Radio: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
NURRAHMI KPI (bicara | kontrib)
Baris 90:
Ketiga tujuan itu dapat berpadu dalam sebuah pendirian radio, meskipun tujuan terakhir umumnya lebih dominan. Maraknya pendirian radio nonkomersial bertumpu pada pada tujuan pertama, yaiyu kebutuhan pendengar medium aktualisasi dan interaksi sosial di antara mereka. Tujuan hakiki pendirian radio sebetulnya adalah pelayanan kebutuhan pendengar. Hanya saja, seringkali yang lebih tampak menonjol adalah sisi komersialnya. Pengusaha yang cerdik menangkap peluang dengan memperkuat basis bisnisnya melalui pendirian radio.
 
Dampak negatif komersialisasi radio membuat semua siaran cenderung selalu diposisikan sebagai komoditi, pertama, seluruh acara siaran dikelola menurut prinsip mencari keuntungan dengan standartertentu sehingga menegasi program yang secara kreatif melayani kebutuhan publik, namun dalam jangka pendek belum memberikan keuntungan ekonomi.<ref>masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, pustaka populer lkis, yogyakarta 2004.</ref>
 
Radio sebagai industri yang pada modal menempatkan diri dalam posisi sebagai industry yang bersaing untuk memperoleh keuntungan demi kelangsungan hidupnya. Pendengar adalah komoditas (''commodified audience'') yang ditawarkan kepada pengiklan, rating acara yang tinggi identic dengan keuntungan ekonomi, meskipun acaranya belum tentu informatif dan edukatif. Wajah komersial yang tampak dominan pada pengelolaan radio siaran sejak reformasi 1998 hingga sepuluh tahun kedepan akan selalu menempatkan informasi dan mata acara siaran publik sebagai instrument pelengkap saja dari program siaran.
 
Menurut R. franklin smith, ada lima kriteria stasiun penyiran radio yang modern:
 
1.      siaran radio ditransmisikan dengan teknologi tanpa kabel
 
2.      interaksi siaran radio berlangsung melalui komonikasi telepon
 
3.      program radio ditujukan untuk public
 
4.      program radio berlangsung secara konsisten dan bersinambungan
 
5.      radio memeiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga indenpenden atas nama public
 
Di Amerika Serikat diwakili oleh federal communication commission (PCC) dan di Indonesi diwakili oleh komisi penyiaran Indonesia (KPI). Lima kriteria ini akan terus berubah seiring perkembangan teknologi radio. Periode antara tahun 1930 sampai 1948 disebut masa kemasan radio sebagai medium sumber utama berita dan hiburan di Amerika Serikat sampai televisi hadir menggantikannya. Di Indonesia masa keemasan itu sempat terjadi antara tahun 1998-2000, namun kini radio siaran memasuki masa kembali.
 
Kompetisi antar stasiun terjadi dalam dua lingkup, yaitu internal, dan eksternal. Lingkup internal meliputi kualitas produksi ''on air'', system rotasi rekaman atau seleksi musik, ruang komersial, dan promosi melalui ''on air.'' Sedangkan lingkup eksternal meliputi koleksi baru music, liputan aktual peristiwa, dan pasar tenaga kerja. Bittner menyarankan bahwa idealnya sebuah radio harus selalu bersifat lokal dan melayani setiap komonitasnya dengan program-program khusus. Radio adalah media lokal lebih utama lagi radio adalah media sosial.
 
Periode antara 1998 hingga 2005 adalah masa transisi radio siaran dengan dipandu oleh Sregulasi yang lebih baik melalui UU penyiaran No. 32/ 2002, bergeser dari kemurnian sebagai institusi komersial menjadi institusi komersial yang hadir pada saat bersamaan sebagai institusi sosial. Menjadi SDM di radio siaran dalam situasi yang masih transisional semacam ini sungguh membutuhkan sikap konsisten dan tegas dalam menentukan orientasi keterlibatan sejak awal.
 
Manajemen radio dalam bentuk yang “kontemporer” masih baru di Indonesia. Kontemporer maksudnya adalah secara teknologi mengadopsi model jaringan (''networking'') dan ranah digital, radio bebas digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, tanpa control dan kendali penguasa. Keberadaan radio kontemporer mulai terasa pasca reformasi 1998. Tujuan penyiaran program di radio siaran secara tradisonal adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat (''to inform''), memberikan pendidikan (''to educate''), memberikan hiburan (''to entertain''), memberi dorongan perubahan diri (''provide self change''), dan memberikan sensasi (''giving sensation'').
 
Menurut UU No. 32/2002 tentang penyiaran, ada tiga bentuk radio yang boleh beroperasi di Indonesia:
 
1.      Radio siaran publik, yaitu RRI
 
2.      Radio siran komersial
 
3.      Radio siaran komunitas
 
Beda diantara ketiganya radio komunitas dibedakan dengan radio public karena radio komunitas melayani komunitas yang secara geografis melingkupi seluruh nasional, kepemilikan dana dan pengelola radio komunitas dilakukan sendiri, sedangkan radio publik memperoleh dukungan formal dari Negara dalam bentuk anggaran rutin. Radio komunitas dibedakan dengan radio komersial karena (1) segenap olah siar radio komunitas tidak untuk mencari keuntungan komersial sebagaimana radio komersial; (2) rado komunitas muncul dari komunitas karena kebutuhan setempat, sedangkan radio komersial dapat didirikan oleh individu yang mampu secara finansial sebagai bentuk usaha yang sah.
 
Konsep radio public baru ada di UU No. 32/2002. Sebelumnya radio public dikenal dengan konsep radio pemerintah RRI merupakan radio public tertua di Indonesia. Radio komersial hadir lebih awal di Indonesia dibandingkan dengan radio komunitas.
 
Di Indonesia, untuk tujuan politik RRI menjadi pelopor radio berjaringan nasional. Disusul pada tahun 1990-an oleh radio Trijaya, Sonora, CPP Radionet, SMART, dan Elshinta.
[[Kategori:Radio| ]]
[[Kategori:Telekomunikasi]]