Ketika Mas Gagah Pergi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Nama Firmansyah harusnya ditulis Firman Syah. Terima kasih. |
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k cosmetic changes, replaced: nasehat → nasihat, pemukiman → permukiman |
||
Baris 36:
Akibat kecelakaan, Gagah dirawat oleh Kyai Ghufron, pemimpin pesantren yang bersahaja dan sangat dihormati di wilayah Maluku Utara. Gagah takjub dengan kehidupan yang dijalani Kyai Ghufron dan merasakan pancaran kharismatiknya
Selama Gagah pergi, Gita beberapa kali bertemu sosok misterius di jalan, tepatnya di bus, kereta api dan tempat-tempat lainnya. Sosok ini masih muda. Ia gemar mengajak orang-orang pada kebaikan, mencerahkan dan menguatkan setiap orang yang ia temui, termasuk di area
Sosok yang kemudian dikenal sebagai Yudi ini melakukan aksinya dengan enerjik, kadang kocak menghibur, menyentuh dan membawa perenungan, namun selalu menolak pemberian uang. Gita penasaran tapi ia tak merasa perlu untuk tahu lebih lanjut tentang Yudi.
Baris 42:
Gagah pantang menyerah. Ia terus berusaha dekat dengan Gita dan juga Mama, untuk mengajak dua orang yang ia cintai itu untuk lebih mengenal keindahan Islam. “Islam itu indah. Islam itu cinta,” adalah hal yang selalu disampaikan Gagah pada Gita.
Gita juga bertambah syok karena sahabatnya Tika, kemudian memakai jilbab dan
Ceramah-ceramah Yudi yang sederhana dan mengena, keberadaan Tika serta Nadia, perlahan turut menggugah kesadaran Gita agar berbaikan kembali dengan abangnya. Gita mulai mau mendengarkan Gagah dan jalan bareng lagi. Gita juga senang diajak Gagah ke “Rumah Cinta”, rumah singgah penuh buku yang pelan-pelan dibangun Gagah untuk anak-anak dhuafa di pinggiran Jakarta. Di sana ia menikmati persahabatan Gagah dengan Urip, Asep dan Ucok, mantan preman yang insyaf dan mengelola tempat tersebut.
|