Sultan Adam dari Banjar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 67:
Pangeran Mangkubumi adalah kepala dari pusat birokrasi.
 
Fungsi pengadilan agama dijalankan oleh : Hakim Besar, yang terdiri dari :
# Kepala Qadi
# Kepala Mufti
# Kepala Chalifah.
 
Dibawah Mangkubumi adalah kelompok ''kepala'' yang dikenal sebagai ''Mantri'' yang memperoleh titel dalam tingkatan hierarkis seperti :
# [[Adipati]]
# [[Tumenggung]]
# [[Kiai Demang]]
# [[Aria]]
# [[Ngabehi]]
# [[Pambakal]]
# [[Neyarsa]]
 
Menurut komisaris Belanda, Van der Ven dalam tahun [[1857]], masyarakat Banjar terdiri dari 6 kelas :
# [[Raja]] dan kaum [[bangsawan]]
# Golongan [[ulama]]
# Pemimpin rakyat
# [[Rakyat]] umum
# Orang berhutang
# [[Budak]]
 
Baris 93:
 
== Krisis Suksesi ==
Pada waktu Sultan Adam Al Wasik Billah menjadi Sultan, dia memerintah didampingi oleh Sultan Muda Abdurrahman, yaitu putera mahkota calon pengganti Sultan kalau Sultan mangkat. Untuk merukunkan keluarga di antara keturunan Tamjidillah dengan keturunan Sultan Kuning (Sultan Ilhamidullah), maka Sultan Suleman al Mutamidullah sewaktu Sultan ini masih hidup, mengawinkan cucunya Sultan Muda Abdurrahaman dengan Ratu Antasari, adik dari Pangeran Antasari. Sayangnya isterinya ini meninggal sebelum melahirkan seorang putera. Dalam tahun 1817 lahirlah seorang putera Sultan Muda Abdurrahman dari seorang selir keturunan Cina Pacinan, Nyai Besar Aminah yang diberi nama Pangeran Tamjidillah. Sultan Muda Abdurrahman menghendaki agar Pangeran Tamjidillah diterima sebagai raja penerus keturunan kerajaan. Sultan Suleman dan Sultan Adam menolak usul ini sebab bertentangan dengan tradisi yang berlaku di dalam kerajaan. Untuk mencari keturunan yang sah, Sultan Muda Abdurrahman dikawinkan lagi dengan seorang bangsawan Ratu Siti, puteri Pangeran Mangkubumi Nata. Tahun 1822 lahirlah putera yang dinanti-nantikan, diberi nama Pangeran Hidayatullah, 5 tahun lebih muda dari Pangeran Tamjidillah. Kedua putera Sultan Muda ini berlainan watak dan tingkah lakunya dan akan menimbulkan bibit pertentangan di antara keduanya. Pangeran Tamjidillah sangat menyenangi pergaulan dengan orang-orang Belanda, minum-minuman keras menjadi kebiasaannya. Pangeran Hidayat, seorang yang taat menjalankan ibadah agama dan sangat disenangi oleh kaum ulama. Malapetaka Kerajaan Banjar diawali dengan matinya secara mendadak Sultan Muda Abdurrahman pada tahun 1852. Sejak meninggalnya Sultan Muda Abdurrahman ini timbullah benih-benih pertentangan antara keluarga bangsawan dan merupakan salah satu faktor hancurnya Kerajaan Banjar. Sejak itu ada tiga golongan yang berebut kuasa dalam kerajaan, yaitu :
# Pangeran Tamjidillah, putera Sultan Muda Abdurrahman dengan Nyai Besar Aminah, seorang Cina Pacinan. Tingkah lakunya tidak disenangi para ulama dan bangsawan, karena senang bergaul dengan Belanda dan senang bermabuk-mabukan. Karena terbiasa membantu Pangeran Mangkubumi Nata berurusan dengan Residen, karena itu ia dikenal dikalangan orang-orang Belanda dan disenangi oleh kalangan tersebut.
# Pangeran Hidayatullah, putera Sultan Muda Abdurrahman dengan seorang bangswan Ratu Siti, puteri Pangeran Mangkubumi. Dia seorang yang taat beribadat, berakhlak terpuji dan disenangi kalangan luas kaum ulama dan masyarakat Banjar.
# Pangeran Prabu Anom, putera Sultan Adam Al Wasik Billah adik Sultan Muda Abdurrahman. Ibunya Ratu Komala Sari yang sangat besar pengaruhnya di kalangan Dewan Mahkota dan Sultan Adam. Ibunya sangat berambisi untuk menjadikan Pangeran Prabu Anom menjadi Putera Mahkota. Prabu Anom dikenal sebagai seorang yang bertindak sewenang-wenang dan tindakannya sering menyakitkan hati masyarakat.
 
Selain Sultan Muda Abdurrahman yang meninggal tahun 1852 juga Pangeran Mangkubumi Nata meninggal lebih dahulu. Kehilangan kedua pejabat teras kerajaan ini merumitkan urusan politik kerajaan, disamping itu ada 3 kelompok yang bersaing memperebutkan kedudukan sebagai Sultan Muda dan Mangkubumi. Baik Sultan Suleman al Mutamidillah, maupun Sultan Adam Al Wasik Billah telah melihat pertentangan keluarganya yang terjadi semenjak Sunan Nata Alam (1761-1801) yang kemudian dengan perkawinan. Usaha ini juga dijalankan untuk menghadapi bahaya dari pihak luar khususnya Belanda yang senantiasa mendesak kekuasaan dan mempersempit ruang gerak Sultan. Belanda berusaha untuk selalu menghidupkan pertentangan keluarga sesuai dengan politik dan strategi penjajah divide et empera, pecah belah dan kuasai. Dari pertentangan dan perebutan kekuasaan ini Belanda akan memperoleh keuntungan. Pihak Belanda telah memperhitungkan bahwa dari ketiga kelompok yang bersaing ini, hanya dari Pangeran Tamjidillah-lah yang dapat diharapkan keuntungan itu, dan dari dialah diharapkan akan memperoleh konsesi tambang batu bara ''Oranje Nassau''. Oleh karena itu, Residen van Hengst di Banjarmasin (1851-1953), Residen Belanda yang berkedudukan di Banjarmasin mengusulkan pada Pemerintah Belanda di Batavia agar Pangeran Tamjidillah diangkat sebagai Sultan Muda. Dalam bulan April 1853, Sultan Adam telah mengirim utusan ke Batavia untuk minta diberikan keadilan terhadap permintaannya menjadikan Pangeran Hidayat sebagai Sultan Muda dan Pangeran Prabu Anom sebagai Mangkubumi dan menolak pengangkatan Pangeran Tamjidillah. Permintaan ini ditolak oleh Belanda, bahkan utusannyapun tidak diterima secara resmi. Yang dilakukan Belanda hanya mengganti Residen van Hengst dengan Residen A. van der Ven. Tidak ada pilihan lain dari Sultan Adam, selain membuat ''Surat Wasiat'' yang hanya dibuka dan dibaca bila Sultan meninggal. Isi surat wasiat (testamen) itu antara lain:
* Sultan Adam Al Wasik Billah memberi gelar kepada Pangeran Hidayatullah dengan gelar Sultan Hidayatullah.
* Sultan Adam Al Wasik Billah mengangkat Pangeran Hidayatullah menjadi penguasa agama, mewariskan semua tanah ke sultanan dan semua padang perburuan.
* Sultan Adam Al Wasik Billah memerintahkan kepada seluruh rakyat untuk mentaati hal ini, dan jika perlu mempertahankannya dengan kekerasan.
 
Surat wasiat ini ditambah lagi dengan tiga ayat tambahan yang berbunyi :
* Pangeran Hidayatullah menggantikan Sultan Adam Al Wasik Billah bila ia meninggal dunia, dan memerintahkan rakyat dengan penuh keadilan, dan benar-benar mengikuti perintah agama Islam.
* Sultan Adam Al Wasik Billah memerintahkan kepada semua Pangeran lainnya untuk mengikuti Pangeran Hidayatullah sebagai sultan, dan mengutuknya sampai anak cucunya bila hal ini dilanggar.
* Perintah yang sama kepada para haji, ulama dan tetuha kampung. Pada tanggal 8 Agustus 1852 Pangeran Tamjidillah diangkat menjadi Sultan Muda oleh Pemerintah Belanda, disamping tugasnya sebagai Mangkubumi, dan ia bertempat tinggal di Banjarmasin. Terhadap pengangkatan ini Sultan Adam telah melaporkan kepada Pemerintah Belanda di Batavia tentang tindakan ketidakadilan ini, tetapi tidak diperhatikan oleh Belanda. Ratu Komala Sari, permaisuri mengajukan puteranya Pangeran Prabu Anom sebagai Mangkubumi, yang juga ditolak oleh Belanda.
 
Baris 114:
Surat pengangkatan itu dilanjudkan dengan sumpah kesetiaan kepada Sultan, Sri Paduka Tuan Sultan Banjarmasin, dan kesetiaan kepada Goebernemin Hindia Nederland. Pengangkatan Pangeran Hidayatullah sebagai Mangkubumi dilakukan oleh Belanda setelah sebelumnya Belanda dengan licin menekan Sultan menandatangani persetujuan pemberian konsesi tambang batu bara kepada Belanda 30 April 1856. Pangeran Hidayat menyadari bahaya pemberian konsesi tambang batu bara ini, tetapi dia tak berdaya menghadapinya apalagi setelah Belanda menempatkan serdadunya di pusat-pusat tambang batu bara mereka. Selain menetapkan Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Muda, pengangkatan Pangeran Hidayat sebagai Mangkubumi, Belanda juga menahan Pangeran Prabu Anom di Banjarmasin bertempat tinggal di rumah menantunya Pangeran Syarif Hussein. Daerah itu sekarang menjadi Kampung Melayu. Oleh karena tindakan Belanda ini, Sultan Adam yang sudah tua dan hampir putus asa oleh hal-hal tersebut di atas telah membuat testamen yang diberikan kepada Mangkubumi Pangeran Hidayat, Kadhi di Martapura dan Kadhi di Amuntai. Situasi ini menyebabkan dia sakit. Sebelum dia meninggal dia minta dibawa kembali ke Martapura dan minta dikuburkan di sana. Pada tanggal 30 Oktober 1857 Sultan Adam sakit keras, maka dia dibawa ke Martapura dan meninggal tanggal 1 November 1857. Sebelum Sultan Adam Al Wasik Billah mangkat, Pangeran Tamjidillah mengirim surat rahasia kepada Gubernur Jenderal Rochussen, melalui Residen di Banjarmasin. Isi surat itu bahwa ia akan mengusahakan segala kemungkinan supaya kelak tanah konsesi tambang batu bara Oranje Nassau menjadi milik Pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya dikatakannya bahwa dia akan melaksanakan segala keinginan yang dikehendaki oleh Pemerintah Hindia Belanda di Betawi asal ia akan mengganti ayahnya sebagai sultan di Kerajaan Banjar, apabila Sultan Adam wafat. Pemerintah di Betawi menyetujui usul itu. Ketika Sultan Adam Al Wasik Billah meninggal pada tanggal 1 November 1857 karena sakit, tanpa sepengetahuan Dewan Mahkota, yaitu sesudah dua hari pemakaman almarhum Sultan, pemerintah Belanda menobatkan Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan. Prabu Anom putera Sultan Adam dengan Ratu Komala Sari ditangkap oleh Belanda, karena menurut pertimbangan Belanda kalau Pangeran Prabu Anom berada di Banjarmasin akan membahayakan, dan dia dibuang ke Jawa. Pengangkatan Sultan Tamjidillah itu membuat kalangan kaum bangsawan merasa tidak puas, karena pengangkatan ini sangat melanggar tradisi Istana, melanggar surat wasiat Sultan Adam Al Wasik Billah, disamping, tingkah laku Sultan Tamjidillah yang sejak semula tidak disenangi oleh kaum bangsawan dan rakyat Banjar. Sultan lebih mendahulukan kepentingan pemerintah Belanda dari kepentingan dan nasib rakyat. Kebiasaan minum-minuman keras sangat menjengkelkan kalangan agama dan kaum ulama. Antara Sultan dengan Mangkubumi Pangeran Hidayatullah yang berkedudukan di Martapura tidak terdapat kerjasama dan saling curiga mencurigai. Dalam situasi demikian Sultan Tamjidillah mencoba memikat Mangkubumi Pangeran Hidayatullah dengan cara mengawinkan puterinya puteri Bulan dengan putera Mangkubumi, Pangeran Amir. Perkawinan politik ini dimaksudkan agar terjadi keakraban dan dapat menghasilkan kerjasama dalam pemerintahan kerajaan. Namun usaha ini tidak menghasilkan apa-apa, bahkan kecurigaan makin menjadi lebih tebal, sebab sejak kecil sudah dipupuk dengan rasa benci satu sama lain. Apalagi siasat dari Sultan Tamjidillah untuk menjatuhkan Mangkubumi dengan cara tipu muslihat makin mengeruhkan suasana. Tindakan pertama yang menyakitkan hati rakyat setelah pengangkatan Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan tanggal 3 November 1857, ialah (4 November 1857) Residen mengizinkan dengan bantuan serdadu yang ada di Martapura untuk menangkap Pangeran Prabu Anom, pamannya sendiri. Pangeran Prabu Anom pergi ke Martapura lari dari tahanannya di Banjarmasin karena mengurusi pemakaman ayahnya Suldan Adam al Wasik Billah. Alasannya dan tuduhan yang dikenakan pada dirinya ialah bahwa Pangeran Prabu Anom membahayakan tahta, tetapi penangkapan itu tidak berhasil. Rakyat menjadi saksi atas tindakan Sultan baru ini dalam usahanya menangkap pamannya Pangeran Prabu Anom. Lima hari setelah pemakaman Sultan Adam Al Wasik Billah yang sangat dicintai rakyat, keraton Martapura ditembaki serdadu Belanda untuk menangkap anak raja. Prabu Anom akhirnya ditangkap dengan tipu muslihat pada permulaan tahun 1858 dan di buang ke Jawa. Rakyat umum berpendapat, seperti kata Residen J.J. Meijer kemudian, bahwa dengan pengangkatan Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan yang ke-13 akan timbul bermacam bala bencana karena kelahirannya dan perbuatannya sama sekali bertentangan dengan adat tradisi yang berlaku dan bertentangan dengan agama Islam. Dia lahir dari tindakan di luar nikah menurut agama, karena ibunya (gundik) yang baru dinikahi setelah mengandung beberapa bulan sebelum melahirkan Tamjidillah.
 
== Taman Hutan Raya ==
Nama Sultan Adam diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya di Kalimantan Selatan yaitu Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam.<ref>http://tahurasultanadam.kalselprov.go.id/</ref>
 
Baris 140:
* {{id}}[http://history.melayuonline.com/?a=UnV3L29QTS9VenVwRnRCb20%3D= Sejarah Kerajaan Banjar di MelayuOnline.com]
* {{id}}[http://kerajaanbanjar.wordpress.com/ Kerajaan Banjar]
* {{id}} [http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/46/15281 Perang Banjar Meletus Setelah Sultan Adam Mangkat]
{{indo-bio-stub}}
 
[[Kategori:Kematian 1857]]
Baris 146 ⟶ 147:
[[Kategori:Sultan Banjar]]
[[Kategori:Tokoh dari Kabupaten Banjar]]
 
 
{{indo-bio-stub}}