Kesultanan Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Sistem Pemerintahan: ejaan, replaced: diantara → di antara |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k minor cosmetic change |
||
Baris 20:
4. [[Martapura, Banjar|Martapura]] (1632) {{br}}
5. [[Pangeran, Banjarmasin Utara, Banjarmasin|Sungai Pangeran, Banjarmasin]] (1663){{br}}
6. [[Kayu Tangi]] (1680){{br}}[[Keraton, Martapura, Banjar|Bumi Kencana]] (1771)<ref name="J. H. Moor">{{en}}{{cite book|first=[[J. H. Moor|Moor]] |
7. [[Seberang Mesjid, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin|Sungai Mesa, Banjarmasin]](1857){{br}}
8. Karang Intan{{br}}
Baris 85:
Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada tahun [[1622]] Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan [[Sultan Agung]] menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun [[1622]].<ref>{{en}} (2007){{cite web|url=http://www.indonesianhistory.info/map/mataram.html?zoomview=1|title=Mataram's overseas empire |publisher=Robert Cribb|date= |work= Digital Atlas of Indonesian History|accessdate=11 August 2011}}</ref>
Seiring dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun [[1636]].<ref name="hikayat banjar"/><ref name="Neêrlands">{{nl icon}}{{cite book|first=[[Ludovicus Carolus Desiderius van Dijk|Ludovicus Carolus Desiderius]] |
Sejak tahun [[1631]] Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan [[Kesultanan Mataram]], tetapi karena kekurangan [[logistik]], maka rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah tidak ada lagi. Sesudah tahun [[1637]] terjadi [[migrasi]] dari pulau Jawa secara besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa.
|