Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Unzil (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
Unzil (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
Baris 179:
Perkembangan budaya sebagaimana dijelaskan di awal tidak lepas pula dari sistem pendidikan. Pada mulanya sistem pendidikan yang digunakan meneruskan sistem yang digunakan zaman Mataram. Pendidikan formal hanya dapat dinikmati oleh keluarga kerajaan. Pendidikan itu meliputi pendidikan agama dan sastra. Pendidikan agama diselenggarakan oleh ''Kawedanan Pengulon''. Pendidikan ini berlokasi di kompleks masjid raya kerajaan. Pendidikan sastra diselenggarakan oleh ''Tepas Kapunjanggan''. Kedua pendidikan ini satu sistem dan tidak terpisah. Para siswa diberi pelajaran agama, [[bahasa Jawa]], budaya, dan literatur (''serat'' dan ''babad'').
 
Pendidikan barat baru diperkenalkan oleh pemerintah penjajahan pada awal abad 20. Pada pemerintahan Sultan [[Hamengkubuwono VIII|HB VIII]] sistem pedidikan dibuka. Mula-mula sekolah dasar dibuka di ''Tamanan'' dan kemudian dipindahkan di ''Keputran''. Sekolah ini masih ada hingga sekarang dalam bentuk SD N Keputran. Pendidikan lanjut memanfaatkan pendidikan yang dibuka oleh pemerintah penjajahan seperti ''HIS'', ''Mulo'', dan ''AMS B''. Pada [[1946]], muncul pula dari kalangan Muhammadiyah [http://id.wikipedia.org/wiki/Muallimin Hogere School Moehammadijah] pada [[1918]] (kini Mu'allimiin) kesultanan ikut serta dalam mendirikan Balai Perguruan Kebangsaan Gajah Mada yang pada [[1949]] dijadikan [[UGM]].
 
Sebagai sebuah Kesultanan, [[Islam]] merupakan kepercayaan resmi kerajaan. Sultan memegang kekuasaan tertinggi dalam bidang kepercayaan dengan gelar ''Sayidin Panatagama Khalifatullah''. Walaupun demikian kepercayaan-kepercayaan lokal (baca kejawen) masih tetap dianut rakyat disamping mereka menyatakan diri sebagai orang Islam. Berbagai ritus kepercayaan lokal masih dijalankan namun doa-doa yang dipanjatkan diganti dengan menggunakan bahasa Arab. Hal ini menujukkan sebuah kepercayaan baru yang merupakan sinkretis antara kepercayaan Islam dan kepercayaan lokal. Gerakan ''puritan'' untuk membersihkan Islam dari pengaruh kepercayaan lokal dan westernisasi baru muncul pada tahun [[1912]] seiring dengan tumbuh dan berkembangnya organisasi Islam [[Muhammadiyah]] dari kalangan ''Imam Kerajaan''. Pada perkembangan selanjutnya kawasan ''Kauman'' Yogyakarta yang menjadi tempat tinggal para Imam Kerajaan menjadi pusat gerakan puritan itu.
 
== Pertahanan dan keamanan ==