Rakugo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Midori (bicara | kontrib)
k menambahkan Kategori:Seni rakyat Jepang menggunakan HotCat
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: ada kalanya → adakalanya (3) using AWB
Baris 23:
** ''Shibaibanashi'': cerita yang meniru-niru sandiwara yang populer.
:''Kaidanbanashi'' (cerita [[hantu]]) dan ''Ongyokubanashi'' (cerita dengan lagu) merupakan dua jenis cerita yang sering dimasukkan ke dalam golongan ''Shibaibanashi''.
:''Ninjōbanashi'' dulunya merupakan cerita panjang diceritakan oleh pencerita paling senior (''tori'') yang bersambung selama 10 hari, tapi sekarang sudah disingkat dengan hanya mengambil bagian-bagian cerita yang bagus saja. Pada ''Ninjōbanashi'', klimaks tidak selalu harus mempunyai ''punch line.'' Pencerita selalu duduk sewaktu membawakan cerita ''Otoshibanashi'' dan ''Ninjōbanashi,'' tapi pencerita yang membawakan ''Shibaibanashi'' ada kalanyaadakalanya harus berdiri untuk melakonkan peran, memakai musik latar dan latar belakang panggung sebagai pelengkap cerita. Pada cerita jenis ''Kaidanbanashi'' (cerita hantu), bagian awal hingga bagian tengah cerita dikisahkan dengan gaya ''Ninjōbanashi,'' tapi ketika hantu-hantu mulai keluar, cerita dikisahkan dengan memakai musik dan latar panggung (gaya ''Shibaibanashi''). Ada pula cerita hantu yang terus menggunakan musik latar sehingga dimasukkan ke dalam golongan ''Ongyokubanashi'' (cerita dengan lagu).
:''Shibaibanashi'' sering merupakan [[parodi]] dari cerita sandiwara yang populer, sehingga jalan cerita berubah menjadi gaya ''Otoshibanashi'' dengan di sana-sini mencampurkan percakapan seperti [[skenario]] [[Kabuki]], tapi pencerita tidak perlu berdiri untuk berakting.
:''Ongyokubanashi'' (cerita dengan lagu) hanya dibawakan pada ''[[Edo rakugo]]'', sedangkan ''[[Kamigata rakugo]]'' walaupun menggunakan lagu tidak disebut ''Ongyokubanashi''..
Baris 32:
 
* Berdasarkan berbagai jenis klimaks (khusus untuk jenis cerita ''Otoshibanashi''):
:Pengelompokan cerita ''Otoshibanashi'' berdasarkan klimaks cerita (''punch line''): ''sakasa ochi'' (klimaks berupa dua hal yang artinya tertukar), ''kangaeru ochi'' (klimaks yang tidak langsung dimengerti, tapi setelah dipikirkan baru tertawa), ''manuke ochi'' (klimaks berupa kejadian yang bodoh), ''totan ochi'' (klimaks dengan kata plesetan), ''buttsuke ochi'' (saling salah pengertian) dan ''shigusa ochi'' (klimaks dengan gerakan tubuh seperti jatuh terlentang).
 
:Menurut ''rakugoka'' legendaris [[Katsura Shijaku II]], klimaks cerita terdiri dari 4 jenis: ''donden'' (klimaks pertama membuat penonton lega sedangkan klimaks kedua mengejutkan penonton sampai tertawa), ''nazotoki'' (teka-teki disebar sepanjang cerita sedangkan klimaks berupa pemecahan teka-teki yang memancing tawa), ''hen'' (klimaks yang aneh), dan ''awase'' (klimaks berupa titik temu dari dua cerita yang kelihatannya tidak saling berhubungan).
Baris 49:
:Pencerita menggunakan sepotong lagu pengiring yang disebut ''Debayashi'' ketika naik ke atas panggung. Debayashi dimainkan dengan alat musik [[shamisen]] dan [[taiko]]. Selain itu, pencerita juga memerlukan beberapa perlengkapan penyerta seperti [[kimono]], ''zabuton'' (bantal untuk duduk), ''mekuri'' (nama naskah cerita yang dibawakan), dan ''kōza'' (panggung pentas).
 
Elemen dasar terpenting dalam rakugo berupa "kata-kata" (cerita) yang terdapat di dalam buku naskah. Sebelum dapat menceritakan cerita di hadapan penonton, pencerita berlatih menghafal naskah baris demi baris secara berulang-ulang hingga hafal di luar kepala. Rakugo merupakan seni pertunjukan yang bersifat pengulangan, sama halnya seperti pertunjukan [[teater]] atau [[tari]]. Berbeda yang seni teater dan tari yang memanfaatkan kostum dan rias wajah sebagai alat bantu untuk mengungkapkan ekspresi, pencerita rakugo justru tampil seperti apa adanya.
 
Ciri khas rakugo adalah pada kata-kata dan gerak-gerik, serta perlengkapan yang serba minimal sebagai sarana utama dalam mengekspresikan cerita. Cerita diekspresikan bukan dengan kostum, alat bantu gerak-gerik, perlengkapan panggung, latar belakang panggung, lampu panggung dan efek suara, melainkan hanya kata-kata dan gerak-gerik si pencerita. Dua elemen penting dalam rakugo adalah (1). keterampilan pencerita dalam menggunakan kata-kata dan gerak-gerik untuk membuat cerita menjadi "hidup", dan (2). perlengkapan bersifat netral dan seminimal mungkin yang di tangan pencerita bisa berubah menjadi benda-benda lain sesuai dengan jalannya cerita.
 
Cerita rakugo klasik (''koten rakugo'') biasanya memiliki buku naskah walaupun tidak semua kata-kata yang diucapkan pencerita ada tertulis di dalam buku naskah. Sebagian kata-kata yang diucapkan pembaca cerita merupakan [[tradisi oral]] yang diwariskan secara temurun temurun dari guru kepada murid (''deshi''). Pencerita kemudian menghafal cerita di luar kepala untuk diulangi di atas panggung.
 
Berdasarkan naskah cerita, rakugo mempunyai ciri khas sebagai berikut: (1). naskah terdiri teks penjelasan (''jinobun'') dan teks dialog (''kaiwabun''). Ketika sampai di bagian-bagian penting dalam dialog, tempo bercerita menjadi meninggi. Naskah rakugo hanya memiliki sedikit teks di luar dialog yang membedakannya dengan seni bercerita tradisional Jepang lainnya yang disebut [[Kōdan]]. (2). Teks di luar dialog sangat singkat sehingga pencerita harus melengkapinya dengan gerak-gerik untuk mengekspresikan hal-hal yang mendetil yang tidak tertulis dalam teks, seperti perubahan emosi pada karakter dan adegan bercakap-cakap. (3). Semua karakter diperankan sendirian oleh pencerita tanpa ada peran pembantu. Pencerita memerankan berbagai karakter yang ada di dalam cerita melalui [[intonasi]], pemilihan kata-kata dan gaya bercerita. (4). Peralihan antara [[narasi]] dan percakapan dibuat agar semulus dan terdengar alami bagi orang yang mendengarkan.
Baris 61:
Beberapa contoh gerak-gerik terdiri dalam rakugo:
* '''Ekspresi wajah'''
: Pencerita menampilkan berbagai ekspresi wajah dari karakter yang ada dalam cerita. Kalau perlu ekspresi wajah dibuat berlebih-lebihan dan ada kalanyaadakalanya ekspresi wajah dibuat lucu.
* '''Pandangan mata'''
:Ketika memerankan karakter, pencerita melihat ke arah panggung sebelah kanan yang disebut ''shimote'' (dari kursi penonton: panggung sebelah kiri) ketika karakter berkedudukan lebih tinggi berbicara dengan karakter berkedudukan lebih rendah. Begitu pula sebaliknya, pencerita melihat ke arah panggung sebelah kiri yang disebut ''kamite'' (dari kursi penonton: panggung sebelah kanan) ketika karakter berkedudukan lebih rendah berbicara dengan karakter berkedudukan lebih tinggi. Arah pandangan mata dan arah gerakan leher terus berganti-ganti bergantung pada bagian-bagian dialog, sehingga penonton bisa membedakan berbagai karakter yang tampil dalam cerita.
Baris 81:
Pencerita menggunakan [[kimono]] dengan motif sederhana atau tidak bermotif sama sekali. Tata cara menanggalkan ''haori'' (jaket yang dipakai di atas kimono) juga diatur dengan sangat mendetil, sehingga penonton perlu memasang mata dan telinga kalau tidak mau adegan menanggalkan ''haori'' terlewat begitu saja. Pencerita menanggalkan ''haori'' sebagai isyarat cerita akan segera dimulai setelah selesai membawakan ''makura'' (perkenalan judul cerita dan latar belakang cerita yang akan dibawakan). Pada cerita yang menampilkan karakter pedagang kaya atau pemilik toko, pencerita terus mengenakan ''haori'' sedangkan ''haori'' dilepas sewaktu memerankan orang biasa atau pengrajin. Cara pencerita menanggalkan ''haori'' juga merupakan atraksi yang mendapat perhatian khusus dari penonton karena ''haori'' jatuh dengan mulus dari pundak pencerita dalam sekejap.
 
Rakugo bukan merupakan satu-satunya seni bercerita tradisional yang ada di Jepang. ''Mandan'' adalah seni bercerita untuk membuat penonton tertawa yang terkenal sejak era [[Taisho]] dan berkembang menjadi seni [[melawak]] [[Manzai]] seperti dikenal sekarang ini. Secara secara garis besar, ''Mandan'' mirip dengan rakugo karena pencerita tampil secara tunggal membawakan cerita humor. Perbedaan besar terletak pada cara penyampaian cerita. Pada seni ''Mandan'', pencerita membawakan cerita seperti sedang bercakap-cakap dengan penonton. Pada rakugo, cerita disampaikan dalam bentuk dialog yang diucapkan masing-masing karakter yang muncul. Di luar bagian ''makura'' (pengantar), bagian utama cerita hanya mempunyai teks di luar dialog yang menjelaskan latar belakang cerita (''ji no bun'') dengan seminimal mungkin. Pada bagian cerita yang perlu sedikit pengenduran dari ketegangan, pencerita bisa saja sedikit menyela cerita dengan ''katarikake'' (bagian cerita yang bukan dialog).
 
Menurut pencerita legendaris [[Katsura Shijaku II]], rakugo adalah dunia yang dibangun lewat dialog, gerak-gerik dan penjelasan latar belakang cerita, sedangkan selebihnya diserahkan kepada kekuatan imajinasi penonton. [[Katsura Beichō]] juga pernah berkata bahwa ''rakugoka'' yang telah mencapai kesempurnaan dalam berkesenian bagaikan "hilang" dari hadapan penonton sewaktu sedang bercerita.
Baris 88:
Bagian ''makura'' adalah bagian awal pertunjukan rakugo berupa penyebutan judul, tema, dan latar belakang cerita. Pencerita membawakan bagian ''makura'' sebelum masuk ke bagian cerita utama. Bagian ''makura'' dimaksudkan sebagai " pemanasan" bagi penonton dan pencerita. Penonton dibuat tertawa dengan sedikit lawakan agar penonton bisa santai. Pencerita juga sekaligus mempersiapkan penonton untuk masuk ke alam imajinasi dengan bercerita ringan tentang hal-hal yang berkaitan dengan cerita utama. Dari sejak awal, pencerita mulai memberi tanda-tanda akan bakal adanya "jebakan" yang dipasang sebagai klimaks cerita.
 
Pencerita ada kalanyaadakalanya menyisipkan sedikit bagian lawakan (''kusuguri'') yang dikarang sendiri dan tidak ada di dalam naskah, tapi biasanya penonton menyukai lawakan (''kusuguri'') yang tidak beranjak jauh dari cerita yang ada di naskah.
 
== Sejarah ==