Krisis finansial Asia 1997: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
memengaruhi seharusnya mempengaruhi (tiga suku kata, tidak ada peluruhan)
Farras (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Expert-subject}}
[[File:Asian Financial Crisis EN-2009-05-05.png|thumb|350px|Negara-negara terdampakyang terkena dampak krisis finansialkeuangan Asia 1997]]
'''Krisis keuangan Asia''' adalah periode [[krisis keuangan]] yang menerpa hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997 dan menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat [[penularan keuangan]].
'''Krisis finansial Asia 1997''' adalah krisis finansial yang dimulai pada bulan [[Juli 1997]] di [[Thailand]], dan mempengaruhi [[mata uang]], [[bursa saham]], dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, sebagian [[Macan Asia Timur]]. Peristiwa ini juga sering disebut '''krisis moneter''' ("krismon") di [[Indonesia]].<BR>
 
Indonesia, [[Korea Selatan]], dan [[Thailand]] adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini. [[Hong Kong]], [[Malaysia]], dan [[Filipina]] juga terpengaruh. [[Daratan Tiongkok]], [[Republik Tiongkok|Taiwan]], dan [[Singapura]] hampir tidak terpengaruh. [[Jepang]] tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan ekonomi jangka panjang.
Krisis ini bermula di [[Thailand]] (dikenal dengan nama ''krisis [[Tom Yam|Tom Yam Gung]]'' di Thailand; [[bahasa Thai|Thai]]: วิกฤตต้มยำกุ้ง) seiring jatuhnya nilai mata uang [[baht Thai|baht]] setelah pemerintah Thailand terpaksa [[mata uang mengambang|mengambangkan]] baht karena sedikitnya [[daftar mata uang beredar|valuta asing]] yang dapat mempertahankan [[nilai tukar tetap|jangkar]]nya ke [[dolar Amerika Serikat]]. Waktu itu, Thailand menanggung beban [[utang luar negeri]] yang besar sampai-sampai negara ini dapat dinyatakan [[kebangkrutan|bangkrut]] sebelum nilai mata uangnya jatuh.<ref>{{Cite web|url = http://www.euromoney.com/Article/1005746/When-the-world-started-to-melt.html|title = Asian Financial Crisis: When the World Started to Melt|date = |accessdate = 16 November 2015|website = EuroMoney|publisher = |subscription = yes}}</ref> Saat krisis ini menyebar, nilai mata uang di sebagian besar Asia Tenggara dan Jepang ikut turun,<ref>{{Cite journal|url = http://www.ide.go.jp/English/Publish/Periodicals/De/pdf/98_03_05.pdf|title = The Asian Economic Crisis and Japan|last = Yamazawa|first = Ippei|date = September 1998|journal = The Developing Economies|doi = |pmid = |access-date = 16 November 2015|pages = 332–351|volume = 36|issue = 3}}</ref> bursa saham dan nilai aset lainnya jatuh, dan [[utang swasta]]nya naik drastis.<ref>Kaufman: pp. 195–6</ref>
 
[[Indonesia]], [[Korea Selatan]], dan [[Thailand]] adalah negara-negara yang paling parah terkena dampak krisis initerparah. [[Hong Kong]], [[Laos]], [[Malaysia]], dan [[Filipina]] juga terpengaruhterdampak oleh turunnya nilai mata uang. [[Daratan TiongkokBrunei]], [[Republik Tiongkok|TaiwanCina]], dan [[Singapura]], hampir[[Taiwan]], tidak terpengaruh.dan [[JepangVietnam]] tidak terpengaruhkentara banyakdampaknya, tapinamun sama-sama merasakan turunnya permintaan dan mengalamikepercayaan kesulitaninvestor ekonomidi jangkaseluruh panjangAsia.
 
Rasio utang-PDB asing naik dari 100% menjadi 167% di empat negara [[ASEAN]] pada tahun 1993–96, lalu melonjak hingga 180% pada masa-masa terparah dalam krisis ini. Di Korea Selatan, rasionya naik dari 13% menjadi 21%, lalu memuncak di angka 40%. [[Negara industri baru]] lainnya masih lebih baik. Kenaikan rasio pembayaran utang-ekspor hanya dialami oleh Thailand dan Korea Selatan.<ref>{{Cite journal|url = http://www.adb.org/publications/key-indicators-developing-asian-and-pacific-countries-2003|title = Key Indicators of Developing Asian and Pacific Countries 2003|date = August 2003|journal = Asian Development Bank|doi = |pmid = |access-date = 16 November 2015}}</ref>
 
Meski sebagian besar negara di Asia memiliki [[kebijakan fiskal]] yang bagus, [[Dana Moneter Internasional]] (IMF) turun tangan melalui program senilai $40 miliar untuk menstabilkan mata uang Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, negara-negara yang terdampak parah dalam krisis ini. Upaya menghambat krisis ekonomi global gagal menstabilkan situasi dalam negeri di Indonesia. Setelah 30 tahun berkuasa, [[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Soeharto]] [[Jatuhnya Soeharto|terpaksa mundur]] pada tanggal 21 Mei 1998 di bawah tekanan massa yang memprotes kenaikan harga secara tajam akibat devaluasi [[rupiah]]. Dampak krisis masih terasa hingga 1998. Tahun 1998, pertumbuhan Filipina anjlok hingga nol persen. Hanya Singapura dan Taiwan yang agak terhindar dari krisis ini, tetapi keduanya sempat mengalami tekanan besar; Singapura ikut tertekan karena ukuran dan letak geografisnya antara Malaysia dan Indonesia. Tahun 1999, sejumlah analis mengamati bahwa [[ekonomi Asia|ekonomi di Asia]] mulai pulih.<ref>Pempel: pp 118–143</ref> Setelah krisis tahu 1997, ekonomi di Asia mulai stabil di bawah pengawasan keuangan.<ref>http://web.archive.org/web/20121018154416/http://www.adbi.org/files/2012.08.28.wp377.central.banking.financial.stability.asia.pdf</ref>
 
Sebelum tahun 1999, Asia menarik hampir separuh arus [[modal]] ke [[negara berkembang]]. Negara-negara Asia Tenggara mempertahankan nilai tukar tinggi demi menarik investor asing yang mencari [[tingkat pengembalian saham]] tinggi. Hasilnya, Asia Tenggara menerima arus uang yang besar dan mengalami lonjakan harga aset. Pada saat yang sama, Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Korea Selatan mengalami tingkat pertumbuhan tinggi, PDB 8–12%, pada akhir 1980-an dan awal 1993. Prestasi ini diakui oleh lembaga keuangan internasional seperti IMF dan [[Bank Dunia]] dan dijuluki sebagai "[[Empat Macan Asia|keajaiban ekonomi Asia]]".
 
== Sejarah ==
Sampai tahun 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal [[negara berkembang]]. Tetapi, [[Thailand]], [[Indonesia]] dan [[Korea Selatan]] memiliki "current account deficit" dan perawatan [[kecepatan pertukaran pegged]] menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari risiko pertukaran [[valuta asing]] dalam sektor finansial dan perusahaan.<BR>