Muhammad Adnan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: minor cosmetic change
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: didalam → di dalam, seksama → saksama, terlantar → telantar
Baris 50:
Melihat dari silsilah di atas Muhammad Adnan adalah putra yang ke 4 dari Tafsir Anom V (lima), saudara dari Pengulu Tafsir Anom VI sebagai pengganti Pengulu Tafsir Anom V, adik kandung atau saudara nomor lima.
Muhammad Adnan dilahirkan dan dibesarkan di kampung Kauman dan tinggal di rumah tradisional Jawa berbentuk joglo serta berpendapa besar. Mengenai bentuk rumah di Jawa yang ditentukan oleh bangunan atapnya, ada yang dinamakan rumah limasan, rumah serotong, rumah joglo, rumah penggangepe, rumah rumah daragepak, rumah macan jerum, rumah klabang nyander, rumah tajuk, rumah kutuk ngambang, dan rumah sinom.
Dari sekian banyak macam bentuk rumah tersebut rumah limasan adalah yang paling sering ditemui dan menjadi tempat kediaman keturunan penetap desa pertama, di samping rumah serotong. Adapun rumah joglo seperti yang ditempatidi tempati Muhammad Adnan adalah porotipe rumah bangsawan.
Pada masa kecil dan remajanya suasana hidup yang meliputinya masih dipengaruhi oleh feodalisme; tradisi Kasunanan Surakarta sangat nampaktampak sifat kefeodalannya.
Stratifikasi masyarakat Jawa tempo dulu dalam kenyataannya hanya dibagi menjadi tiga bagian; raja (pangeran), bangsawan, dan petani. Feodalisme Jawa berada pada puncaknya bertepatan dengan pengaruh Belanda yang telah masuk bukan saja dalam arti geografis, melainkan juga masuk kedalam struktur masyarakat Jawa. Sepanjang zaman itu empat tingkat dapat dibedakan; pertama para raja (monarkhi), kedua para kepala daerah (provinsi) lebih kurang setaraf dengan para bupati modern, ketiga para kepala desa, dan keempat massa penghuni desa.
Dapat dicontohkan pada penampilan ayahanda Muhammad Adnan, yakni Tafsir Anom V, dalam kesehariannya sering memakai jubah dan bersorban sebagaimana umumnya busanana ulama pada masa itu. Namun ia sebagai pejabat kraton, kiai kanjeng pengulu ini memakai kain batik, berjas beskap hitam berenda-renda dan punggungnya diselipkan keris sebagai kelengkapan busana tradisional jawa. Tutup kepalanya bercorak khusus, kombinasi model udheng jawa dan sorban yang berwarna putih.
Baris 73:
Kiai Idris, Syaikh Syatho dan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabaui (1855-1916) lahir di Bukit Tinggi dan pada tahun 1876 dibawa ayahnya ke Makkah dan kemudian bermukim di sana, serta memiliki kedudukan yang tinggi dalam mengajarkan agama, yaitu sebagai imam mazhab Syafi’i di Masjid al-Haram. Ia memiliki keahlian dalam bidang ilmu berhitung dan ilmu ukur, terutama digunakan dalam bidang hukum Islam. Dengan beberapa alasan ia menentang tarekat dan juga menentang harta pusaka menurut garis matrineal yang berlaku pada adat Minangkabau dalam hukum waris.
Muhammad Adnan bersama kedua saudaranya mengaji dengan tekun dan hidup sederhana sebagai layaknya santri. Ditengah-tengah masa studinya di Makkah ayahnya memerintahkan salah satu di antara ketiga bersaudara mau belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Atas persetujuan bersama, yang berangkat ke al-Azhar adalah saudara mudanya yaitu Muhammad Isham.
Menjelang tahun 1914 karena suasana dunia internasional genting, yaitu setelah terbunuhnya orang penting di Sarajevo yang menjadi penyebab perang dunia pertama, dan pada waktu di Arabia timbul bahaya kekurangan makan. Ayahnya memerintahkan agar putra-putranya kembali ke tanah air. Dimungkinkan ada kekhawatiran, jika nanti timbul peperangan besar, maka hubungan antara jazirah Arab dan Indonesia menjadi terputus dan dapat menyebabkan para mukimin Indonesia di Makkah terlantartelantar hidupnya.
Oleh karena itu Muhammad Adnan bersaudara memutuskan untuk memenuhi perintah ayahnya pulang ke tanah air. Dengan naik kapal laut mereka kembali ke tanah air dan pada tahun 1916 tiba dengan selamat. Sekembali ke Indonesia ia masih belajar lagi di madrasah Manbaul Ulum Solo.
Karena ketekunannya dalam mencari ilmu, Muhammad Adnan sampai mendapatkan gelar Profesor dalam ilmu Fiqh.
Baris 99:
Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Peristiwa ini disambut gembira oleh seluruh rakyat Indonesia, dan juga keluarga Muhammad Adnan. Sejak proklamasi kemerdekaan itu rumah dan kantor Mahkamah Islam Tinggi tempat Muhammad Adnan bekerja tiada lagi dikibarkan bendera “hinomaru”. Sebagai gantinya, sang Merah Putih dikibarkarkan di rumahnya di Jakarta, bahkan di seluruh Indonesia.
Sebagai wakil sekutu, kedatangan tentara Inggris untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang Sekutu tidak menjadikan kota Jakarta menjadi lebih aman. Ketegangan-ketegangan semakin menjadi karena disamping tentara Inggris, ada tentara Belanda yang menyelundup di belakangnya. Pertempuran terjadi dimana-mana antara tentara Belanda/Sekutu dengan pemuda-pemuda Indonesia sehingga situasi kota tidak aman. Berhubung dengan itu, Muhamad Adnan memutuskan untuk memindahkan keluarganya ke kota Surakarta.
Muhammad Adnan beserta seluruh keluarganya berangkat ke Surakarta pada bulan Oktober 1945, dengan naik kereta api dari stasiun Jatinegara. Muhammad Adnan dari rumah menuju ke stasiun berkendaraan truk PMI (Palang Merah Indonesia) karena Muhammad Adnan menjadi penasehat PMI pusat Jakarta. Jalan menuju stasiun nampaktampak sepi, dan tembakan-tembakan terdengar disana-sini. Namun perjalanan tiada mengalami hambatan, dan rombongan keluarga Adnan selamat tiba di stasiun Jatinegara.
Kereta api yang ditumpangi Muhammad Adnan yang sarat oleh penumpang berangkat dari stasiun Jatinegara senja hari, dan tiba di stasiun Balapan Surakarta keesokan harinya kira-kira pukul 08.00 pagi. Rumah yang dituju adalah rumah pengulon “Dalem Pengulon”, di Kauman tempat Muhammad Adnan dulu pernah hidup bersama orang tuanya. Saat itu Dalem Pengulon dalam keadaan kosong setelah Ibunda Nyai Pengulu Tafsir Anom meninggal awal tahun 1945.
Pada tahun 1946 Muhammad Adnan kembali lagi ke Jakarta untuk membenahi kepindahan kantor Mahkamah Islam Tinggi dari Jakarta ke Surakarta. Bnyak kantor, jawatan, departemen-departemen yang sudah hijrah ke daerah-daerah yang aman, terutama ke Yogyakarta dan Surakarta. Pemindahan ini mengikuti kebijaksanaan pemerintahan Republik Indonesia yang menghijrahkan Pusat dari Jakarta ke Yogyakarta. Kemudian Yogyakarta menjadi ibukota revolusi. Dalam menghijrahkan MIT (Mahkamah Islam Tinggi) Muhammad Adnan dibantu oleh paniteranya, Muhammad Junaidi dan beberapa karyawan.
Baris 130:
PPDP ini mempunyai cabang dimana-mana tempat, di seluruh Indonesia. Meskipun Muhammad Adnan menjadi ketua Mahkamah Islam Tinggi Jakarta, tetapi ia tetap menjadi ketua pengurus besar PPDP, hanya pengerus harian tetap di Solo.
Setelah itu Dengan surat keputusan Gubernur jenderal Hindia-Belanda tanggal 11-8-1941 Nomor 6, terhitung mulai 1-8-1941. Muhammad Adnan diangkat menjadi ketua Mahkamah Islam Tinggi di Jakarta. Setelah Muhammad Isa, ketua Mahkamah Islam Tinggi pertama meninggal dunia.
Muhammad Adnan mengusulkan agar pemerintah membentuk suatu departemen yang khusus mengurusi dan memperhatikan urusan keislaman. Yang dihaapkan dapat memberikan penerangan tentang Islam dan memberikan bimbingan kepada umat muslim guna kemaslahatan bersama. Dengan adanya departemen urusan agama Islam diharapkan sebagaian urusan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan Islam dan kaum Muslimin dapat terurus dengan seksamasaksama.
 
=== Perjuangan pada Negara ===
Muhammad Adnan sebagai mantan Ketua PPDP yang sudah bubar masih sering dimintai saran-saran oleh organisasi yang mempersatukan perhimpunan-perhimpunan agama dan partai-partai Islam, yakni Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang didalamnyadi dalamnya terdapat persyarikatan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Partai Islam Indonesia (PII), diwakili para pemimpinnya W. Wondoamiseno (ketua majlis), Harsono Cokroaminoto, dr. Sukiman Wiyosanjoyo.
Pada zaman Jepang Muhammad Adnan diangkat menjadi anggota Jakarta Tokubetsu Si Sangi Kai (Dewan Kota) bersama-sama dengan A. Muhsin Dasaad (direktur perusahaan dagang “Kancil Mas”), dr Slamet Sudibyo (dokter swasta), Ir. Safwan (pegawai Denki Kosya), Thee Jin Seng (saudagar keturunan Tionghoa), R.H.O. Junaedi (pemimpin Harian Umum “Pembangun”).
Jepang mengharap keenam orang itu mencerminkan wakil masyarakat Indonesia, termasuk keturunan Cina. Pembesar-pembesar Jepang jika memerlukan informasi tentang masalah keislaman sering menghubungi Ketua Mahkamah Islam Tinggi yaitu Muhammad Adnan.