Wira Tanu I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: praktek → praktik
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 32:
|signature =
}}
[[FileBerkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Regent van Tjiandjoer en zijn echtgenote voor hun huis in een auto van het merk Opel TMnr 60019212.jpg|thumb|400 px| [[Pendopo]] ''regent'' (Kabupaten) Cianjur taun 1915-1925]]
'''Raden Aria Wira Tanu''' adalah Dalem ([[bupati]]) pendiri kabupaten [[Cianjur]]. Raden Aria Wira Tanu bernama asli ''Jayasasana'' atau ''Djayasasana''.
 
== Kehidupan Awal ==
Raden Jayasasana adalah putra Raden Aria [[Wangsa Goparana]]. Berdasarkan silsilah, Raden Aria [[Wangsa Goparana]] merupakan anak dari Sunan Ciburang yang merupakan raja dari Kerajaan Talaga. Sunan Ciburang merupakan anak dari [[Sunan Wanaperih]] anak dari Sunan Parung Gangsa anak dari Pucuk Umum anak dari Munding Sari Leutik anak dari Munding Sari. Munding Sari merupakan salah satu anak dari [[Prabu Siliwangi]] yang ketika runtuhnya Pajajaran pada tahun 1579 kabur ke daerah Talaga di suku gunung Cereme.
 
Baris 53:
 
== Berdirinya Cianjur ==
=== Kepala Masyarakat ===
Setelah dewasa, Jayasasana diberikan tanggungjawab oleh ayahnya Dalem Sagaraherang berupa 100 orang rakyat (cacah). Menurut sistem feodalisme saat itu, kekuasaan seorang bangsawan ditentukan oleh banyaknya rakyat yang dipimpin bukan berdasarkan tanah (wilayah). Karena semakin banyak rakyat, maka akan semakin banyak pula wilayah yang ditempati oleh rakyatnya itu.
 
Baris 62:
Tugas utama seorang kepala masyarakat adalah mengatur kehidupan dan menegakan hukum yang berlaku. Selain daripada itu, ia juga bertugas untuk melindungi rakyatnya jika ada keributan, jika ada rampok atau jika ada serangan dari wilayah lain. Sehingga kepala masyarakat saat itu lebih tepat disebut sebagai Panglima atau Senapati dan bukan disebut sebagai Dalem. Begitupun dengan masyarakat Jayasasana saat itu masih berada dalam tahap kesenapatian. Secara de Jure karena runtuhnya [[Pajajaran]], sebenarnya wilayah yang saat itu ditempati oleh Rakyat Jayasasana adalah dibawah kekuasaan Mataram yang pada praktiknya dibawah kekuasaan [[Cirebon]] karena Cirebon merupakan bawahan (vasal) dari Mataram. Maka daripada itu dalam beberapa catatan-catatan VOC rakyat Jayasasana sering disebut sebagai rakyat Cirebon.<ref name="Sajarah Cianjur"/>
 
=== Menjadi Dalem dan Mendapat Gelar Wira Tanu ===
Runtuhnya Pajajaran menyebabkan beberapa daerah merdeka dan menyebabkan beberapa kerajaan berusaha mengklaim wilayah bekas Pajajaran termasuk [[kerajaan Sumedang Larang]] di bawah Prabu [[Geusan Ulun]] yang menurut klaimnya bahwa seluruh bekas wilayah Pajajaran adalah wilayah Sumedang Larang. Dalam rangka menegakkan klaimnya, Prabu Geusan Ulun kemudian menyelenggarakan serangkaian kampanye militer untuk menaklukan wilayah-wilayah yang tidak tunduk pada klaimnya. Untuk mengatasi kampanye militer Sumedang Larang, Cirebon kemudian memperkuat pertahanan, diantaranya adalah di wilayah Cimapag yang saat itu wilayah Cimapag termasuk ke dalam wilayah tanggungjawab Jayasasana. Maka Cirebon kemudian mengangkat Jayasasana sebagai senapati atau panglima dengan gelar Wira Tanu (Wira Tanu artinya Panglima atau Senapati).
 
Baris 76:
Berbeda dengan [[Bandung]] atau [[Sumedang]], Cianjur merupakan [[kabupaten]] yang berdiri sendiri (merdeka) meskipun secara de jure masih di bawah [[Mataram]] melalui Cirebon. Ini terjadi karena ada perjanjian antara Mataram dengan [[VOC]] untuk memberikan wilayah antara [[Cisadane]]-[[Citarum]] menjadi wilayah VOC menurut kontrak tanggal 25 Februari 1677.<ref name="Sajarah Cianjur"/>
 
=== Penentuan Hari Jadi Cianjur ===
Seperti telah diketahui, Cianjur pada awalnya adalah wilayah Mataram melalui Cirebon. Pada tahun 1670-1677 bisa disebutkan sebagai 7 tahun kebebasan dari kekuasaan Mataram, hal ini terjadi karena pada tahun 1670 klaim Mataram atas wilayah-wilayahnya sudah berkurang karena fokus berperang dengan VOC, sedangkan pada tahun 1677 Mataram secara yuridis telah menyerahkan kekuasaannya di antara wilayah Cisadane-Citarum kepada VOC. Namun karena keterbatasan VOC, VOC belum bisa menjajah wilayah yang didapatnya dari Mataram secara intensif. Jadi meskipun secara de facto wilayah tersebut merdeka tapi secara de jure status mereka adalah jajahan VOC.
 
Pada tanggal 2 Juli 1677, [[Trunojoyo]] menyerbu istana Plered dan [[Amangkurat I]] kabur bersama Mas Rahmat. Kesempatan ini dijadikan titik tolak lepasnya wilayah-wilayah jajahan Mataram secara de facto. Berita ini baru sampai ke Cianjur pada tanggal 12 Juli 1677, sehingga secara de facto pada tanggal 12 Juli 1677 Cianjur merdeka dari Mataram.
 
Kemerdekaan yang dicapai sebenarnya hanya de facto karena secara de jure, Cianjur sudah berada di wilayah VOC berdasarkan kontrak tanggal 25 Februari 1677. Namun karena VOC belum mampu mengelola daerah jajahannya sehingga Wira Tanu pada waktu itu berhasil menjadi Dalem secara Mandiri tanpa diangkat oleh VOC maupun oleh Raja/Sultan yang lain. Sehingga menurut catatan VOC/Belanda, bupati regent Cianjur yang pertama bukanlah Wira Tanu I tapi anaknya yaitu Wira Tanu II<ref name="Sajarah Cianjur"/>
 
== Masa Senja ==
Baris 98:
# Nyi Mas Jenggot
 
== Bantahan terhadap pernikahan dengan jin ==
Ada versi lain yang menyatakan bahwa sebenarnya R.A. Wira Tanu I tidak menikah dengan jin tapi menikah dengan seorang wanita yang berasal dari [[India]]. Karena kecantikannya dan langkanya orang-orang zaman itu melihat orang India, maka banyak yang berspekulasi bahwa wanita yang dinikahi oleh Wira Tanu adalah jin. Apalagi setelah anak-anaknya dibawa oleh ibunya dan diberitakan hilang.{{cn}}