Bharatayuddha: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: diakhir → di akhir
Baris 20:
'''Baratayuda''', adalah istilah yang dipakai di [[Indonesia]] untuk menyebut [[perang di Kurukshetra|perang besar di Kurukshetra]] antara keluarga [[Pandawa]] melawan [[Korawa]]. Perang ini merupakan klimaks dari kisah ''[[Mahabharata]]'', yaitu sebuah [[wiracarita]] terkenal dari [[India]].
 
Istilah Baratayuda berasal dari kata ''Bharatayuddha'' (Perang [[Bharata]]), yaitu judul sebuah naskah [[kakawin]] [[bahasa Jawa Kuna|berbahasa Jawa Kuna]] yang ditulis pada tahun [[1157]] oleh Mpu Sedah atas perintah [[Maharaja]] [[Jayabhaya]], raja [[Kerajaan Kadiri]]. Sebenarnya kitab baratayuda yang ditulis pada masa Kediri itu untuk simbolisme keadaan perang saudara antara Kerajaan Kediri dan Jenggala yang sama sama keturunan Raja Erlangga . Keadaan perang saudara itu digambarkan seolah-olah seperti yang tertulis dalam Kitab Mahabarata karya Vyasa yaitu perang antara Pandawa dan Kurawa yang sebenarnya juga keturunan Vyasa sang penulis
 
Kisah ''[[Kakawin Bharatayuddha]]'' kemudian diadaptasi ke dalam [[bahasa Jawa|bahasa Jawa Baru]] dengan judul ''[[Serat Bratayuda]]'' oleh pujangga [[Yasadipura I]] pada zaman [[Kasunanan Surakarta]].
Baris 74:
 
Karena kisah Baratayuda yang tersebar di Indonesia dipengaruhi oleh kisah sisipan yang tidak terdapat dalam kitab aslinya, mungkin banyak terdapat perbedaan sesuai dengan daerah masing-masing. Meskipun demikian, inti kisahnya sama.
 
 
== Babak pertama ==
Baris 82 ⟶ 81:
Balatentara [[Korawa]] menyerang laksana gelombang lautan yang menggulung-gulung, sedang pasukan [[Pandawa]] yang dipimpin Resi Seta menyerang dengan dahsyat seperti senjata yang menusuk langsung ke pusat kematian. Sementara itu Rukmarata, putra Prabu Salya datang ke Kurukshetra untuk menonton jalannya perang. Meski bukan anggota pasukan perang, dan berada di luar garis peperangan, ia telah melanggar aturan perang, dengan bermaksud membunuh Resi Seta, Pimpinan Perang Pandawa. Rukmarata memanah Resi Seta namun panahnya tidak melukai sasaran. Setelah melihat siapa yang memanahnya, yakni seorang pangeran muda yang berada di dalam kereta di luar garis pertempuran, Resi Seta kemudian mendesak pasukan lawan ke arah Rukmarata. Setelah kereta Rukmarata berada di tengah pertempuran, Resi Seta segera menghantam dengan [[gada]] (pemukul) Kyai Pecatnyawa, hingga hancur berkeping-keping. Rukmarata, putera mahkota Mandaraka tewas seketika.
 
Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu [[Salya]] sedangkan Arya Wratsangka tewas oleh Pendeta [[Drona]]. [[Bisma]] dengan bersenjatakan Aji Nagakruraya, Aji Dahana, busur Naracabala, Panah kyai Cundarawa, serta senjata Kyai Salukat berhadapan dengan Resi Seta yang bersenjata [[gada]] Kyai Lukitapati, pengantar kematian bagi yang mendekatinya. Pertarungan keduanya dikisahkan sangat seimbang dan seru, hingga akhirnya Bisma dapat menewaskan Resi Seta. Bharatayuddha babak pertama diakhiridi akhiri dengan sukacita pihak [[Korawa]] karena kematian pimpinan perang [[Pandawa]].
 
=== Babak Kedua ===
 
Setelah Resi Seta gugur, [[Pandawa]] kemudian mengangkat [[Drestadyumna]] (Trustajumena) sebagai pimpinan perangnya dalam perang Bharatayuddha. Sedangkan [[Bisma]] tetap menjadi pimpinan perang [[Korawa]]. Dalam babak ini kedua kubu berperang dengan siasat yang sama yaitu ''Garudanglayang'' (Garuda terbang).
 
Dalam pertempuran ini dua anggota [[Korawa]], Wikataboma dan kembarannya, Bomawikata, terbunuh setelah kepala keduanya diadu oleh [[Bima (Mahabharata)|Bima]]. Sementara itu beberapa raja sekutu Korawa juga terbunuh dalam babak ini. Diantaranya Prabu Sumarma, raja Trigartapura tewas oleh Bima, Prabu Dirgantara terbunuh oleh Arya [[Satyaki]], Prabu Dirgandana tewas di tangan Arya Sangasanga (anak Setyaki), Prabu Dirgasara dan Surasudirga tewas di tangan [[Gatotkaca]], dan Prabu Malawapati, raja Malawa tewas terkena panah Hrudadali milik [[Arjuna]].
 
Bisma setelah melihat komandan pasukannya berguguran kemudian maju ke medan pertempuran, mendesak maju menggempur lawan. Atas petunjuk [[Kresna]], Pandawa kemudian mengirim Dewi Wara [[Srikandi]] untuk maju menghadapi Bisma. Dengan tampilnya prajurit wanita tersebut di medan pertempuran menghadapi Bisma. Bisma merasa bahwa tiba waktunya maut menjemputnya, sesuai dengan kutukan Dewi [[Amba]] yang tewas di tangan Bisma. Bisma gugur dengan perantaraan panah Hrudadali milik [[Arjuna]] yang dilepaskan oleh istrinya, Srikandi.