Teuku Muhammad Hasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 35:
 
== Kehidupan Awal ==
Teuku Muhammad Hasan dilahirkan tanggal [[4 April]] [[1906]] sebagai '''Teuku Sarong''', di [[Sigli]], [[Aceh]]. Ayahnya, Teuku Bintara Pineung Ibrahim adalah [[Ulèë Balang]] di [[Pidie]] (Ulèë Balang adalah bangsawan yang memimpin suatu daerah di Aceh). Ibunya bernama Tjut Manyak.
 
Dia bersekolah di [[Sekolah Rakyat]] (Volksschool) di Lampoeh Saka [[1914]]-[[1917]]. Pada tahun [[1924]] bersekolah di sekolah berbahasa [[Belanda]] [[Europeesche Lagere School]] (ELS), dilanjutkan ke ''Koningen Wilhelmina School (KWS)'' di [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]). Kemeudian ia masuk '''[[Fakultas Hukum Universitas Indonesia|Rechtschoogeschool]]''' (Sekolah Tinggi Hukum).
Baris 43:
Selama di Belanda, ia bergabung dengan [[Perhimpunan Indonesia]] yang dipelopori oleh [[Muhammad Hatta]], [[Ali Sastroamidjojo]], Abdul Madjid Djojodiningrat dan Nasir Datuk Pamuntjak. Selain kesibukannya sebagai mahasiswa, Hasan juga menjadi aktifis yang mengadakan kegiatan-kegiatan organisasi baik di dalam kota maupun di kota-kota lain di Belanda
 
Hasan mendapatkan gelar [[Meester in de Rechten]] (Master of Laws) tahun 1933.
 
== Kembali ke Tanah Air ==
Pada tahun [[1933]], Mr. T.M Hasan kembali ke [[Indonesia]]. Setiba di [[pelabuhan]] [[Ulee Lheue, Meuraksa, Banda Aceh|Ulee Lheue]], [[Kutaraja]], buku-bukunya disita untuk pemeriksaan karena dicurigai terdapat
buku paham pergerakan yang akan membahayakan kedudukan [[Hindia-Belanda|pemerintah kolonial Belanda]], khususnya di [[Aceh]].
Selama di Kutaraja, Hasan menjadi Pegiat di bidang [[Agama]] dan [[Pendidikan]].
 
Baris 56:
Selain itu, Hasan juga menjadi [[komisaris]] organisasi pendidikan yang bernama ''Perkumpulan Usaha Sama Akan Kemajuan Anak'' (PUSAKA). Tujuan organisasi ini adalah untuk mendirikan sebuah sekolah rendah berbahasa Belanda seperti [[Hollandsch-Inlandsche School]].
 
Aktifitas kependidikan Hasan yang lain ialah mendirikan [[Taman Siswa|Perguruan Taman Siswa]] di Kutaraja pada tanggal [[11 Juli]] [[1937]]. Dalam kepengurusan lembaga yang diprakarsai oleh [[Ki Hajar Dewantara]] ini, Hasan menjadi [[ketua]] dengan [[sekretaris]] [[Teuku Nyak Arief]]. Sesaat setelah pembentukannya, Hasan mengirim utusannya yaitu, [[Teuku M. Usman el Muhammady]] untuk menemui Ki Hajar Dewantara di [[Yogyakarta]]. Tujuannya adalah memohon agar Taman Siswa memperluas jaringannya, yakni dengan mendirikan cabang di Aceh. Berdasarkan permohonan tersebut, Majelis Luhur Taman Siswa mengirim tiga orang guru ke Aceh, yaitu Ki Soewondo Kartoprojo beserta istrinya yang juga sebagai guru dan Soetikno Padmosoemarto. Dalam waktu yang relatif singkat, Hasan dan pengurus Taman Siswa di Kutaraja berhasil membuka 4
(empat) sekolah Taman Siswa di Kutaraja, yaitu sebuah Taman Anak, Taman Muda, Taman Antara dan Taman Dewasa.
 
Berkat pengalaman di bidang pendidikan tersebut, Hasan memutuskan pergi ke [[Batavia]] dan bekerja sebagai pengawai di Afdeling B, Departemen Van Van Onderwijsen Eiredeienst (Departemen Pendidikan). Selain itu, ia juga pernah menjadi pegawai di kantor Voor Bestuurshervarming Buintengewesten. Kemudian pada tahun [[1938]], Hassan kembali lagi ke [[Medan]] untuk bekerja pada kantor [[Gubernur]] Sumatera sampai tahun [[1942]]. Pada era [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|penjajahan Jepang]] ini, yakni antara tahun [[1942]] sampai [[1945]], Hasan tetap berada di Medan dan bekerja sebagai Ketua [[Koperasi|Koperasi Ladang Pegawai Negeri]] di Medan, kemudian menjadi Penasehat dan Pengawas Koperasi Pegawai Negeri di [[Medan]] dan Pemimpin Kantor Tinzukyoku (Kantor permohonan kepada Gunsaibu) di Medan. Ketika Jepang hendak angkat kaki dari Aceh tahun [[1945]], Hasan adalah sedikit dari tokoh-tokoh Aceh yang memiliki kesadaran [[kebangsaan]] dan bersedia bergabung dengan para [[nasionalis]] di Jakarta.
 
Pada [[7]] [[Agustus]] [[1945]] Mr. Teuku Muhammad Hasan dipilih menjadi anggota [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] ([[PPKI]]) yang diketuai oleh [[Ir. Soekarno]]<ref>http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2145}</ref>.
Baris 82:
 
== Nasionalisasi Perusahaan Perminyakan ==
Pada tahun [[1951]], sebagai ketua [[Komisi Dewan Perwakilan Rakyat#Komisi VI|Komisi Perdagangan dan Industri]] [[DPRS]] ([[Dewan Perwakilan Rakyat#Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)|Dewan Perwakilan Rakyat Sementara]]), Mr. T. M Hasan mengadakan suatu [[penelitian]] yang akhirnya menyimpulkan dua hal penting:
# Terdapat alasan kuat bahwa jika dilakukan [[nasionalisasi]], hasil [[minyak]] [[Sumatera Utara]] bisa dipakai sebagai alat pembayaran.
# Indonesia tidak memperoleh bagian yang wajar dari [[perusahaan minyak]] asing berdasarkan Let Alone Agreement dan sistem pembayaran [[pajak]] yang berlaku.
 
Hasil penelitiannya tersebut kemudian diusulkan dalam sebuah [[mosi]] yang didukung oleh [[kabinet]] dan diterima secara [[aklamasi]] pada tanggal [[2 Agustus]] [[1951]].
Mosi tersebut berbunyi antara lain<ref>http://www.nasionalis.com/nasionalisasi-usaha-pertambangan-minyak-di-indonesia/</ref>:
# Mendesak kepada pemerintah untuk dalam jangka waktu satu bulan membentuk sebuah Komisi Negara tentang masalah minyak, dengan tugas:
## Segera melakukan penyelidikan terhadap masalah pengolahan [[minyak]], [[timah]], [[batu bara]], [[emas]], [[perak]], dan hasil tambang lainnya.
## Membuat rencana [[undang-undang perminyakan]] yang serasi dengan keadaan yang berlaku sekarang.
## Membantu pemerintah dengan usul-usul pendapat mengenai sikap yang patut diambil pemerintah berkenaan dengan status tambang minyak di Sumatera Utara pada khususnya dan pertambangan lain pada umumnya.
## Membantu pemerintah dengan usul-usul pertambangan di Indonesia.
## Membantu pemerintah dengan usul-usul pendapat mengenai pajak produksi bahan minyak dan ketentuan harga.
## Mengajukan usul-usul lain berkenaan dengan masalah pertambangan guna meningkatkan penghasilan negara, menyelesaikan tugasnya dalam waktu tiga bulan dan menyerahkannya kepada pemerintah dan parlemen.
# Mendesak kepada pemerintah supaya menunda pemberian [[konsesi]] dan izin [[eksplorasi]] baru sampai tugas yang diberikan kepada Komisi Negara tentang masalah pertambangan selesai.
 
Dalam mosi tersebut juga diusulkan agar pemerintah dalam waktu singkat meninjau kembali Indische Mijn Wet [[1899]], [[undang-undang kolonial]] yang masih tetap dipakai sebagai dasar pengelolaan minyak di Indonesia. IMW dianggap tidak sesuai lagi dengan azas-azas pokok pemikiran bangsa Indonesia<ref>http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/HisYuridis_usahamigas.pdf</ref>.
Baris 102:
Untuk memenuhi mosi tersebut pada tanggal [[13 September]] [[1951]] pemerintah membentuk ''Panitia Negara Urusan Pertambangan (PNUP)'' yang bertugas menyelidiki masalah-masalah pertambangan termasuk pertambangan minyak dan gas bumi dan menyusun rancangan undang-undang untuk menggantikan IMW 1899<ref>http://www.museum-migas.go.id/Indonesia/Pembenahan.htm</ref>.
Hasan, dalam pidatonya mengenai mosi tersebut mengatakan bahwa kelompok ''Tiga Besar'' ([[Shell]], [[Stanvac]] dan [[Caltex]])<ref>http://redfox69.wordpress.com/2011/04/01/menilik-sejarah-kontrak-bagi-hasil-production-sharing-contract-migas-indonesia/</ref> pada hakekatnya menerima lima kali lebih banyak dari pada yang dilaporkannya. Ia berpendapat bahwa hal itu disengaja agar harga minyak mentah lebih murah dari yang semestinya, dan sebagai bukti dia mengutip sebuah penawaran dari suatu kelompok perusahaan minyak [[Jepang]] yang bersedia membayar minyak mentah Rp.950 per ton, dibandingkan dengan Rp.100 per ton yang dilaporkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia dalam kaitannya dengan pembayaran pajak. Kedua, menurut Mr. T. M Hasan, perusahaan-perusahaan minyak itu dengan sengaja mempertinggi ongkos operasinya secara tidak wajar.
 
Yang menarik di sini adalah pembicaraan yang dilakukan oleh Hasan dengan para pejabat perusahaan minyak asing tidak lama setelah isi mosi itu diumumkan. Mereka mengusulkan pembagian keuntungan berdasarkan pola 50:50. Hal ini dijawab Hasan bahwa dengan pola demikian dikhawatirkan biaya operasi akan bisa di mark-up menjadi lebih tinggi.
Ia kemudian mengajukan usul balasan agar hasil produksi minyak di Indonesia dibagi saja antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan minyak asing atas dasar sama banyak. Usulan Hasan tersebut membuat para bos perusahaan minyak asing tercengang dan tidak berani bersuara.<ref>[http://nusantaracentre.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=88 TEUKU MUHAMMAD HASAN MENTERI PENDIDIKAN ”DARURAT]</ref><ref>http://www.scribd.com/doc/52907947/sejarah-pertambangan</ref>.
 
Efek dari mosi ini adalah dibentuknya ''Panitia Negara Urusan Pertambangan'' (PNUP), dan pada [[Maret]] [[1956]] Mr. T.M. Hasan ditunjuk sebagai ketua<ref>http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3266</ref>, dan berhasil ''menasionalisasi'' beberapa perusahan minyak asing menjadi Permina ([[1957]]) dan Pertamin ([[1961]]). Kedua perusahaan ini pada tahun [[1968]] digabung menjadi [[Pertamina]].<ref>{{cite web
|title=http://www.nasionalis.com/nasionalisasi-usaha-pertambangan-minyak-di-indonesia/
|url=http://www.nasionalis.com/nasionalisasi-usaha-pertambangan-minyak-di-indonesia/}}</ref>.
Baris 121:
Pada tahun [[1990]], [[Universitas Sumatera Utara]] menganugerahkan gelar [[Honoris Causa|Doctor Honoris Causa]]<ref name="worldcat.org"/>.
 
Mr. Teuku Muhammad Hasan dinobatkan sebagai [[Pahlawan Nasional]] oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 085/TK/Tahun 2006 tertanggal [[3 November]] [[2006]]<ref>{{cite web
|title=http://www.gemari.or.id/file/gemari71hal42.PDF
|url=http://www.gemari.or.id/file/gemari71hal42.PDF}}</ref>.