Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Zikay23 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k ←Suntingan Zikay23 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rachmat-bot
Baris 1:
{{Infobox Former Country
|native_name = ﻛﺴﻠﺘﺎﻧﻦ سياق سري ايندراڤورا
|conventional_long_name = Siak Sri Inderapura<br />Darul Ridzuan<ref>''Supplement-catalogus Der Maleische en scheMinangkabausche Handschriften in de Leidsche Universiteits - Bibliotheek'', Brill Archive.</ref>
|common_name = Kesultanan Siak
|continent = Asia
Baris 10:
|image_coat = Lambang Kerajaan Siak.jpg
|symbol_type =
|p1 = Kerajaan Pagaruyung
|p2 = Kesultanan Johor
|s1 = Indonesia
|s2 =
|flag_p1 = Flag of Minang.svg
|flag_p2 = Flag of Johor.svg
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
Baris 26:
|image_map_caption = [[Istana Siak Sri Inderapura]]
|capital = Buantan,<br /> Siak Sri Inderapura
|common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[Bahasa Minang|Minang]]
|government_type = Monarki
|title_leader = [[Yang Dipertuan Besar Siak|Yang Dipertuan Besar]]
Baris 41:
}}
{{Sejarah Indonesia}}
 
'''Kesultanan Siak Sri Inderapura''' adalah sebuah [[Kerajaan Melayu]] [[Islam]] yang pernah berdiri di [[Kabupaten Siak]], Provinsi [[Riau]], [[Indonesia]]. Kerajaan ini didirikan di [[Buantan]] oleh [[Raja Kecil]] dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]]<ref name="Andaya2">Andaya, L.Y., (1972), ''Raja Kechil and the Minangkabau conquest of Johor in 1718'', JMBRAS, 45-2.</ref> Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan [[bahari]] yang kuat<ref>''The Edinburgh Gazetteer, Or Geographical Dictionary'', A. Constable and Company, 1822.</ref> dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur [[Sumatera]] dan [[Semenanjung Malaya]] di tengah tekanan [[imperialisme]] [[Eropa]]. Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke [[Sambas]] di [[Kalimantan Barat]], sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan [[Kalimantan]].<ref name="Andaya2"/><ref name="Barnard"/><ref name="Syair"/> Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di [[Selat Malaka]]. Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], Sultan Siak terakhir, [[Syarif Kasim II|Sultan Syarif Kasim II]] menyatakan kerajaannya bergabung dengan [[Indonesia|Republik Indonesia]].<ref name="Samin"/>
 
== Etimologi ==
Baris 48 ⟶ 50:
 
== Agama ==
Pada masa awal [[Kesultanan Melayu Melaka]], Riau menjadi tempat pusat agama islam. Setelah itu perkembangan [[agama]] [[Islam]] di Siak menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran dakwah Islam, hal ini tidak lepas dari penggunaan nama ''Siak'' secara luas di kawasan Melayu. Jika dikaitkan dengan pepatah [[Minangkabau]] yang terkenal: ''Adat menurun, syara’ mendaki'' dapat bermakna masuknya Islam atau mengislamkan dataran tinggi pedalaman Minangkabau dari Siak sehingga orang-orang yang ahli dalam agama Islam, sejak dahulu sampai sekarang, masih tetap disebut dengan ''Orang Siak''.<ref name="Jasmi"/> Sementara di [[Semenanjung Malaya]], penyebutan Siak masih digunakan sebagai nama jabatan yang berkaitan dengan urusan agama Islam.<ref>Lamry, M. S., Nor, H. M., (1993), ''Masyarakat dan Perubahan'', Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, ISBN 9679422496.</ref><ref>http://www.jais.gov.my [http://www.jais.gov.my/borang/2010/IklanJawatanKosongS41S27S17.pdf Iklan Jawatan Kosong]</ref>
Pada masa awal [[Kesultanan Melayu Melaka]], Riau menjadi tempat pusat agama islam. Setelah itu perkembangan [[agama]] [[Islam]] di Siak menjadikan
 
Walau telah menerapkan [[hukum]] Islam pada masyarakatnya, namun sedikit pengaruh [[Minangkabau]] masih mewarnai tradisi masyarakat Siak. Dalam pembagian warisan, masyarakat Siak mengikut kepada hukum waris sebagaimana berlaku dalam Islam. Namun dalam hal tertentu, mereka menyepakati secara [[adat]] bahwa untuk warisan dalam bentuk [[rumah]] hanya diserahkan kepada anak perempuan saja.<ref name="Luthfi"/>
 
== Masa awal ==
Membandingkan dengan catatan [[Tomé Pires]] yang ditulis antara tahun 1513-1515, [[Kabupaten Siak|Siak]] merupakan kawasan yang berada antara ''Arcat'' dan ''Indragiri'' yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja [[Minangkabau]],<ref>Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols.</ref> kemudian menjadi vasal Malaka sebelum ditaklukan oleh [[Portugal]]. Sejak jatuhnya [[Malaka]] ke tangan [[VOC]], [[Kesultanan Johor]] telah mengklaim Siak sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Hal ini berlangsung hingga kedatangan Raja Kecil yang kemudian mendirikan Kesultanan Siak.<ref name="Andaya2"/>
 
Dalam [[Syair Perang Siak]], [[Raja Kecik|Raja Kecil]] didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di [[Bengkalis]]. Hal ini bertujuan untuk melepaskan Siak dari pengaruh Kesultanan Johor.<ref name="Syair"/> Sementara dalam [[Hikayat Siak]], Raja Kecil disebut juga dengan ''sang pengelana'' pewaris Sultan Johor yang kalah dalam perebutan kekuasaan.<ref name="Barnard3"/> Berdasarkan korespondensi [[Indermasyah dari Suruaso|Sultan Indermasyah]] [[Yang Dipertuan Pagaruyung]] dengan Gubernur Jenderal Belanda di [[Melaka]] waktu itu, menyebutkan bahwa [[Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I|Sultan Abdul Jalil]] merupakan saudaranya yang diutus untuk urusan dagang dengan pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]].<ref>{{cite journal | last = Coolhaas| first = W.P. | year = 1964 | title = Generale Missiven der V.O.C.| journal = Journal of Southeast Asian History | volume =2 | issue = 7 | doi =10.1017/S0217781100003318 }}</ref> Kemudian Sultan Abdul Jalil dalam suratnya tersendiri yang ditujukan kepada pihak Belanda, menyebut dirinya sebagai ''Raja Kecil'' dari Pagaruyung, akan menuntut balas atas kematian [[Sultan Johor]].<ref>NA, VOC 1895, ''Malacca'', 30 Januari 1718, fols.55-6.</ref>
 
Sebelumnya dari catatan [[Belanda]], dikatakan bahwa pada tahun 1674 telah datang utusan dari [[Johor]] meminta bantuan raja [[Minangkabau]] untuk berperang melawan raja [[Jambi]].<ref>Andaya, L.Y., (1971), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728: a study of economic and political developments in the Straits of Malacca''. s.n.</ref> Dalam salah satu versi [[Sulalatus Salatin]], juga menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan [[Kesultanan Jambi|Jambi]] ke Johor (1673),<ref>Samad, A. A., (1979), ''[[Sulalatus Salatin]]'', Dewan Bahasa dan Pustaka.</ref> yang mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh [[Portugal]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]].<ref>Borschberg, P., (2004), ''Iberians in the Singapore-Melaka Area and Adjacent Regions (16th to 18th Century)'', Otto Harrassowitz Verlag, ISBN 3447051078.</ref><ref>Ricklefs, M.C., (2002), ''A History of Modern Indonesia Since C. 1200'', Stanford University Press, ISBN 0804744807.</ref> Kemudian berdasarkan surat dari raja [[Jambi]], [[Ingalaga dari Jambi|Sultan Ingalaga]] kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka.<ref>NA, VOC 1557, Jambi, 1 April 1694, fols.35-6.</ref>
 
Pada tahun 1718, Sultan Abdul Jalil berhasil menguasai [[Kesultanan Johor]]<ref name="Andaya2"/> sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor dengan gelar ''Yang Dipertuan Besar Johor''. Namun pada tahun 1722, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut hak atas tahta Johor. Atas bantuan pasukan bayaran dari [[Suku Bugis|Bugis]], Raja Sulaiman kemudian berhasil mengkudeta tahta Johor, dan mengukuhkan dirinya menjadi penguasa Johor di Semenanjung Malaysia. Sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke [[Bintan]] dan pada tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran [[Sungai Siak]] dengan nama ''Siak Sri Inderapura''.<ref name="Syair">Cave, J., Nicholl, R., Thomas, P. L., Effendy, T., (1989), ''Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile'', Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society</ref> Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar muara [[Sungai Johor]] ditinggalkan begitu saja, dan menjadi ''status quo'' dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah tahta Johor, diakui oleh komunitas [[Orang Laut]]. Orang Laut merupakan kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan [[Kepulauan Riau]] yang membentang dari timur Sumatera sampai ke [[Laut Cina Selatan]], dan loyalitas ini terus bertahan hingga runtuhnya Kesultanan Siak.<ref name="Andaya1">Andaya, L.Y., (1975), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728'', Kuala Lumpur: Oxford University Press.</ref>
Baris 92 ⟶ 96:
[[Syarif Kasim II|Sultan Syarif Kasim II]], merupakan Sultan Siak terakhir yang tidak memiliki putra. Seiring dengan kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia.<ref name="Samin">Samin, S. M., (2002), ''Sultan Syarif Kasim II: pahlawan nasional dari Riau'', Yayasan Pusaka Riau, ISBN 9799339650.</ref>
 
== Struktur pemerintahan ==
Sebagai bagian dari rantau Minangkabau, sistem pemerintahan Kesultanan Siak mengikuti model [[Kerajaan Pagaruyung]]. Setelah posisi Sultan, terdapat ''Dewan Menteri'' yang mirip dengan kedudukan ''[[Basa Ampek Balai]]'' di Pagaruyung. Dewan Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih dan mengangkat [[Sultan Siak]], sama dengan ''Undang Yang Ampat'' di [[Negeri Sembilan]].<ref>Martin, L., (1889), ''The Negri Sembilan: their origin and constitution'', Singapore, Foreign and Commonwealth Office Collection.</ref> Dewan Menteri bersama dengan Sultan, menetapkan undang-undang serta peraturan bagi masyarakatnya.<ref name="Luthfi"/><ref name="Sejarah"/>
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi
Dewan menteri ini terdiri dari:
# Datuk Tanah Datar
# Datuk Limapuluh
# Datuk Pesisir
# Datuk Kampar
 
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di [[Eropa]] maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda dan Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah ''[[Ingat Jabatan]]'' yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan [[Abjad Jawi]] atau tulisan Arab-Melayu. ''Ingat Jabatan'' merupakan dokumen resmi Siak Sri Inderapura yang dicetak di [[Singapura]], berisi rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah jajahan, [[pengadilan]] maupun [[polisi]]. Pada bagian akhir dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut, ditutup dengan peringatan serta perintah untuk tidak khianat kepada sultan dan ''nagari''.<ref name="Barnard4"/>
 
Perkembangan selanjutnya, Siak Sri Inderapura juga menerbitkan salah satu kitab [[hukum]] atau undang-undang, dikenal dengan nama ''[[Bab al-Qawa'id]]''.<ref>Junus, H., ''Bab al-Qawa'id: Kitab Pegangan Hukum Dalam Kerajaan Siak'', Yayasan Pusaka Riau.</ref> Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat [[Melayu]] dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan masyarakat Melayu. Namun tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah [[Hindia-Belanda]].<ref name="Luthfi"/>
 
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui ''Balai Kerapatan Tinggi'' yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh ''Kadi Siak'' serta ''Controleur Siak'' sebagai anggota. Selanjutnya beberapa nama jabatan lainnya dalam pemerintahan Siak antara lain ''Pangiran Wira Negara'', ''Biduanda Pahlawan'', ''Biduanda Perkasa'', ''Opas Polisi''. Kemudian terdapat juga ''warga dalam'' yang bertanggung jawab terhadap ''harta-harta'' disebut dengan ''Kerukuan Setia Raja'', serta ''Bendahari Sriwa Raja'' yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.<ref name="Barnard4">Barnard, T.P., ''Rules for Rulers: Obscure Texts, Authority, and Policing in Two Malay States'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 2 (Jun., 2001), pp. 211-225.</ref>
 
Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi kawasannya atas ''hulu'' dan ''hilir'', masing-masing terdiri dari beberapa kawasan dalam bentuk [[distrik]]<ref name="Wolters"/> yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar [[Datuk]] atau [[Tuanku]] atau [[Yang Dipertuan]] dan bertanggungjawab kepada Sultan Siak yang juga bergelar ''[[Yang Dipertuan Besar]]''. Pengaruh [[Islam]] dan keturunan [[Arab]] mewarnai Kesultanan Siak,<ref>Dobbin, C. E., (1983), ''Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847'', Curzon Press, ISBN 0700701559.</ref> salah satunya keturunan ''Al-Jufri'' yang bergelar ''Bendahara Patapahan''.<ref>L.W.C. van de Berg, ''Le Hadramouth et les colonies Arabes dans l'archipel Indien'', Batavia:Imprimerie du gouvernement, 1886.</ref>
 
Pada kawasan tertentu, ditunjuk ''Kepala Suku'' yang bergelar [[Penghulu]], dibantu oleh ''Sangko Penghulu'', ''Malim Penghulu'' serta ''Lelo Penghulu''. Sementara terdapat juga istilah ''Batin'', dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu, namun memiliki kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh Penghulu. [[Batin]] ini juga dibantu oleh ''Tongkat'', ''Monti'' dan ''Antan-antan''. Istilah Orang Kaya juga digunakan untuk jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak, seperti halnya digunakan di [[Kesultanan Johor]] dan ''Urang Kayo'' di Minangkabau terutama pada kawasan pesisir.<ref name="Luthfi"/><ref name="Sejarah"/><ref>Kathirithamby-Wells, J., ''Royal Authority and the "Orang Kaya" in the Western Archipelago, circa 1500-1800'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 17, No. 2 (Sep., 1986), pp. 256-267.</ref>
 
== Daftar Sultan Siak ==
Baris 164 ⟶ 183:
== Warisan sejarah ==
Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari [[Kabupaten Siak]], dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta [[Istana Siak Sri Inderapura]] yang dibangun pada tahun 1889,<ref>Rahman, E., Marni, T., Zulkarnain, (2003), ''Alam melayu: Sejumlah gagasan menjemput keagungan'', Unri Press, ISBN 979329776X</ref><ref>''Tempo, Volume 9'', Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya, 1979.</ref><ref>Berkmoes, V. R., (2010), ''Indonesia'', Lonely Planet, ISBN 1741048303.</ref> masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk [[Tari Zapin|Tari Zapin Melayu]] dan [[Tari Olang-olang]] yang pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura.<ref name="Sejarah">''Sejarah daerah Riau'', Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977.</ref> Begitu juga nama Siak masih melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu [[Sungai Siak]] yang bermuara pada kawasan timur pulau [[Sumatera]].<ref>Kodoatie, R.J., Sjarief, R., (2010), ''Tata Ruang Air'', Penerbit Andi, ISBN 9792912428.</ref>
 
== Galeri Bendera ==
<gallery>
Berkas:id-sia5.GIF| Distrik Kalakap
Berkas:id-sia6.GIF| Distrik Kassim
Berkas:id-sia11.GIF| Distrik Kampar
Berkas:id-sia12.GIF| Distrik Pasisir
Berkas:id-sia12.GIF| Distrik Bogah
Berkas:id-sia12.GIF| Distrik Limapuluh
Berkas:id-sia14.GIF| Distrik Tandjong
Berkas:id-sia15.GIF| Distrik Tanah Datar
</gallery>
 
== Lihat Pula ==
* [[Kerajaan Pagaruyung]]
 
* [[Kerajaan Inderapura]]
* [[Kesultanan Kuntu]]
 
* [[Kesultanan Pelalawan]]
 
== Rujukan ==
{{reflist|2}}