Saidullah dari Banjar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: dari pada → daripada
Baris 60:
Jika dihitung sejak masa pra-Islam maka '''Sultan Saidullah''' merupakan keturunan ke-11 dari [[Lambung Mangkurat]] dan juga keturunan ke-11 dari pasangan [[Puteri Junjung Buih]] dan Maharaja Suryanata. Maharaja Suryanata (nama lahir '''Raden Putra''') dijemput dari [[Majapahit]] sebagai jodoh [[Puteri Junjung Buih]] (gadis pribumi yang menjadi saudara angkat Lambung Mangkurat).
 
[[Nama lahir]]nya adalah [[Raden Kasuma Alam]]. Ayahnya adalah Sultan Inayatullah/Ratu Agung/Pangeran Dipati Tuha (ke-1), raja Banjar kelima. Ibundanya adalah Nyai Mas Tarah binti Tuan Haji Umar.<ref>Tuan Haji (Kyai Haji) dan isteri dari Tuan Haji juga disebut Tuan (Nyai Haji) dalam bahasa Banjar</ref> Setelah menikah Raden Kasuma Alam dikenal sebagai '''Pangeran Kasuma Alam'''. Pada masa itu Raden merupakan gelar bagi putra Raja tetapi setelah menikah dipanggil Pangeran. <ref name="hikayat banjar"/>
 
== Keturunan ==
Baris 68:
Dengan mangkatnya ayahnya Sultan Inayatullah/Ratu Agung, maka Pangeran Kasuma Alam naik tahta sebagai Sultan Banjar (kepala negara) dengan dilantik oleh pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma yang menjadi [[Raja Kotawaringin]] (bahasa Banjar : [[Ratu Kota Waringin]]), yang sengaja datang dari Kotawaringin (Kalimantan Tengah) setelah mendengar mangkatnya kakakandanya. Pangeran Kasuma Alam ditabalkan sebagai Sultan Banjar dengan gelar dalam khutbah Sultan Saidullah atau gelar yang dimasyhurkan adalah Ratu Anom.<ref name="hikayat banjar"/>
 
Mangkubumi (kepala pemerintahan) diputuskan dijabat oleh pamannya, '''Pangeran di-Darat''' dengan gelar '''Panembahan di-Darat'''. Panembahan di-Darat ini memiliki wewenang kekuasaan politik negara dan pemerintahan yang besar, sehingga Sultan Saidullah menjadi raja boneka belaka. Ketika Panembahan di-Darat meninggal setelah menjabat mangkubumi selama 5 tahun, penggantinya adalah Ratu Kota Waringin (Pangeran Dipati Anta-Kasuma) yang juga menjabat selama 5 tahun kemudian mengundurkan diri karena uzur. Kemudian Pangeran Dipati Anta-Kasuma mengusulkan mangkubumi baru, adik tirinya yaitu Raden Halit/Pangeran Dipati Tapasena yang dilantik dengan gelar Pangeran Dipati Mangkubumi. <ref name="hikayat banjar"/>
 
Sultan Saidullah mangkat pada tahun [[1660]]. Tiga tahun sebelumnya pamannya, Ratu Kota Waringin/Ratu Bagawan/Pangeran Dipati Anta-Kasuma (anak almarhum Sultan Mustain Billah) juga telah mangkat. Kemudian Ratu Hayu (anak almarhum Sultan Mustain Billah) memimpin rapat Dewan Mahkota dan telah disetujui pembesar istana lainnya untuk menabalkan Pangeran Dipati Mangkubumi (anak almarhum Sultan Mustain Billah) sebagai Penjabat Sultan Banjar dengan gelar Sultan Ri'ayatullah atau Pangeran Ratu, karena ketika itu Putera Mahkota (anak Sultan Saidullah) belum dewasa. ''Swargi''<ref>disebut surgi (almarhum) dalam bahasa Banjar</ref> Sultan Saidullah memiliki dua orang putera dari selir yaitu [[Suria Angsa dari Banjar|Raden Bagus]] dan Raden Basus yang berhak menggantikannya sebagai raja.<ref name="hikayat banjar"/>
Baris 118:
[[Berkas:Avandiemen.jpg|right|thumb|Antonio van Diemen]]
Karena beberapa cara yang dilakukan tidak berhasil, maka pada tahun [[1640]] [[Gubernur Jenderal]] [[Antonio van Diemen]] memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar dihentikan.
Usaha Belanda mendekati Kesultanan Banjar dengan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi kejadian tahun [[1638]] serta akan melupakan apa yang terjadi, sama sekali tidak mendapat layanan dari Kesultanan Banjar, sehingga akhirnya Belanda mengalah agar kontrak dagang yang lebih menitik-beratkan pada keuntungan dagang dari padadaripada lainnya, yang penting bagi Belanda hubungan dengan Kesultanan Banjar perlu dipulihkan agar lada kembali diperoleh.
 
Lebih-lebih Belanda merasa khawatir dengan kehadiran [[Inggris]] di [[Banjarmasin]], kalau Belanda tetap berpegang pada prinsip semula untuk menghukum Banjarmasin. Sikap lunak Belanda inilah yang menyebabkan Belanda berhasil membuat kontrak dagang dengan Kesultanan Banjar, pada [[18 Desember]] [[1660]]. Kontrak dibuat dan ditandatangani oleh sultan sendiri yang saat itu dijabat oleh [[Pangeran Ratu]] (Sultan [[Rakyatullah]]).
 
 
== Referensi ==
Baris 134 ⟶ 133:
{{kotak suksesi|jabatan=[[Sultan Banjar]]|tahun=1644-1660|pendahulu=[[Inayatullah dari Banjar|Ratu Agung]]|pengganti=[[Rakyatullah dari Banjar|Adipati Halid]]}}
{{kotak selesai}}
 
{{indo-bio-stub}}
 
[[Kategori:Kematian 1660]]
[[Kategori:Suku Banjar]]
[[Kategori:Sultan Banjar]]
 
 
{{indo-bio-stub}}