Candi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 9:
 
== Terminologi ==
<blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:45%; float:right; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">"Antara abad ke-7 dan ke-15 masehi, ratusan bangunan keagamaan dibangun dari bahan bata merah atau batu andesit di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Bangunan ini disebut candi. Istilah ini juga merujuk kepada berbagai bangunan pra-Islam termasuk gerbang, dan bahkan pemandian, akan tetapi manifestasi utamanya tetap adalah bangunan suci keagamaan." <p style="text-align: right;">— Soekmono, R. "Candi:Symbol of the Universe".
<ref>Soekmono, R. "Candi:Symbol of the Universe", pp.58-59 in Miksic, John, ed. ''Ancient History'' Volume 1 of [[Indonesian Heritage Series]] Archipelago Press, Singapore (1996) ISBN 978-981-3018-26-6</ref>
</blockquote>
Baris 111:
=== Jenis berdasarkan agama ===
[[Berkas:Candi Jawi A.JPG|thumb|right|Candi Jawi yang bersifat paduan Siwa-Buddha tempat pedharmaan raja [[Kertanegara]].]]
Berdasarkan latar belakang keagamaannya, candi dapat dibedakan menjadi candi Hindu, candi Buddha, paduan sinkretis Siwa-Buddha, atau bangunan yang tidak jelas sifat keagamaanya dan mungkin bukan bangunan keagamaan.
# '''Candi Hindu''', yaitu candi untuk memuliakan dewa-dewa Hindu seperti Siwa atau Wisnu, contoh: candi Prambanan, candi Gebang, kelompok candi Dieng, [[candi Gedong Songo]], [[candi Panataran]], dan [[candi Cangkuang]].
# '''Candi Buddha''', candi yang berfungsi untuk pemuliaan Buddha atau keperluan bhiksu sanggha, contoh candi Borobudur, candi Sewu, [[candi Kalasan]], candi Sari, candi Plaosan, [[candi Banyunibo]], [[candi Sumberawan]], [[candi Jabung]], kelompok [[candi Muaro Jambi]], [[candi Muara Takus]], dan candi Biaro Bahal.
Baris 119:
=== Jenis berdasarkan hirarki dan ukuran ===
Dari ukuran, kerumitan, dan kemegahannya candi terbagi atas beberapa hirarki, dari candi terpenting yang biasanya sangat megah, hingga candi sederhana. Dari tingkat skala kepentingannya atau peruntukannya, candi terbagi menjadi:
# '''Candi Kerajaan''', yaitu candi yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan, tempat digelarnya upacara-upacara keagamaan penting kerajaan. Candi kerajaan biasanya dibangun mewah, besar, dan luas. Contoh: [[Candi Borobudur]], [[Candi Prambanan]], [[Candi Sewu]], dan [[Candi Panataran]].
# '''Candi Wanua atau Watak''', yaitu candi yang digunakan oleh masyarakat pada daerah atau desa tertentu pada suatu kerajaan. Candi ini biasanya kecil dan hanya bangunan tunggal yang tidak berkelompok. Contoh: candi yang berasal dari masa [[Majapahit]], [[Candi Sanggrahan]] di Tulung Agung, [[Candi Gebang]] di Yogyakarta, dan [[Candi Pringapus]].
# '''Candi Pribadi''', yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh, dapat dikatakan memiliki fungsi mirip makam. Contoh: [[Candi Kidal]] (pendharmaan Anusapati, raja Singhasari), [[Candi Jago|candi Jajaghu]] (Pendharmaan Wisnuwardhana, raja Singhasari), [[Candi Rimbi]] (pendharmaan [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]], ibu [[Hayam Wuruk]]), [[Candi Tegowangi]] (pendharmaan Bhre Matahun), dan [[Candi Surawana]] (pendharmaan Bhre Wengker).
Baris 128:
# '''Candi Pemujaan''': candi Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu, contoh: candi Prambanan, [[candi Canggal]], [[candi Sambisari]], dan [[candi Ijo]] yang menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk [[Siwa]], [[candi Kalasan]] dibangun untuk memuliakan [[Dewi Tara]], sedangkan [[candi Sewu]] untuk memuja [[Manjusri]].
# '''Candi [[Stupa]]''': didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi [[Borobudur]], [[candi Sumberawan]], dan [[candi Muara Takus]]
# '''Candi Pedharmaan''': sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi [[Petirtaan Belahan|Belahan]] tempat [[Airlangga]] dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di Blitar, tempat [[Raden Wijaya]] didharmakan sebagai dewa Harihara.
# '''Candi Pertapaan''': didirikan di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng [[Gunung Penanggungan]], kelompok candi Dieng dan [[candi Gedong Songo]], serta [[Candi Liyangan]] di lereng timur [[Gunung Sundoro]], diduga selain berfungsi sebagai pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman.
# '''Candi [[Wihara]]''': didirikan untuk tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi, candi seperti ini memiliki fungsi sebagai permukiman atau asrama, contoh: [[candi Sari]] dan Plaosan
Baris 153:
Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bagian penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap.<ref>"Seri IPS SEJARAH", Yudhistira Ghalia Indonesia, 9797468003, 9789797468002.</ref>
# '''Kaki candi''' merupakan bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau '''bhurloka'''. Pada konsep Buddha disebut '''kamadhatu'''. Yaitu menggambarkan dunia hewan, alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan asura, serta tempat manusia biasa yang masih terikat nafsu rendah. Bentuknya berupa bujur sangkar yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar candi ini sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau bujur sangkar. Tangga masuk candi terletak pada bagian ini, pada candi kecil tangga masuk hanya terdapat pada bagian depan, pada candi besar tangga masuk terdapat di empat penjuru mata angin. Biasanya pada kiri-kanan tangga masuk dihiasi ukiran [[makara]]. Pada dinding kaki candi biasanya dihiasi relief flora dan fauna berupa sulur-sulur tumbuhan, atau pada candi tertentu dihiasi figur penjaga seperti [[dwarapala]]. Pada bagian tengah alas candi, tepat di bawah ruang utama biasanya terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (peti batu). Sumur ini biasanya diisi sisa hewan kurban yang dikremasi, lalu diatasnya diletakkan pripih. Di dalam pripih ini biasanya terdapat abu jenazah raja serta relik benda-benda suci seperti lembaran emas bertuliskan mantra, kepingan uang kuno, permata, kaca, potongan emas, lembaran perak, dan cangkang kerang.
# '''Tubuh candi''' adalah bagian tengah candi yang berbentuk [[kubus]] yang dianggap sebagai dunia antara atau '''bhuwarloka'''. Pada konsep Buddha disebut '''rupadhatu'''. Yaitu menggambarkan dunia tempat manusia suci yang berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. Pada bagian depan terdapat gawang pintu menuju ruangan dalam candi. Gawang pintu candi ini biasanya dihiasi ukiran kepala [[kala]] tepat di atas-tengah pintu dan diapit pola [[makara]] di kiri dan kanan pintu. Tubuh candi terdiri dari ''garbagriha'', yaitu sebuah bilik (kamar) yang ditengahnya berisi [[arca]] utama, misalnya arca dewa-dewi, bodhisatwa, atau Buddha yang dipuja di candi itu. Di bagian luar dinding di ketiga penjuru lainnya biasanya diberi relung-relung yang berukir relief atau diisi arca. Pada candi besar, relung keliling ini diperluas menjadi ruangan tersendiri selain ruangan utama di tengah. Terdapat jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus untuk melakukan ritual yang disebut ''pradakshina''. Pada lorong keliling ini dipasangi pagar langkan, dan pada galeri dinding tubuh candi maupun dinding pagar langkan biasanya dihiasi relief, baik yang bersifat naratif (berkisah) atau pun dekoratif (hiasan).
# '''Atap candi''' adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau '''swarloka'''. Pada konsep Buddha disebut '''arupadhatu'''. Yaitu menggambarkan ranah [[surga]]wi tempat para dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan bersemayam. Pada umumnya, atap candi terdiri dari tiga tingkatan yang semakin atas semakin kecil ukurannya. Sedangkan atap langgam Jawa Timur terdiri atas banyak tingkatan yang membentuk kurva limas yang menimbulkan efek ilusi perspektif yang mengesankan bangunan terlihat lebih tinggi. Pada puncak atap dimahkotai ''[[stupa]]'', ''[[ratna]]'', ''[[wajra]]'', atau [[lingga]] semu. Pada candi-candi langgam Jawa Timur, kemuncak atau mastakanya berbentuk kubus atau silinder dagoba. Pada bagian sudut dan tengah atap biasanya dihiasi ornamen antefiks, yaitu ornamen dengan tiga bagian runcing penghias sudut. Kebanyakan dinding bagian atap dibiarkan polos, akan tetapi pada candi-candi besar, atap candi ada yang dihiasi berbagai ukiran, seperti relung berisi kepala dewa-dewa, relief dewa atau bodhisatwa, pola hias berbentuk permata atau kala, atau sulur-sulur untaian roncean bunga.
 
=== Tata letak ===
Baris 168:
Bahan-bahan untuk membuat candi antara lain:
# '''Batu [[andesit]]''', batu bekuan vulkanik yang ditatah membentuk kotak-kotak yang saling kunci. Batu andesit bahan candi harus dibedakan dari batu kali. Batu kali meskipun mirip andesit tapi keras dan mudah pecah jika ditatah (sukar dibentuk). Batu andesit yang cocok untuk candi adalah yang terpendam di dalam tanah sehingga harus ditambang di tebing bukit.
# '''Batu putih''' (''tuff''), batu endapan piroklastik berwarna putih, digunakan di Candi Pembakaran di kompleks [[Ratu Boko]]. Bahan batu putih ini juga ditemukan dijadikan sebagai bahan isi candi, dimana bagian luarnya dilapis batu andesit
# '''Bata merah''', dicetak dari lempung tanah merah yang dikeringkan dan dibakar. Candi Majapahit dan Sumatera banyak menggunakan bata merah.
# '''Stuko''' (''stucco''), yaitu bahan semacam beton dari tumbukan batu dan pasir. Bahan stuko ditemukan di percandian Batu Jaya.
# '''Bajralepa''' (''vajralepa''), yaitu bahan lepa pelapis dinding candi semacam plaster putih kekuningan untuk memperhalus dan memperindah sekaligus untuk melindungi dinding dari kerusakan. Bajralepa dibuat dari campuran pasir vulkanik dan kapur halus. Konon campuran bahan lain juga digunakan seperti getah tumbuhan, putih telur, dan lain-lain. Bekas-bekas bajralepa ditemukan di candi Sari dan candi Kalasan. Kini pelapis bajralepa telah banyak yang mengelupas.
# '''Kayu''', beberapa candi diduga terbuat dari kayu atau memiliki komponen kayu. Candi kayu serupa dengan Pura Bali yang ditemukan kini. Beberapa candi tertinggal hanya batu umpak atau batur landasannya saja yang terbuat dari batu andesit atau bata, sedangkan atasnya yang terbuat dari bahan organik kayu telah lama musnah. Beberapa dasar batur di Trowulan Majapahit disebut candi, meskipun sesungguhnya merupakan landasan pendopo yang bertiang kayu. [[Candi Sambisari]] dan candi [[Pustakasala|Kimpulan]] memiliki umpak yang diduga candi induknya dinaungi bangunan atap kayu. Beberapa candi seperti [[Candi Sari]] dan [[Candi Plaosan]] memiliki komponen kayu karena pada struktur batu ditemukan bekas lubang-lubang untuk meletakkan kayu gelagar penyangga lantai atas, serta lubang untuk menyisipkan daun pintu dan jeruji jendela.
 
== Gaya arsitektur ==
Baris 223:
|}
 
Meskipun demikian terdapat beberapa pengecualian dalam pengelompokkan langgam candi ini. Sebagai contoh candi Penataran, Jawi, Jago, Kidal, dan candi Singhasari jelas masuk dalam kelompok langgam Jawa Timur, akan tetapi bahan bangunannya adalah batu andesit, sama dengan ciri candi langgam Jawa Tengah; dikontraskan dengan reruntuhan [[Trowulan]] seperti [[candi Brahu]], serta candi Majapahit lainnya seperti [[candi Jabung]] dan [[candi Pari]] yang berbahan bata merah. Bentuk candi Prambanan adalah ramping serupa candi Jawa Timur, tapi susunan dan bentuk atapnya adalah langgam Jawa Tengahan. Lokasi candi juga tidak menjamin kelompok langgamnya, misalnya [[candi Badut]] terletak di Malang, Jawa Timur, akan tetapi candi ini berlanggam Jawa Tengah yang berasal dari kurun waktu yang lebih tua pada abad ke-8 masehi.
 
Bahkan dalam kelompok langgam Jawa Tengahan terdapat perbedaan tersendiri dan terbagi lebih lanjut antara langgam Jawa Tengah Utara (misalnya kelompok Candi Dieng) dengan Jawa Tengah Selatan (misalnya kelompok Candi Sewu). Candi Jawa Tengah Utara ukirannya lebih sederhana, bangunannya lebih kecil, dan kelompok candinya lebih sedikit; sedangkan langgam candi Jawa Tengah Selatan ukirannya lebih raya dan mewah, bangunannya lebih megah, serta candi dalam kompleksnya lebih banyak dengan tata letak yang teratur.
Baris 242:
File:Pawon.jpg|[[Candi Pawon]] antara Borobudur dan Mendut
File:Main shrine of Prambanan temples.JPG|[[Candi Prambanan]], candi Hindu terbesar di Indonesia
File:Lunbung09 4.jpg|[[Candi Lumbung]] dekat Prambanan
File:Sewu09 4.jpg|[[Candi Sewu]], candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur
File:Kalasan Temple from the north-east, 23 November 2013.jpg|[[Candi Kalasan]]