Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wiryono (bicara | kontrib)
penambahan kategori: Pangeran Yogyakarta
Baris 10:
| known_for = Pahlawan Nasional Indonesia
}}
'''Bendara Pangeran Harya Dipanegara''' (lebih dikenal dengan nama '''Diponegoro''', {{lahirmati|[[Ngayogyakarta Hadiningrat]]|11|11|1785|[[Makassar]], [[Hindia Belanda]]|8|1|1855}}) adalah salah seorang [[pahlawan nasional Indonesia|pahlawan nasional]] [[Republik Indonesia]]. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin [[Perang Diponegoro]]/[[Perang Jawa]] (1825-1830) melawan pemerintah [[Hindia Belanda]]. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan [[Hamengkubuwana III]], raja ketiga di [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]]. Lahir pada tanggal [[11 November]] [[1785]] di Yogyakarta dengan nama '''Mustahar''' dari seorang selir bernama [[R.A. Mangkarawati]], yaitu seorang ''garwa ampeyan'' (istri selir) yang berasal dari [[Pacitan]]. Semasa kecilnya, Pangeran Diponegoro bernama '''Bendara Raden Mas Antawirya.'''
 
== Asal usul Diponegoro ==
Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan [[Hamengkubuwana III]], raja ketiga di [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]]. Lahir pada tanggal [[11 November]] [[1785]] di Yogyakarta dengan nama '''Mustahar''' dari seorang selir bernama [[R.A. Mangkarawati]], yaitu seorang ''garwa ampeyan'' (istri selir) yang berasal dari [[Pacitan]]. Semasa kecilnya, Pangeran Diponegoro bernama '''Bendara Raden Mas Antawirya.'''
 
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan [[Hamengkubuwana III]], untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah [[permaisuri]]. Diponegoro setidaknya menikah dengan 9 wanita dalam hidupnya, yaitu:
Baris 26 ⟶ 23:
* Syarifah Fathimah Wajo putri Datuk Husain (Wanita dari Wajo, Makassar), makamnya ada di Makassar. Syarifah Fathimah ini nasab lengkapnya adalah Syarifah Fathimah Wajo binti Datuk Husain bin Datuk Ahmad bin Datuk Abdullah bin Datuk Thahir bin Datuk Thayyib bin Datuk Ibrahim bin Datuk Qasim bin Datuk Muhammad bin Datuk Nakhoda Ali bin Husain Jamaluddin Asghar bin Husain Jamaluddin Akbar.
 
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di [[Tegalrejo]] tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari Sultan Hamengkubuwana I, Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo, daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Sultan [[Hamengkubuwana V]] ([[1822]]). Ketika itu, Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih [[Danureja IV|Danureja]] bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujuinya.
 
== Perang Diponegoro (1825-1830) ==
{{utama|Perang Jawa}}
[[Perang Diponegoro|<nowiki/>]][[Perang]] Diponegoro berawal ketika pihak [[Belanda]] memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa [[Tegalrejo]]. Saat itu, ia memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
 
Baris 49 ⟶ 44:
 
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban di pihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Ngayogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian kalangan dalam Kraton Ngayogyakarta, Pangeran Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan [[Hamengkubuwana IX]] memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
 
== Periode-periode penting ==
[[Berkas:Nicolaas Pieneman - The Submission of Prince Dipo Negoro to General De Kock.jpg|thumb|Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock tanggal 28 Maret 1830 yang mengakhiri Perang Diponegoro (1825-1830), karya Nicolaas Pieneman.]]
 
* [[20 Februari]] [[1830]] Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, [[Bagelen, Purworejo|Bagelen]] (sekarang masuk wilayah [[Kabupaten Purworejo]]). Cleerens mengusulkan agar Kangjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di [[Menoreh]] sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur [[Jenderal Markus de Kock]] dari Batavia.
Baris 69 ⟶ 61:
Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh putranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewa. Ki Sodewa melakukan peperangan di wilayah [[Kulonprogo]] dan Bagelen.
 
== Kehidupan pribadi ==
[[Berkas:Makam pangeran diponegoro.jpg|250px|left|thumb|Lokasi makam Pangeran Dipanegara di Makassar, Sulawesi Selatan.]]
Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 12 putra dan 10 orang putri, yang keturunannya semuanya kini hidup tersebar di seluruh dunia, termasuk [[Jawa]], [[Sulawesi]], dan [[Maluku]] bahkan di [[Australia]], [[Serbia]], [[Jerman]], [[Belanda]], dan [[Arab Saudi]].
 
==Penghargaan sebagai Pahlawan==
[[Berkas:Indonesia 1952 100 o.jpg|thumb|200px|Mata uang kertas Rp100,00 bergambar Pangeran Diponegoro, diterbitkan tahun 1952 setelah kemerdekaan.]]
Sebagai penghargaan atas jasa Diponegoro dalam melawan penjajahan. Di beberapa kota besar Indonesia terdapat Jalan Pangeran Diponegoro. Kota Semarang sendiri juga memberikan apresiasi agar nama Pangeran Diponegoro akan senantiasa hidup. Nama-nama tempat yang menggunakan namanya antara lain [[Stadion Diponegoro]], Jalan Pangeran Diponegoro, [[Universitas Diponegoro]] (Undip), maupun [[Komando Daerah Militer IV/Diponegoro|Kodam IV/Diponegoro]]. Juga ada beberapa patung yang dibuat, patung Diponegoro di Undip Pleburan, patung Diponegoro di Kodam IV/Diponegoro serta di pintu masuk Undip Tembalang.
 
[[Berkas:Uang-Indonesia-1975-1000.jpg|thumb|200px|Mata uang kertas Rp1.000,00 bergambar Pangeran Diponegoro, diterbitkan tahun 1975 setelah kemerdekaan.]]
Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden [[Soekarno]] pada tanggal [[8 Januari]] [[1955]] pernah menyelenggarakan Haul Nasional memperingati 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, sedangkan pengakuan sebagai Pahlawan Nasional diperoleh Pangeran Diponegoro pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.