Lawai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Hindia-Belanda +Hindia Belanda); perubahan kosmetika
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Lawai'''<ref>[http://books.google.co.id/books?id=fBYIAAAAQAAJ&dq=river%20Lawai&pg=RA2-PA29#v=onepage&q=river%20Lawai&f=false {{en}} Malayan miscellanies, 1820]</ref> adalaah kota kuno di Kabupaten Ketapang yang tempat persisnya masih diperdebatkan. Kota Lawai dan Sukadana ada disebutkan dalam Hikayat Banjar.<ref name="hikayat banjar">{{ms}}{{cite book|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|last=Ras|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|publisher=[[Malaysia]]: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|year= 1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983621240X983-62-1240-X</ref>
 
Tanjungpura disebut juga Lawai, juga sering disebut dalam tulisan adalah Tanjung Negara, Sukadana, Lawai, Melano, Kendawangan , semuanya memang termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Tanjungpura. Sedangkan kerajaan di Laue ( Mungkin ini Lawai, Lawe, Labai bisa berarti Sukadana, Tanjungpura, kerajaan sekadau atau sekarang Sekucing labai di kecamatan Balai Bekuak berbatasan dengan Sakadau atau Kerajaan Sekadau dulu). Ada pula yang mengatakan Lawai adalah desa Tambak Rawang (sekarang gunung Sembilan ) kec. Sukadana Kab. KKU. Berdasarkan legenda masyarakat Simpang dan Gorai Kec. Simpang Dua, Tambak Rawang merupakan jejak nenek moyang masyarakat Ketapang yang pertama melangkahkan kaki di Pulau Kalimantan setelah dari India Belakang atau Indo China, melalui selat Karimata. Bekas pemukiman kuno di Kec. Sukadana Kab. KKU ini cukup banyak,. Loue oleh Tomas Pires digambarkan daerah yang banyak intan, jarak dari Tanjompure empat hari pelayaran. Meski sering disebut sebut, tetapi sampai sekarang belum tahu pasti dimana Lawai, Loe atau Lawe tersebut. Menurut kepala kantor Informasi kebudayaan dan pariwisata Ketapang Yudo Sudarto, di Daerah Matan, Mungguk jering, Matan dan Batu Barat Kec. Simpang Hilir kab. KKU juga salah satu daerah yang mempunyai situs dari sisa sisa peradapan kerajaan Tanjungpura dulu. Adanya Makan Syeh Kubro yang konon merupakan penyebar agama islam merupakan bukti sejarah adanya peradapan tempo dulu didaerah ini. Demikian juga meriam “Bujang Koreng” dan pemakaman kerajaan lainnya yang kini masih misteri. Seni budaya yang tertinggal seperti wayang kulit kuno juga pernah diceritakan ada di Desa Mungguk Jering, kec. Simpang Hilir. Nama Tanjungpura tak hanya ada di Kalimantan Barat, Setelah Universitas Tanjung Pura dan Kodam Tanjungpura ada nama lain yang perlu kita catat. Menurut www.budayajakarta.com, juga sempat mencatat nama Lawe dan Tanjungpura. Di Kota pelabuhan Sunda Kelapa terdapat pejabat yang berpengaruh, yang disebut oleh orang Portugis Tumenggung Sangadipati. Kekuasaannya besar dan disegani penduduk setempat, demikian Torne Peris/ Para pembesar Kota itu adalah pemburu – pemburu yang ulung. Sebagian dari waktu mereka dipergunakan untuk bersenang – senang. Mereka memiliki kuda- kuda yang terpelihara dengan baik. Menurut Situs tersebut, di samping Tumenggung itu terdapat pejabat syahbandar dari “Fabyam” (Pabean). Yang mengatur cukai masuk dan keluar barang – barang perdagangan serta mengadakan perhubungan dengan dunia luar Dari luar berdatangan pedagang – pedagang dari Sumatera Palembang, Lawe, Tanjungpura, Malaka, Makasar, Madura dan dari pelabuhan – pelabuhan lain dipantai utara pulau Jawa. Juga terdapat kapal – kapal lainnya dari daratan Asia.
Baris 7:
 
== Lawai (Loue) menurut Tomé Pires ==
Loue oleh [[Tomé Pires]] digambarkan daerah yang banyak intan, jarak dari [[Kerajaan Tanjungpura|Tanjompure]] empat hari pelayaran. Tanjungpura maupun Lawai masing-masing dipimpin seorang Patee (Patih). Patih-patih ini tunduk kepada [[Pati Unus|Patee Unus]], penguasa [[Kesultanan Demak|Demak]]. <ref>Sejarah Nasional Indonesia; Pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaaan</ref><ref>[http://books.google.co.id/books?id=0x1Io6VOuAIC&lpg=PA581&dq=river%20Lawai&pg=PA581#v=onepage&q=river%20Lawai&f=false {{en}} Donald F. Lach, Asia in the making of Europe: The century of discovery, Volume 2, University of Chicago Press, 1994 ISBN 02264673250-226-46732-5, 9780226467320]</ref>
 
Loue terletak di sebelah barat dari daerah Succadano, Tamanpure, Cota Matan berdasarkan peta yang dibuat oleh [[Oliver van Noord]], pedagang Belanda datang ke Brunei pada tahun [[1600]].<ref name="Kathy MacKinnon">{{en}}{{cite book|first=[[Kathy MacKinnon|Kathy ]] |last=MacKinnon|coauthors=|title=''[http://books.google.co.id/books?id=70iB6Tf62OkC&lpg=PA62&dq=demang%20lehman&pg=PA61#v=onepage&q=demang%20lehman&f=false The ecology of Kalimantan]''|publisher=Oxford University Press|year=1996|isbn=9780945971733}}ISBn [http://books.google.co.id/books?id=70iB6Tf62OkC&lpg=PR6&pg=PR6#v=onepage&q&f=false 0-945971-73-7]</ref>
 
== Hubungan Lawai dan Kesultanan Banjar ==
Baris 23:
=== Sultan Tamjidullah I ===
[[Berkas:Jacob Mossel 1704-1761.jpg|right|thumb|Jacob Mossel, Gubernur Jenderal VOC tahun 1750-1761]]
Pada masa pemerintahan [[Daftar Penguasa Hindia- Belanda|Gubernur Jenderal VOC]] [[Jacob Mossel]] (1750-1761) dibuat perjanjian antara Sultan Sepuh ([[Tamjidullah I]]) dari Banjar dengan Kompeni Belanda ditandatangani pada [[20 Oktober]] [[1756]]. Dalam perjanjian tersebut Kompeni Belanda berjanji akan membantu Sultan Tamjidullah I untuk menaklukkan kembali daerah [[Kesultanan Banjar]] yang telah memisahkan diri termasuk diantaranya '''Lawai''' (Pinoh), negeri-negeri tersebut yaitu Berau, Kutai, Pasir, Sanggau, Sintang dan Lawai serta daerah taklukannya masing-masing. Kalau berhasil maka Seri Sultan akan mengangkat Penghulu-Penghulu di daerah tersebut dan selanjutnya Seri Sultan memerintahkan kepada Penghulu-Penghulu tersebut untuk menyerahkan hasil dari daerah tersebut setiap tahun kepada Kompeni Belanda dengan perincian sebagai berikut :
# [[Kesultanan Berau|Berau]], 20 pikul sarang burung dan 20 pikul lilin.
# [[Kesultanan Kutai|Kutai]], 20 pikul sarang burung dan 40 pikul lilin.