Akbar Faizal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 9:
Akbar Faizal juga merupakan seseorang yang aktif. Sejak di bangku Sekolah Dasar ia sudah senang berorganisasi dengan mengikuti kegiatan ekstra kurikuler pramuka. Berlanjut dengan menjadi anggota OSIS di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Di bangku perkuliahan Akbar juga terdaftar sebagai aktivis di HMI.
 
Karier politik Akbar dimulai saat ia menjadi salah satu pendiri Partai Demokrat dan salah satu generasi pertama Partai Demokrat. Bahkan Akbar adalah pendiri dan ketua umum Pemuda Partai Demokrat pada tahun 2003 sampai 2007. Lelaki yang gemar menulis cerpen, puisi, maupun novel ini kemudian menerima pinangan Partai Hanura, partai politik yang didirikan Wiranto, hingga mengantarkan dirinya menjadi wakil rakyat dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan II. Pada tahun pertama ia dipercaya duduk di Komisi V DPR dan saat ini Akbar duduk di Komisi II DPR.
 
Di Dewan Perwakilan Rakyat, Akbar Faizal merupakan salah satu anggota yang kritis, tegas, keras, dan berani menantang siapa saja untuk memperjuangkan kebenaran. Nama Akbar Faizal langsung bergaung di antara 560 wakil rakyat lainnya saat ia menjadi anggota Panitia Khusus Hak Angket Bank Century. Walau Pansus Hak Angket Bank Century telah berlalu, karakternya yang selalu vokal, cerdas, dan berargumen dengan logis itu secara konsisten dipertahankannya. Dengan pembawaannya itu pula Akbar terpilih sebagai Man of The Year 2010 dari salah satu media di tanah air.
 
Selain itu Akbar Faizal juga dinobatkan sebagai anggota DPR RI paling berpengaruh oleh Charta Politika Indonesia. Anggota Komisi II DPR RI ini resmi menerima Charta Politika Award III pada Selasa malam, 28 Februari 2012, di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta. Akbar Faizal berhasil mendapatkan salah satu award dari kategori politikus partai oposisi pemerintah mengalahkan sejumlah nominator politikus oposan seperti Tjahyo Kumolo, Gandjar Pranowo, Eva Kusuma Sundari, dan Rieke Diah Pitaloka.