Selatpanjang (kota): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Shaid22 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Shaid22 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 20:
Daerah Selatpanjang dan sekitarnya sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang merupakan salah satu kesultanan terbesar di Riau saat itu.Pada masa pemerintahan Sultan Siak VII yaitu ''[[Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi]] '' (yang bertahta tahun 1784–1810), biasa disapa Sultan Syarif Ali, memberi titah kepada ''[[Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha|Panglima Besar Muda Tengku Busu Sayid Ahmad]]'' untuk mendirikan Negeri atau Bandar di Pulau Tebing Tinggi. Selain tertarik pada pulau itu juga karena Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sendiri pernah singgah ke daerah itu, tujuan utama Sultan Syarif Ali ingin himpun kekuatan melawan ''[[kerajaan Sambas]]'' ([[Kalimantan Barat]]) yang terindikasi bersekutu dengan Belanda yang telah khianati perjanjian setia dan mencuri mahkota Kerajaan Siak. Negeri atau Bandar ini nantinya sebagai ujung tombak pertahanan ketiga setelah ''[[Bukit Batu]]'' dan ''[[Merbau]]'''' untuk menghadang penjajah dan lanun.
 
Maka bergeraklah armadanya dibawah pimpinan Panglima Besar Muda Tengku ''[[Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha|BungsuBusu Sayid Ahmad]]'' pada awal Muharram tahun 1805 Masehi diiringi beberapa pembesar Kerajaan Siak, ratusan laskar dan hulu balang menuju Pulau Tebing Tinggi.
Mereka tiba di tebing Hutan ''Alai''(sekarang Ibukota Kecamatan Tebingtinggi Barat). Panglima itu segera menghujam kerisnya memberi salam pada Tanah Alai.Tanah Alai tak menjawab, Ia meraup tanah sekepal, terasa panas. Ia melepasnya, ''“Menurut sepanjang pengetahuan patik, tanah Alai ini tidak baik dibuat sebuah negeri karena tanah Hutan Alai adalah tanah jantan, Baru bisa berkembang menjadi sebuah negeri dalam masa waktu yang lama,”'' kata sang panglima dihadapan pembesar Siak dan anak buahnya.