Tanggung jawab sosial perusahaan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hesedandemet (bicara | kontrib)
menghapus link halaman yang sudah tidak ada
Ign christian (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 11726085 oleh Hesedandemet (bicara) mohon jangan hapus pranala merah
Baris 5:
[[Undang-undang|Peraturan]] [[pemerintah]] pada beberapa [[negara]] mengenai [[lingkungan hidup]] dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan [[hukum]] seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh [[Uni Eropa]]. Beberapa [[investor]] dan perusahaam [[manajemen investasi]] telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktik yang dikenal sebagai "[[Investasi bertanggung jawab sosial]]" (''socially responsible investing'').
 
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh [[Habitat for Humanity]] atau [[Ronald McDonald House Charities|Ronald McDonald House]]), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan pada masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek [[komunitas]], pemberian [[beasiswa]] dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk [[sukarelawan]] (''volunteer'') dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat [[merek]] perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama ''triple bottom line'', perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.
 
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR bukanlah sekadar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (''stakeholder'') perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Baris 18:
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
 
* [[Akuntabilitas]] atas standar [[AA1000]] berdasarkan laporan sesuai standar [[John Elkington]] yaitu laporan yang menggunakan dasar [[triple bottom line|''triple bottom line'']] (3BL)
* [[Global Reporting Initiative]], yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
* [[Verite]], acuan pemantauan
* Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional [[SA8000]]
* Standar manajemen lingkungan berdasarkan [[ISO 14000]]
 
Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Sementara aspek lingkungan—apalagi aspek ekonomi—memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan [[audit]] eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam [[pembangunan berkelanjutan]], biasanya diberi nama laporan CSR atau [[laporan keberlanjutan]] (''[[sustainability report]]''). Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekadar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan [[Enron]] dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau [[laporan keberlanjutan]] (''[[sustainability report]]'') merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
 
== Alasan terkait bisnis (''business case'') untuk CSR ==
 
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin [[balanced scorecard|''balanced scorecard'']] oleh [[Deming]]. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes<ref>[http://web.archive.org/web/20060509103853/http://www.finanzasostenibile.it/finanza/moskowitz2004.pdf Orlizty, Schmidt and Rynes]</ref> yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (''corporate social performance'') dengan kinerja finansial perusahaan (''corporate financial performance'') memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (''core subject'') dalam [[ISO 26000]] ''"Guidance on Social Responsibility''"—direncanakan terbit pada September 2010—akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
 
Hasil Survei "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & ''brand image''-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.