Pakubuwana XIII: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 23:
}}
 
'''Sri Susuhunan Pakubuwana XIII''' ([[Bahasa Jawa]]: ''Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwono XIII'') {{lahirmati|[[Surakarta]]|28|6|1948}}, adalah raja [[Kasunanan Surakarta]] yang bertahta sejak tahun [[2004]]. Gelar ''Pakubuwana XIII'' awalnya diklaim oleh dua pihak, setelah meninggalnya [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] tanpa putra mahkota yang jelas karena ia tidak memiliki ratu yang formal (permaisuri), maka dua putra [[Pakubuwana XII]] dari ibu yang berbeda saling mengakui tahta ayahnya. Putra yang tertua, KGPH. Hangabehi, oleh keluarga didaulat sebagai penguasa [[keraton]] (istana) dan [[Tejowulan|KGPH. Tejowulan]] menyatakan keluar dari [[keraton]]; dua-duanya mengklaim pemangku tahta yang sah, dan masing-masing menyelenggarakan acara pemakaman ayahnya secara terpisah. Akan tetapi, konsensus keluarga telah mengakui bahwa Hangabehi yang diberi gelar Pakubuwana XIII.
 
Pada tanggal [[18]]–[[19]] [[Juli]] [[2009]] diselenggarakan upacara di keraton untuk merayakan pengangkatan [[tahta]] dengan iringan Tari [[Bedaya Ketawang|Bedhaya Ketawang]] yang biasanya hanya ditampilkan khusus pada acara peringatan kenaikan tahta raja. Para tamu yang hadir terdiri dari tamu penting lokal dan asing dan juga [[Tejowulan|KGPH. Tejowulan]]. Sejak tahun [[2012]] konflik ''Raja Kembar'' di [[Kasunanan Surakarta]] telah usai setelah [[Tejowulan|KGPH. Tejowulan]] mengakui gelar ''Pakubuwana XIII'' menjadi milik KGPH. Hangabehi dalam sebuah rekonsiliasi resmi yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota [[Surakarta]] bersama [[DPR-RI]], dan [[Tejowulan|KGPH. Tejowulan]] sendiri menjadi mahapatih dengan gelar ''Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung''{{fact}}.
Baris 34:
== Naik Tahta Sebagai Raja ==
[[Berkas:Jumenengan-PBXIII.jpg|left|thumb|Sri Susuhunan Pakubuwana XIII saat dinobatkan sebagai raja [[Kasunanan Surakarta]] pada [[10 September]] [[2004]] di [[Keraton Surakarta]].]]
Setelah wafatnya [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] pada [[11 Juni]] [[2004]], terjadi ketidaksepakatan di antara putra-putri [[Pakubuwana XII]] mengenai siapa yang akan menggantikan kedudukan raja. Pada [[31 Agustus]] [[2004]], salah satu putra [[Pakubuwana XII]], [[Tejowulan|KGPH. Tejowulan]], dinobatkan sebagai raja oleh beberapa putra-putri Pakubuwana XII di Sasana Purnama, Badran, Kottabarat, [[Surakarta]], yang merupakan salah satu rumah milik pengusaha [[Mooryati Soedibyo|BRAy. Mooryati Soedibyo]]<ref>[http://www.suaramerdeka.com/harian/0409/01/nas01.htm Konflik Keraton Makin Memuncak, Tedjowulan Bermaksud "Duduki" Keraton.]</ref>.
 
Padahal, sebelumnya dalam rapat Forum Komunikasi Putra Putri (FKPP) Pakubuwana XII yang berlangsung [[10 Juli]] [[2004]], menetapkan bahwa putra tertua Pakubuwana XII, KGPH. Hangabehi, yang berhak menjadi raja selanjutnya, dan memilih tanggal penobatan Hangabehi sebagai raja pada [[10 September]] [[2004]]<ref>[http://www.suaramerdeka.com/harian/0407/15/slo04.htm Penobatan Paku Buwono XIII, Rapat Putuskan 10 September.]</ref>. Namun pada awal [[September]] [[2004]], secara tiba-tiba [[Tejowulan|KGPH. Tejowulan]] bersama para pendukungnya menyerbu dan mendobrak pintu [[Keraton Surakarta]]. Keributan ini bahkan sempat menimbulkan beberapa orang luka-luka, termasuk para bangsawan dan abdi dalem yang saat itu berada di dalam keraton. Atas kejadian tersebut, KP. Edy Wirabumi selaku ketua Lembaga Hukum Keraton Surakarta didampingi kuasa hukum Budi Kuswanto dan Arief Sahudi bahkan melaporkan GPH. Suryo Wicaksono dan para pendukung [[Tejowulan]] ke [[Surakarta|Polresta Surakarta]] atas dasar perusakan cagar budaya di lingkungan keraton<ref>[http://www.suaramerdeka.com/harian/0509/06/slo05.htm Rekaman Penyerbuan ke Keraton Diputar Ulang.]</ref>.
Baris 48:
* Memiliki tiga istri:
# KRAy. Endang Kusumaningdyah
# KRAy. Winarti
# KRAy. Pradapaningsih/GKR. Pakubuwana (sebagai permaisuri)
* Memiliki dua putra: