Ketela pohon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 23:
== Deskripsi ==
[[Perdu]], bisa mencapai 7 meter tinggi, dengan cabang agak jarang. Akar tunggang dengan sejumlah akar cabang yang kemudian membesar menjadi [[umbi]] akar yang dapat dimakan. Ukuran umbi rata-rata bergaris tengah 2–3 cm dan panjang 50–80 cm, tergantung dari [[klon]]/[[kultivar]]. Bagian dalam umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya [[asam sianida]] yang bersifat me[[racun]] bagi [[manusia]].{{cn}}
[[Umbi]] ketela pohon merupakan [[sumber energi]] yang kaya karbohidrat namun sangat miskin [[protein]]. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada [[daun]] singkong karena mengandung [[asam amino]] [[metionina]].{{cn}}
== Sejarah dan pengaruh ekonomi ==
Baris 35:
=== Di Hindia Belanda ===
Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu [[Hindia Belanda]]) pada sekitar tahun 1810<ref>[http://www.payer.de/hbiweltweit/weltw53.html Payer, M. ''HBI weltweit. 5.3. Zur Geschichte Indonesiens. '' Edisi 1997-03-18. Diakses 18 Mei 2007]</ref>, setelah sebelumnya diperkenalkan orang [[Portugal|Portugis]] pada abad ke-16 dari [[Brasil]]. Menurut Haryono Rinardi dalam Politik Singkong Zaman Kolonial, singkong masuk ke Indonesia dibawa oleh Portugis ke [[Maluku]] sekitar abad ke-16. Tanaman ini dapat dipanen sesuai kebutuhan. “Sifat itulah yang menyebabkan tanaman ubi kayu seringkali disebut sebagai gudang persediaan di bawah tanah,” tulis Haryono.{{cn}}
Butuh waktu lama singkong menyebar ke daerah lain, terutama ke [[Pulau Jawa]]. Diperkirakan singkong kali pertama diperkenalkan di suatu kabupaten di [[Jawa Timur]] pada [[1852]]. “Bupatinya sebagai seorang pegawai negeri harus memberikan contoh dan bertindak sebagai pelopor. Kalau tidak, rakyat tidak akan mempercayainya sama sekali,” tulis Pieter Creutzberg dan J.T.M. van Laanen dalam Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia.{{cn}}
Namun hingga [[1876]], sebagaimana dicatat H.J. van Swieten, kontrolir di [[Trenggalek]], dalam buku De Zoete Cassave (''Jatropha janipha'') yang terbit [[1875]], singkong kurang dikenal atau tidak ada sama sekali di beberapa bagian Pulau Jawa, tapi ditanam besar-besaran di bagian lain. “Bagaimanapun juga, singkong saat ini mempunyai arti yang lebih besar dalam susunan makanan penduduk dibandingkan dengan setengah abad yang lalu,” tulisnya, sebagaimana dikutip Creutzberg dan van Laanen. Sampai sekitar tahun 1875, konsumsi singkong di Jawa masih rendah. Baru pada permulaan abad ke-20, konsumsinya meningkat pesat. Pembudidayaannya juga meluas. Terlebih rakyat diminta memperluas tanaman singkong mereka.{{cn}}
Peningkatan penanaman singkong sejalan dengan pertumbuhan penduduk Pulau Jawa yang pesat. Ditambah lagi produksi padi tertinggal di belakang pertumbuhan penduduk. “Singkong khususnya menjadi sumber pangan tambahan yang disukai,” tulis Marwati Djoened Poesponegoro dan [[Nugroho Notosusanto]] dalam Sejarah Nasional Indonesia V. Hingga saat ini, singkong telah menjadi salah satu bahan pangan yang utama, tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia. Di Indonesia, singkong merupakan makanan pokok ketiga setelah [[padi-padian]] dan [[jagung]].{{cn}}
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM In Tapioca Fabriek Kedoeng Kawoeng Tjikalahang van de firma Goan Goan en Co wordt cassave gedroogd Java TMnr 10011274.jpg|left|thumb|Pabrik [[Tapioka]] Kedung Kawung Cikalahang milik firma Goan Goan & Co, [[Cirebon]], [[Jawa Barat]] (tahun tidak diketahui)]]
Hindia Belanda pernah menjadi salah satu pengekspor dan penghasil tepung [[tapioka]] terbesar di dunia. Di Jawa banyak sekali didirikan pabrik2 pengolahan singkong untuk dijadikan tepung tapioka. Seperti dalam buku ''Handbook of the Netherlands East Indies'', pada tahun [[1928]] tercatat 21,9% produksi tapioka diekspor ke [[Amerika Serikat]], 16,7% ke [[Inggris]], 8,4% ke [[Jepang]], lalu 7% dikirim ke [[Belanda]], [[Jerman]], [[Belgia]], [[Denmark]] dan [[Norwegia]]. Biasanya tepung olahan singkong tersebut dimanfaatkan sebagai bahan baku [[lem]] dan [[permen karet]], industri [[tekstil]] dan [[furniture]].{{cn}}
Singkong adalah nama lokal di kawasan [[Jawa Barat]] untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam bahasa [[Melayu]] secara luas. Nama "[[ketela]]" secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Portugis "''castilla''" (dibaca "''kastiya''"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan [[Castilla]] ([[Spanyol]]).{{cn}}
== Pengolahan ==
Umbi singkong dapat dimakan mentah. Kandungan utamanya adalah [[pati]] dengan sedikit [[glukosa]] sehingga rasanya sedikit manis. Pada keadaan tertentu, terutama bila teroksidasi, akan terbentuk [[glukosida]] racun yang selanjutnya membentuk [[asam sianida]] (HCN). Sianida ini akan memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Proses pemasakan dapat secara efektif menurunkan kadar racun.{{cn}}
Dari pati umbi ini dibuat [[tepung]] [[tapioka]] ([[kanji]]).
Baris 55:
[[File:Manihot_esculenta_dsc07325.jpg|thumb|Singkong segar]]
[[File:PeeledCassava.jpg|thumb|Singkong kupas]]
Dimasak dengan berbagai cara, singkong banyak digunakan pada berbagai macam masakan. Direbus untuk menggantikan [[kentang]], dan pelengkap masakan. Tepung singkong dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum,
== Kadar gizi ==
Kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi:<ref>[http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/10/11/Berita_Utama-Jateng/krn.20081011.144519.id.html kadar gizi]</ref>
* [[Kalori]] 121 kal
Baris 70:
* [[Besi]] 0,70 miligram
* [[Lemak]] 0,30 gram
* [[Vitamin B1]] 0,01 miligram
Sedangkan daun singkong yang banyak dijadikan sayuran pada [[masakan Sunda]] dan [[masakan Padang]] memiliki nutrisi sebagia berikut:<ref>{{cite book|url = https://books.google.co.id/books?isbn=9792231315|title = Makan Enak Untuk Sehat, Bahagia, dan Awet Muda|author = Wied Harry Apriadji|year = 2007|publisher = Gramedia|isbn = 9792231315|page = 65}}</ref>
Baris 103:
|275
|}
== Etimologi dan sinonim ==
Singkong adalah nama lokal di kawasan [[Jawa Barat]] untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam [[bahasa Melayu]] secara luas. Nama "ketela" secara [[etimologi]] berasal dari kata "castilla" (dibaca "kastilya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan [[Kerajaan Kastilia|Castilla]] (Spanyol).{{cn}}
Dalam bahasa lokal, [[bahasa Jawa]] menyebutnya ''pohung'', [[bahasa Sangihe]] ''bungkahe'', bahasa [[Toli-Toli|Tolitoli]] dan Gorontalo ''kasubi'', dan [[bahasa Sunda]] ''sampeu''.▼
▲Dalam bahasa lokal, [[bahasa Jawa]] menyebutnya ''pohung'', [[bahasa Sangihe]] ''bungkahe'', bahasa [[Toli-Toli|Tolitoli]] dan Gorontalo ''kasubi'', dan [[bahasa Sunda]] ''sampeu''.{{cn}}
== Produksi sedunia ==
Baris 147 ⟶ 134:
|-
| 7 || {{flag|Ghana}} || style="text-align: right" |14.240.900
|-
| 8 || {{flag|Vietnam}} || style="text-align: right" |9.875.500
Baris 168 ⟶ 154:
== Referensi ==
=== Referensi umum ===
|