan Agustus 2000 setelah [[krisis keuangan Asia]] dan [[Kejatuhan Soeharto|jatuhnya rezim Soeharto]], pemerintah Indonesia mulai mengurangi skala program transmigrasi karena sedikitnya anggaran.