Sunan Nata Alam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: diantara → di antara
Baris 48:
|religion = [[Islam]] [[Sunni]]
|}}
 
 
'''Sunan Nata Alam/Sulaiman Saidullah (ke-1)''' atau '''Maulana As Sulthan Tahmidillah ibni As Sulthan Tamjidillah'''<ref>{{ms}}Mohd. Shaghir Abdullah (Hj. W.), Perkembangan ilmu fiqh dan tokoh-tokohnya di Asia Tenggara, Jilid 1, Ramadhani, 1985</ref> atau '''Tahhmid Illah II'''<ref>{{nl}} (1866){{cite book|pages=48 |url=http://books.google.co.id/books?id=xIooAAAAYAAJ&dq=Tahhmid%20Illah%20II&pg=PA48#v=onepage&q=Tahhmid%20Illah%20II&f=false|title=De gids: nieuwe vaderlandsche letteroefeningen|publisher=G. J. A. Beijerinck}}</ref> atau '''Panembahan Batoe'''<ref>{{nl}} {{cite book|pages=141|url=http://books.google.co.id/books?id=C-8aAAAAYAAJ&dq=Panembahan%20Batoe&pg=PA141#v=onepage&q=Panembahan%20Batoe&f=false|title=Reizen en onderzoekingen in den Indischen archipel, gedaan op last der nederlandsche indische regering, tusschen de jaren 1828 en 1836: Nieuwe uitgave, met verbeteringen|first=Salomon |last=Müller|year=1857}}</ref><ref>{{nl}} (1855){{cite book|pages=569 |url=http://books.google.co.id/books?id=FPFAAAAAcAAJ&dq=Panembahan%20Batoe&pg=PA569#v=onepage&q=Panembahan%20Batoe&f=false|title=Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde|volume=3}}</ref> adalah mangkubumi dan Wali [[Sultan Banjar]] tahun 1761-1801.<ref name="Regnal">[http://web.raex.com/~obsidian/seasiaisl.html#Bandjarmasin Regnal Chronologies Southeast Asia: the Islands]</ref> Semula ia menjadi mangkubumi Sultan Muhammad (sepupunya), dengan sebutan '''Pangeran Nata Mangkubumi'''. Sejak mangkatnya Sultan Muhammad pada tahun 1761, ia menjadi Wali Sultan dengan gelar '''Panembahan Kaharoeddin Haliloellah (EYD: Panembahan Kaharuddin Halilullah)'''<ref>{{nl}} {{cite book|pages=43 |url=http://books.google.co.id/books?id=EAtXAAAAMAAJ&q=Panembahan&dq=De+kroniek+van+Bandjarmasin&hl=id&source=gbs_word_cloud_r&cad=5 |title=Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw|first=Johannes |last=Cornelis Noorlander|publisher=M. Dubbeldeman|year=1935}}</ref><ref name="pegustian"/>. Pada tahun [[1762]] ia naik tahta dengan gelar '''Sultan Akamuddin Saidullah''' (mulai Oktober 1762)<ref name="pegustian"/>. Ia menggantikan Sultan Muhammad yang mangkat karena sakit paru-paru yang dideritanya sejal awal pemerintahnya (1759) dengan meninggalkan putera-puteri yang masih kecil. Atas perintah Dewan Mahkota tahun 1762 saudaranya yang bernama '''Pangeran Prabujaya''' dilantik menjadi mangkubumi (kepala pemerintahan).<ref>http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf</ref> Sejak tahun [[1767]] ia melantik puteranya yang masih berusia 6 tahun sebagai Sultan dengan gelar Sultan Sulaiman yang dianggap sebagai pewaris Puteri Lawiyah binti Sultan Tahmidubillah/Sultan Muhammad. Sultan Sulaiman lahir pada tahun [[1761]] yang merupakan tahun mangkatnya Sultan Muhammad.
Baris 60 ⟶ 59:
== Silsilah ==
'''Sunan (Sultan) Soleman Sa'idallah I''' atau '''Sultan Tahmidillah II''' adalah putera tertua [[Sultan Tamjidillah I]]
Sultan Tahmidillah II memiliki sembilan orang, diantaranyadi antaranya tujuh orang dari permaisuri Putri Lawiyah, tiga laki-laki dan empat perempuan, yaitu <ref name="tutur candi">{{id}} Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986</ref>:
# Sultan Sulaiman al-Mu'tamidullah
# [[Ratu Anom Ismail]]
Baris 85 ⟶ 84:
# Sultan Nata Nagara<ref>gelar ketika berumur 20 tahun</ref><ref name="Jacobs">{{en}}{{cite book|first=E. M.|last=Jacobs |coauthors= |url=http://books.google.co.id/books?id=M0EDRPTN7c0C&lpg=PA85&dq=Banjermasin%20Sultan%20Nata%20Nagara&pg=PA85#v=onepage&q=Banjermasin%20Sultan%20Nata%20Nagara&f=false|title=Merchant in Asia: the trade of the Dutch East India Company during the eighteenth century |publisher=CNWS Publications |year=2006 |isbn=978-90-5789-109-0}}ISBN [http://books.google.co.id/books?id=M0EDRPTN7c0C&lpg=PR4&pg=PR4#v=onepage&q&f=false 90-5789-109-3]</ref>
# Panembahan Batuah<ref name="tamar"/>
# Panembahan Ratu<ref name="gazali"> {{id}} M. Gazali Usman, [[Kerajaan Banjar]]: [[Sejarah]] Perkembangan [[Politik]], [[Ekonomi]], [[Perdagangan]] dan Agama Islam, [[Banjarmasin]]: Lambung Mangkurat Press, [[1994]].</ref>
# Panembahan Batu<ref name="gazali"/>/Sultan Batu<ref name="J. Pijnappel Gzn"/>
# Panembahan Nata<ref>Urang Banjar dan kebudayaannya, Penerbit Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan, 2007</ref><ref name="pegustian"> {{id}}Helius Sjamsuddin; Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906; Balai Pustaka, 2001</ref><ref>Urang Banjar dan kebudayaannya, Penerbit Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan, 2007</ref>
# Pangeran Tahmidillah<ref name="tutur candi"/> Sultan Tahmidillah<ref name="tutur candi">{{id}} Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986 </ref> //Sultan Tahmidullah II<ref name="tamar"/>/Sultan Tahmidullah<ref name="ahmad">Ahmad Gazali Usman, Urang Banjar dalam sejarah, Penerbit Lambung Mangkurat University Press, 1989</ref>
# Sultan Sulaiman (1792)<ref>[http://mcp.anu.edu.au/N/SRN_bib.html#D40#Banjarmasin Surat Beriluminasi Raja Nusantara]</ref>
# Tuan Sunan Soleman Sa'idallah<ref name="Bandjermasin"/>/Tuan Sunan Sulaiman Saidullah I/Tuan Sunan Soleman Sa'idallah<ref name="Bandjermasin"/>/Sultan Soliman Shahid Alla<ref name="J. H. Moor">{{en}}{{cite book|first=[[J. H. Moor|Moor ]] |last=J. H. |title=''[http://books.google.co.id/books?id=fHhNAAAAYAAJ&dq=Sultan%20Soliman%20Shahid%20Alia%20to%20Martapura&pg=RA1-PA98#v=onepage&q=Sultan%20Soliman%20Shahid%20Alia%20to%20Martapura&f=false Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands ...]'' |publisher=Singapore: F.Cass & co. |year=1837}}</ref>
 
== Pangeran Amir ==
Sultan [[Muhammad Aliuddin Aminullah]] meninggalkan putera-putera yang berhak menggantikan kedudukan sebagai [[Sultan]] ketika dia wafat, yaitu Pangeran Abdullah, Pangeran Rahmat dan Pangeran Amir.<ref>{{id}} Abdul Qadir Djaelani, Perang sabil versus perang salib: umat Islam melawan penjajah Kristen Portugis dan Belanda, Yayasan Pengkajian Islam Madinah Al-Munawwarah, 1999
</ref> Anak-anak yang berhak atas tahta ini satu persatu meninggal, Pangeran Abdullah meninggal karena diracun dan dicekik oleh Sultan Tahmidullah II<ref>{{id}} {{cite book|pages=41 |url=http://books.google.co.id/books?id=NjBc79jjRx4C&lpg=PA41&dq=Sultan-moeda%20bandjarmasin&pg=PA41#v=onepage&q&f=false|title=Bulan jingga dalam kepala: novel|first=M. Fadjroel |last=Rachman|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2007|isbn=9792228764}}ISBN 9789792228762</ref>, kemudian disusul Pangeran Rahmad dibunuh atas perintah Sultan Tahmidullah II. Sekarang menunggu giliran Pangeran Amir menyadari atas kejadian terhadap saudara-saudaranya, karena itu sebelum terlambat dia meminta diizinkan meninggalkan Kesultanan Banjarmasin dengan alasan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Sunan Nata Alam mengizinkan, karena berarti bahwa satu-satunya pewaris tahta sudah tidak berada di tempat lagi. Ternyata Pangeran Amir tidak berangkat menuju [[Mekkah]] untuk menunaikan [[ibadah]] [[haji]] tetapi dia singgah ke [[Kesultanan Pasir|Pasir]] ke tempat pamannya Arung Tarawe. Arung Tarawe menyanggupi memberi bantuan pada Pangeran Amir, untuk menyerang [[Martapura]], untuk merebut tahta dari Pangeran Nata Alam. Perjanjian ini yang menyebabkan peperangan dan sebagai peristiwa yang terburuk bagi Kesultanan Banjarmasin, sebab dalam peperangan perebutan tahta ini bangsa Belanda dan orang-orang [[Bugis]] ikut campur tangan. Dengan demikian peperangan ini melibatkan pertentangan antar suku, yaitu [[suku Banjar]] dan [[suku Bugis]], juga melibatkan orang Belanda sebagai bangsa yang haus daerah, untuk dijadikan tanah [[jajahan]]. Pada tahun [[1785]] Pangeran Amir dengan bantuan Arung Tarawe menyerang Martapura. Pasukannya dengan 3000 orang Bugis dengan kekuatan [[60]] buah perahu berangkat dari [[Pasir]] melalui [[Tanjung Silat]] mendarat di Tabanio, pelabuhan lada terbesar dari Kesultanan Banjarmasin. Di [[Tabanio]] pasukan [[Bugis]] melakukan pembunuhan terhadap rakyat yang tidak berdosa yang tidak mengerti persoalan dan tidak mengerti perebutan tahta, pemusnahan kebun lada, sumber potensial dari perdagangan Kesultanan Banjarmasin dan sumber penghasilan rakyat, menawan rakyat dan selanjutnya dijadikan [[budak]] oleh orang Bugis, hal ini menyebabkan terjadinya pertentangan suku, suku Bugis dan suku Banjar. Hal ini pula menyebabkan hilangnya simpati rakyat Banjar terhadap Pangeran Amir, sehingga rakyat Banjar tidak ada yang membantu perjuangan Pangeran Amir, suatu siasat yang merugikan Pangeran Amir sendiri. Memang penyerangan Pangeran Amir ini, sebagai realisasi balas dendam akan kematian ayah dan saudara-saudaranya. Penyerangan Pangeran Amir ini menyebabkan Susuhunan Nata Alam membuat kontrak baru dengan [[VOC]] pada tahun [[1787]] untuk menjaga stabilitas kekuasaannya agar tetap berada di tangannya dan garis keturunannya. Hal-hal penting dari [[perjanjian]] itu ada 4 point : <ref name="Bandjermasin"/>
# Sultan menyerahkan daerah kekuasaannya atas [[Kesultanan Pasir|Pasir]], [[Poelau Laoet|Laut Pulo]], [[Tanah Laut|Tabanio]], [[Kabupaten Katingan|Mendawai]], [[Kabupaten Kotawaringin Timur|Sampit]], [[Kabupaten Seruyan|Pembuang]], [[Kerajaan Kotawaringin|Kotawaringin]] pada VOC.
# Kerajaan Banjar adalah [[vazal]] VOC dan Sultan cukup puas dengan ''uang tahunan''
Baris 101 ⟶ 100:
Susuhunan Nata Alam menyadari bahwa atas serangan Pangeran Amir dengan pasukan Bugis tersebut, dan hanya [[VOC]] yang dapat menyelamatkannya, karena itulah tidak ada pilihan lain bagi Pangeran Nata, bahwa dia harus meminta bantuan VOC untuk mengusir pasukan Bugis tersebut. Pangeran Nata Alam mengatur siasat bahwa bagaimanapun juga Belanda harus dijadikan tameng untuk melindungi kedaulatannya, tetap terikat dengan Kesultanan Banjarmasin tetapi bukan sebagai penguasa.
 
Perjanjian yang diadakan oleh Sultan Nata Alam terdiri dari : <ref name="Bandjermasin"/>
# Acte van Afstand 13 Agustus 1787
# Tractaat 13 Agustus 1787
# Proclamatie 1 Oktober 1787
# Sep. Articul het Tractaat van 13 Agustus 1787, 22 April 1789.
 
Perjanjian ini tertulis dalam dua bahasa yaitu [[bahasa Belanda]] dan [[bahasa Melayu]] [[huruf Arab]]. Dalam isi perjanjian itu tergambar situasi [[politik]] yang penting, yaitu saat serbuan orang-orang Bugis yang dipimpin oleh Pangeran Amir. Nama Pangeran Amir memang tidak ditemukan dalam serbuan yang menggoncangkan kerajaan tersebut tetapi serbuan [[orang Bugis]] tersebut adalah bantuan Pangeran Tarawe, paman dari Pangeran Amir. Kehadiran pasukan kompeni Belanda membantu Pangeran Nata, merupakan pasukan juru selamat terhadap kehancuran pemerintahan Pangeran Nata. Karena itulah dalam butir-butir isi perjanjian kedudukan Kompeni Belanda menunjukkan posisi dominan. Lebih tragis lagi adalah posisi Kesultanan Banjar hanya sebagai sebuah kerajaan pinjaman dari milik kompeni Belanda. Dalam Acte van Afstand tersebut, kedudukan Kesultanan Banjar sebagai kerajaan pinjaman, sebetulnya merupakan hasil dari permusyawaratan seluruh pembesar kerajaan disebutkan bahwa : <br />
''....akan menjadi paedah serta selamat bagi negeri beserta rakyat maka setelah aku bermusyawaratan timbang menimbang perkara-perkara itu bersama-sama dengan anandaku yang sudah terpilih akan ganti kedudukanku Sultan [[Sulaiman dari Banjar|Soleman]] dan cucundaku Sultan [[Adam dari Banjar|Adam]] dan Perdana Mantriku [[Ratu Anom Ismail]] beserta sekalian raja-raja dan orang-orang besar dari istana tahta kerajaan negeri Banjar maka kami sekalian kira-kira terbaiklah dan sudah dihitung pada hati kami menyerahkan diriku beserta sekalian rakyat tahta kerajaan negeri Banjar betul kepada perlindungan dan pernaungan kompeni maka dari karena sebab itu juga dengan surat yang terbuka ini aku mengaku dan mengatakan baik bagi diriku sendiri baik bagi zuriat-zuriatku yang akan mengganti kedudukanku dan bagi waris-warisku turun temurun aku menanggalkan sekalian pangkat-pangkat kerajaanku dengan sekalian tanah-tanah dan negeri-negeri beserta pulau-pulau dan teluk rantau dan sungai-sungai.''<ref name="Bandjermasin"/>
 
Para pembesar kerajaan yang ikut menyaksikan semua perjanjian yang dibuat dan ikut menandatangani selain Sunan Nata Alam, [[Sulaiman dari Banjar|Pangeran Ratu Sultan Soleman]] dan [[Adam dari Banjar|Sultan Adam]] adalah : Pangeran Mangkudilaga (anak [[Tamjidullah I]]), Pangeran Aria, Pangeran Isa (anak Tamjidullah I), Pangeran Zainal, Pangeran Marta, Gusti Tasan serta Perdana Mantri Kerajaan [[Ratu Anom Ismail]] (anak Sunan Nata Alam).<ref name="Bandjermasin"/>
 
Sedangkan para pembesar golongan Kiai, ikut pula menandatangani : Kiai Surengrana, Kiai Tumenggung, Kiai Martadangsa, Kiai Maesa Jaladeri, Kiai Rangga, Kiai Jayengpati, Kiai Durapati, Kiai Surajaya, Kiai Jayadirana dan Kapitan Kartanegara.<ref name="Bandjermasin"/>
Baris 125 ⟶ 124:
 
== Proclamatie 1 Oktober 1787 ==
Kemenangan diplomasi Pangeran Nata Alam bahwa yang memerintah Kerajaan adalah keturunan Nata Alam, diperkuat lagi dalam Proclamatie [[1 Oktober]] [[1787]].
 
Proklamasi itu selain menyatakan bahwa Kerajaan Banjar merupakan kerajaan pinjaman dari Kompeni Belanda, juga mempertegas lagi bahwa keturunan Nata Alam lah yang berhak memerintah kerajaan itu. ''......Lagipula tahta kerajaan itu Tuan Yang Maha Bangsawan Gurnadur Jenderal dan Raden van Indie menyerahkan pula dari pihak mana Kompeni Wilanduwi seperti ariyati barang pinjaman yang baka tiada boleh mati kepada Tuan yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Soleman Sa’idallah agar diperintah dan menyelenggarkan tahta kerajaan….''
 
Dalam perjanjian yang dibuat ini Pangeran Nata Alam menyebut dirinya sebagai Paduka Seri Sultan Soleman Sa’idallah sedangkan cucunya Sultan Adam Alwasikubillah, kesemuanya ikut menandatangani perjanjian yang dibuat. Perdana Mantri yang jabatan Perdana Mantri kadang-kadang disebut pula sebagi Mangkubumi, tetapi dalam Tractaat 1 Oktober sebagai penjelasan dari Proclamatie 1 Oktober, disebut sebagai Wazir mu’adlam.
 
== Traktat 13 Agustus 1787 ==
Dalam Tractaat [[13 Agustus]] [[1787]] yang terdiri atas [[36]] pasal kedudukan Kesultanan Banjar sebagai kerajaan pinjaman lebih diperinci lagi, sehingga wilayah Kesultanan Banjar tidak sebesar wilayah sebelumnya.
 
Dalam Tractaat itu dijelaskan bahwa Kesultanan Banjar melepaskan negeri-negeri [[Kesultanan Pasir|Pasir]] dengan daerah takluknya; [[Pulau Laut]] beserta sekalian yang berwujud pada dekatnya; [[Tanah Laut|Tabaniau]] beserta dengan pesisirnya, gunung-gunung serta separo dari [[Tanah Dusun|Dusun]], [[Tatas]] (Banjarmasin) dan [[Tanah Dayak|Dayak]]-dayaknya dengan [[Kabupaten Katingan|Mendawai]], [[Kabupaten Kotawaringin Timur|Sampit]], [[Kabupaten Seruyan|Pembuang]], [[Kerajaan Kotawaringin|Kotawaringin]].
 
Orang asing selain orang [[Eropa]] adalah orang yang bukan anak [[Banjar]]. Orang [[Cina]], [[Bugis]], [[Makassar]], [[Mandar]] dan [[Bali]] dalam perjanjian itu dikelompokkan sebagai [[orang asing]] dan mereka tunduk pada Hukum Kompeni Belanda. Dengan demikian kalau orang asing ini melakukan kejahatan, mereka dihukum berdasarkan hukum Kompeni Belanda, meskipun tindakan mereka itu di dalam negeri Kesultanan Banjar. Khusus untuk orang Cina yang telah melakukan perniagaan dengan berniaga dengan orang Banjar dan dalam negeri Kesultanan Banjar. Sedangkan bangsa asing lainnya harus mendapat persetujuan dari Kompeni Belanda terlebih dahulu.
Baris 142 ⟶ 141:
 
== Sandiwara Politik ==
Sejak perjanjian tahun [[1787]] sampai dengan [[1797]] merupakan sandiwara politik Kesultanan Banjar yang terbesar dengan Sultan Nata Alam sebagai pemeran utamanya. Segala rencana perdagangan VOC disabot, bajak laut diorganisir untuk merampok kapal-kapal Belanda, perdagangan bebas dengan bangsa berjalan dengan lebih ramai sehingga VOC tidak berhasil memperoleh monopoli sebagaimana yang disebutkan dalam kontrak [[1787]]. Siasat yang paling berhasil yang dilakukan Sultan Nata Alam ialah menghancurkan kebun [[lada]] sehingga populasi produksi lada berada dalam batas minimal.
 
Menjelang tahun [[1793]] perdagangan lada sangat merosot ditambah dengan [[bajak laut]] yang menutup muara [[sungai Barito]] sehingga melumpuhkan perdagangan VOC. Mengenai kegagalan perdagangan Belanda di Banjarmasin disebutkan sebagai berikut : <br />
''“Betul-betul licin orang-orang Banjar itu terhadap suatu “Grootmacht” seperti VOC yang telah berpengalaman dua abad lebih mengenai soal-soal Banjar, begitu lamanya mereka dengan diam-diam menyembunyikan sebab-sebab sebenarnya daripada kegagalan pengluasan kekuasaan VOC. Baru lama kemudian setelah perlawanan diam-diam ini tak perlu dirahasikan lagi, VOC mengerti bahwa dia telah bertahun-tahun ditipu”.''
 
Bagi Belanda, Banjarmasin merupakan pos pengeluaran belaka dan sama sekali tidak mendatangkan keuntungan, bahkan menimbulkan kerugian, sehingga bagi Belanda mempertahankan melanjutkan hubungan dengan Banjarmasin menjadi beban yang berat. Setelah melihat keberhasilan politik yang dijalankan maka Pangeran Nata Alam mengirimkan utusan ke [[pulau Pinang]], pusat perdagangan [[Inggris]] untuk bersama-sama mengusir Belanda dari kerajaan Banjarmasin. Begitu pula dikirim utusan ke [[Batavia]], supaya VOC meninggalkan Banjarmasin.
 
== Kontrak 1797 ==
Kompeni Belanda akhirnya tahun [[1797]] mengirim komisaris [[Francois van Boekholtz]] ke Banjarmasin dan membuat kontrak tahun [[1797]] yang sangat memalukan VOC. Akhirnya VOC meninggalkan Banjarmasin. [[Komisaris]] [[Francois van Boekholtz]] mengadakan pembicaraan dengan [[Sultan]], [[Sultan Adam]] dan [[Wazir]] [[Tuan Raden Dipati Anum Ismail]] bertempat di [[istana Bumi Kencana]], [[Martapura]] mengenai masalah yang menyangkut kontrak yang dibuat tahun [[1787]].
 
Kedatangan Boekholtz ini menemui Sultan dan pembesar istana kerajaan karena sebelumnya terdapat beberapa issu yang negatif terhadap perjanjian tahun [[1787]] khususnya pihak Kesultanan Banjar terdapat sikap mengabaikan semua isi perjanjian dan sikap untuk membatalkan semua perjanjian itu. Selama [[sepuluh]] tahun perjanjian itu ternyata Kompeni Belanda tidak memperoleh keuntungan sama sekali. Kegagalan perjanjian itu menurut penilaian Komisaris [[Francois van Boekholtz]] terdapat pada dua masalah pokok ialah :
# Kegagalan terhadap monopoli perdagangan lada yang sebelumnya diharapkan mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi Kompeni Belanda, dan yang kedua.
# Sikap Sultan yang tidak tulus membalas budi Kompeni Belanda yang telah membantu Kesultanan Banjar untuk menghancurkan serbuan Pangeran Amir dengan pasukan Bugis-Paser.
 
Pembicaraan dengan pembesar kerajaan itu menghasilkan kesimpulan bahwa Sultan dan seluruh pembesar kerajaan mengusulkan agar Sultanlah yang memegang seluruh wilayah [[kerajaan]] dan memerintah bukan atas dasar [[pinjaman]] dari [[Kompeni]]. Dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan perjanjian tahun [[1787]] mendatangkan kerugian bagi Kompeni Belanda, lagi pula banyak kesukarannya bagi Orang Kulit Putih mengawasi pelaksanaan [[monopoli]] perdagangan [[lada]] dan lainnya, kesulitan karena berbeda adat istiadat apalagi terhadap Orang [[Dayak]] yang suka memotong kepala, disamping perjalanan yang ditempuh sangat jauh, akhirnya Kompeni Belanda mengadakan perjanjian tahun [[1789]] yang sangat merugikan dan menunjukkan kekalahan diplomasinya. Perjanjian itu terdiri atas [[13]] pasal dan ditanda tangani di Bumi Kencana istana Sultan dan di Batavia. Para pembesar istana yang ikut membubuhkan tandatangan mereka terdiri dari : [[Sulaiman dari Banjar|Sultan Soleman]], [[Adam dari Banjar|Sultan Adam]], [[Panembahan Batu]], [[Ratu Anom Ismail]], Pangeran Ishak dan Pangeran Hasin. Dari pihak Kompeni Belanda adalah : Van Boekholtz sebagai Komisaris, A.W. Jorissen, Wm. Bloem, A.B. Dietz, S.H. Rose Seer dan [[Pieter Gerardus van Overstraten]].<ref name="Bandjermasin"/>
 
Pasal yang ketiga dari perjanjian itu menyebutkan bahwa Kompeni Belanda menetapkan [[Sulaiman dari Banjar|Sultan Suleman Sa’idallah]] yang berkuasa memerintah di atas sekalipun tanah Kompeni dan Sultan pulalah yang memelihara Kerajaan itu sebagai kepunyaan sendiri. Segala keuntungan dari hasil kerajaan termasuk segala jenis [[sarang burung]] dan semua komoditi perdagangan yang sebelumnya menjadi hak Kompeni Belanda, sekarang diserahkan kepada Sultan. <br />
''.... Maka dari itu sekarang Kompeni tetapkan Tuan Sultan Suleman Sa’idallah yang kuasa memerintah di atas sekaliannya tanah Kompeni serta Sultan Suleman pula yang kewakilan dari Kompeni menjaganya dan memeliharanya seperti Tuan Suleman punya sendiri. Tambahan lagi Tuan Suleman pula yang menerima hasil-hasil dari sekalian negeri dan desa-desa. ......Lagi pula Kompeni kasihkan kepada Tuan Suleman keuntungan dari barang yang dapat keluar dari jenis sarang burung….''<ref name="Bandjermasin"/>
 
Pasal keempat menetapkan bahwa kedaulatan atas daerah [[Kesultanan Paser|Paser]] dan [[Pulau Laut|Laut Pulo]] yang telah diambil [[Kompeni]], dikembalikan kepada [[Sultan]]. Inilah bukti kemenangan diplomasi Sultan Nata Alam yang menyebabkan Sultan berkuasa atas kerajaan sebagaimana sebuah kerajaan merdeka tanpa camput tangan kompeni Belanda. Biaya yang dikeluarkan Kompeni Belanda untuk memenuhi isi perjanjian tahun [[1787]], tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan Belanda sebelumnya, dengan kata lain mempertahankan kedudukannya terhadap Kesultanan Banjar, Kompeni Belanda dihadapkan dengan risiko pengeluaran biaya yang sangat besar. <ref name="Bandjermasin"/>
 
Kemerosotan [[ekonomi]] dan pendapatan Kompeni Belanda itu terlihat dari isi Pasal 10 yang menyatakan bahwa kewajiban Kompeni Belanda untuk membayar tiap-tiap tahun kepada Pangeran Prabu sebanyak [[250]] real dan kepada Ratu Prabu sebanyak [[50]] real seperti ditetapkan dalam kontrak yang dibuat oleh Komisaris Cr. Hoffman, Kompeni Belanda menyatakan tidak dapat membayarnya.<ref name="Bandjermasin"/>
 
Sultan Nata telah memainkan peranan yang sangat penting bagi politik kerajaan Banjarmasin dan berhasil mempertahankan kedaulatan dan keutuhan Kesultanan Banjar dari dominasi [[kolonialisme]] Belanda. Walaupun ia yang menyerahkan kedaulatan kerajaan kepada VOC, tetapi dalam perkembangannya ia segera menyadari kesalahannya, sehingga ia lalu memerintahkan pemusnahan kebun-kebun lada yang dikuasai Belanda dan segera menjalin hubungan dengan Inggris.<ref name="Kardiyat"/> Hal ini di bayar mahal bagi Kesultanan Banjar. Perdagangan merosot akibat kebun lada dihancurkan, sedangkan komoditi lada merupakan salah satu sumber [[devisa]] yang terpenting bagi Kesultanan Banjarmasin. Akibat dari perdagangan merosot, maka [[kekayaan]] [[negara]] juga merosot dan akhirnya lemah, sehingga menjelang abad ke-19 kerajaan Banjarmasin menghadapi Belanda yang sudah cukup kuat, sedangkan kesultanan sudah sangat lemah. Abad ke-18 ditutup dengan meninggalnya Sultan Nata Alam, Sultan terbesar dalam kerajaan Banjar yang meninggal pada tahun [[1801]].