Fatahillah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menghapus konten tidak sesuai
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
→‎Latar belakang: Perbaikan tata bahasa
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
Baris 6:
Ada beberapa pendapat tentang asal Fatahillah. Satu pendapat{{siapa}} mengatakan ia berasal dari [[Pasai]], [[Aceh Utara]], yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Fatahillah pergi ke [[Mekah]], lalu ke tanah Jawa, [[Demak]], pada masa pemerintahan Sultan Trenggono.{{fact}} Ada pendapat lain yang mengatakan{{siapa}} bahwa Fatahillah adalah putra dari raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri [[kerajaan Pajajaran]].{{fact}} Pendapat lainnya lagi mengatakan{{siapa}} Fatahillah dilahirkan pada tahun [[1448]] dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar [[Mesir]] keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dengan Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rasa.{{fact}}. Namun tidak jelas dari tradisi mana ketiga pendapat ini berasal.
 
Ada sumber sejarah yang mengatakan{{siapa}} sebenarnya ia lahir di Asia Tengah (mungkin di Samarqand), menimba ilmu ke Baghdad, dan mengabdikan dirinya ke Kesultanan Turki, sebelum bergabung dengan [[Kesultanan Demak]].{{fact}} Namun pendapat ini juga tidak jelas berasal dari mana.fatahilah juga di kenal sebagai pemain ngloco
 
Sebagai anak yang terlahir di lingkungan kesultanan Pasai, Fatahillah memperoleh pendidikan kemiliteran terutama kemiliteran laut, hal ini sesuai dengan kedudukan Kesultanan Pasai yang terletak di Selat Malaka yang merupakan jalur strategis yang menghubungkan dua pusat perdagangan yakni China dan India. Namun demikian, sebagai anak dari ulama besar Fatahillah juga memperoleh pendidikan ilmu-ilmu agama yang mumpuni sehingga dari kedua jenis ilmu ini ( kemiliteran dan agama ) kelak menempatkannya dalam kedudukan yang terhormat. Bekal ilmu kemiliteran menempatkan dirinya sebagai panglima tertinggi  pasukan gabungan tiga kerajaan, sedangkan bekal ilmu agama mendudukkannya sebagai anggota [[Walisongo]] generasi ke IV bersama-sama dengan [[Sunan Ampel]], [[Sunan Giri]], [[Sunan Gunung Jati]], [[Raden Fatah]], [[Sunan Kudus]], [[Sunan Bonang]], [[Sunan Drajad]] dan [[Sunan Kalijaga|Sunan Kalojogo]]  (lihat buku Haul Sunan Ampel ke 555, tulisan KH. Muhammad Dahlan, terbitan ''Yayasan Makam Sunan Ampe''l 1979 ).
Baris 13:
dipilih adalah kesultanan Malaka yang pada saat itu yang berkuasa adalah Sultan Mahmud Syah yang nota bene adalah sahabat ayahnya ( Mahdar Ibrahim ) sehingga Fadhilah langsung mendapat kedudukan sebagai Tumenggung. Konon dalam perjalanan pelayarannya melalui selat malaka ia sempat membuat decak kagum Laksamana Hang Tuah ( pemimpin tertinggi Angkatan Laut ) kesultanan Malaka, karena atas laporan anak buahnya ketiga menyaksikan kepiawaian pemuda Fatahillah dalam menghalau para
bajak laut selat Malaka yang waktu itu memang banyak dan kebanyakan
adalah pelaut-pelaut dari China. Oleh karena itu ketika Laksamana Hang Tuah lengser, kedudukan sebagai Laksamana dipercayakan kepadanya dengan gelar “Laksamana Khoja Hasan".