Kudeta APRA: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Rujukan: minor cosmetic change
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes, replaced: kerjasama → kerja sama
Baris 39:
Pada hari Kamis tanggal [[5 Januari]] [[1950]], Westerling mengirim surat kepada pemerintah [[RIS]] yang isinya adalah suatu ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalm waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.
 
Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld (kelahiran Jerman), ''Nederlandse Hoge Commissaris'' (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasamabekerja sama dengan Westerling.
 
Pada [[10 Januari]] 1950, [[Hatta]] menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelum itu, ketika [[A.H.J. Lovink]] masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal ''exorbitante rechten'' terhadap Westerling. Saat itu Westerling mengunjungi [[Sultan Hamid II]] di [[Hotel Des Indes]], [[Jakarta]]. Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember [[1949]]. Westerling menerangkan tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut. Namun dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil apapun. Setelah itu tak jelas pertemuan berikutnya antara Westerling dengan Hamid. Dalam otobiografinya, ''Mémoires'', yang terbit tahun [[1952]], Westerling menulis, bahwa telah dibentuk [[Kabinet Bayangan]] di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari [[Pontianak]], oleh karena itu dia harus merahasiakannya.
Baris 79:
{{reflist}}
{{Lembaran hitam Indonesia}}
{{indo-sejarah-stub}}
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Peristiwa 1950]]
 
 
{{indo-sejarah-stub}}