Mangkunegara I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kembangraps (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 21:
|relations =
|children = 25 orang
|parents = K.Pgr. Arya Mangkunagara dari Kartasura </br>(putra tertua Sunan Amangkurat IV Kartasura)
|religion = [[Islam]]
}}
Baris 28:
 
Julukan '''Pangeran Sambernyawa''' diberikan oleh [[Nicolaas Hartingh]], perwakilan [[VOC]]{{fact}}, karena di dalam peperangan R.M. Said selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya. <!--Ia menikah dengan seorang wanita petani bernama Rubiyah, yang terkenal dengan julukannya "Matah Ati". -->
 
 
 
== Riwayat ==
R.M. Said lahir di Kartasura dengan ayah K.P.A. Mangkunegara, putra tertua Sunan Amangkurat IV, penguasa Kesunanan Mataram-Kartasura. Dengan demikian, ia memiliki hak kedua setelah ayahnya sebagai pewaris takhta. Namun demikian, KPA. Mangkunegara secara politik terang-terangan anti-VOC, sikap yang sama dengan adiknya, KPA Mangkubumi, dan BRM. Said sendiri.
 
Perjuangan RM Said dimulai bersamaan dengan pemberontakan laskar Tionghoa di Kartosuro pada [[30 Juni]] [[1742]] yang dipimpin oleh [[Raden Mas Garendi]] (juga disebut "Sunan Kuning"), mengakibatkan tembok benteng kraton Kartasura setinggi 4 meter roboh. Pakubuwono II, Raja Mataram ketika itu melarikan diri ke Ponorogo. ketika itu RM Said berumur 19 tahun. Dia bergabung bersama-sama untuk menuntut keadilan dan kebenaran atas harkat dan martabat orang orang Tionghoa dan rakyat Mataram, yang ketika itu tertindas oleh Kumpeni Belanda ([[VOC]]) dan Rajanya sendiri [[Pakubuwono II]].Geger pecinan ini berawal dari pemberontakan orang-orang Cina terhadap VOC di [[Batavia]]. Kemudian mereka menggempur Kartasura,yang dianggap sebagai kerajaan boneka dari Belanda. Sejak Pasukan Cina mengepung kartasura pada awal 1741, para bangsawan mulai meninggalkan Kraton Kartasura. RM Said membangun pertahanan di Randulawang, sebelah utara Surakarta, Ia bergabung dengan laskar Sunan Kuning melawan VOC. Said diangkat sebagai panglima perang bergelar Pangeran Perang Wedana Pamot Besur. Ia menikah dengan Raden Ayu Kusuma Patahati. Adapun Pangeran Mangkubumi justru lari ke Semarang, menemui penguasa Belanda dan meminta dirinya dirajakan. VOC menolak permintaan itu. Ia kemudian bergabung dengan Puger di Sukowati. Berkat bantuan Belanda, pasukan Cina diusir dari Istana Kartasura, enam bulan kemudian, Paku Buwono II kembali ke Kartasura mendapatkan istananya rusak. Ia memindahkan Istana Mataram ke Solo (Surakarta). Kebijakan raja meminta bantuan asing itu, ternyata harus dibayar mahal. Wilayah pantai utara mulai Rembang, Jawa Tengah, hingga Pasuruan, Surabaya dan Madura di Jawa Timur harus diserahkan kepada VOC. Setiap pengangkatan pejabat tinggi Keraton wajib mendapat persetujuan dari VOC. Posisi raja tak lebih dari Leenman, atau “Peminjam kekuasaan Belanda”. Pangeran Mangkubumi, akhirnya kembali ke Keraton.