Serangan Umum Surakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k perbaiki, removed underlinked tag using AWB
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 5:
Mereka yang melakukan serangan bergabung dalam [[Detasemen II Brigade 17]] Surakarta yang dipimpin Mayor [[Achmadi]]. Untuk menggempur markas penjajah, serangan dilakukan dari empat penjuru kota Solo. Rayon I dari [[Polokarto]] dipimpin [[Suhendro]], Rayon II dipimpin [[Sumarto]]). Sementara itu Rayon III dengan komandan [[Prakosa]], Rayon IV dikomandani [[A Latif]] (almarhum), serta Rayon Kota dipimpin [[Hartono]]. Menjelang pertengahan pertempuran [[Slamet Riyadi]] dengan pasukan Brigade V/Panembahan Senopati turut serta dan menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya pertempuran.
 
Kegagalan Tentara Kerajaan Belanda mempertahan Kota Solo menggoyahkan keyakinan Parlemen Belanda atas kinerja tentaranya. Sehingga memaksa perdana menteri [[Willem Drees|Drees]] terpaksa mengakomodasi tuntutan delegasi Indonesia sebagai syarat sebelum mereka bersedia menghadiri [[Konferensi Meja Bundar]].<ref>Pour, Julius. Ign. Slamet Rijadi Dari Mengusir Kempeitai Sampai Menumpas RMS, h. 192. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.ISBN 9789792238501978-979-22-3850-1 9792238506.</ref>
 
== Gencatan Senjata Indonesia vs Belanda ==
Baris 18:
* Pembelotan satu kompi TBS ( Teritoriale Batalyon Surakarta) bentukan Belanda dengan membawa 8 Bren, 30 Sten dan 80 senapan.
<br />
Selain dua peristiwa di atas pada tanggal 3 Agustus 1949, letnan jenderal [[Dirk Cornelis Buurman van Vreeden|Van Vreeden]] diam-diam memerintahkan penyerangan ke markas Kolonel [[Gatot Subroto]] sekaligus menghancurkan pemancar RRI di Desa Balong, Kecamatan Jenawi padahal rencana gencatan senjata sudah diumumkan demi memperkuat posisi tawar pihak militer.<ref>Pour, Julius. Ign. Slamet Rijadi Dari Mengusir Kempeitai Sampai Menumpas RMS, h. 190. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.ISBN 9789792238501978-979-22-3850-1 9792238506.</ref> Meski tidak sesuai target karena markas Kolonel [[Gatot Subroto]] dan pemancar RRI sudah pindah ke tempat lain, hal ini mempertebal keyakinan para pejuang bahwa Belanda masih berniat melakukan pelanggaran gencatan senjata kembali.
 
== Awal mula Serangan Umum Solo ==
Baris 62:
== Jalannya pertempuran ==
 
Pada tanggal 7 agustus 1949 dimulai SU pada pukul 06.00 pagi. Pada hari tersebut pasukan SWK 106 Arjuna telah menyusup dahulu dan mulai menguasai kampung-kampung dalam kota Solo. Ketika waktu ditetapkan telah tiba pasukan TNI yang telah masuk kota menyerang dari semua penjuru, memaksa tentara Belanda terkonsentrasi di markas-markas mereka. Serangan itu meliputi markas komando KL 402 Jebres, sebuah pos di Jurug, Jagalan, kompleks BPM-Balapan, serta markas artileri medan di Banjarsari.
 
Pada hari kedua 8 Agustus 1949, pertempuran berlangsung hingga tengah malam, TNI membantu serangan itu dengan memasang berbagai rintangan di jalan-jalan di sekitar daerah Pasar Kembang. Namun Belanda mencium rencana itu, kemudian menangkapi orang-orang yang berada di sekitarnya. Terdapat 26 (dua puluh enam) orang, termasuk wanita dan anak-anak yang berhasil ditangkap pihak Belanda, 24 (dua puluh empat) di antaranya dihabisi. Ke 24 orang itu terdiri dari 10 (sepuluh) orang laki-laki, termasuk seorang anggota TNI/TP, 6 (enam) orang wanita, dan 8 (delapan) anak-anak. Pada saat itulah seluruh pasukan dari SWK (Sub Wehrkreis) 100 sampai 105 mulai dikerahkan untuk membantu serangan hari pertama dengan sasaran seluruh kota Solo dan Letnan Kolonel Slamet Riyadi mulai memegang komando mengantikan Mayor Akhmadi.
 
Tambahan pasukan ini semakin memperkuat serangan pasukan SWK 106 yang intinya dari DEN TP Brigade XVII.Akibatnya pasukan Belanda semakin terdesak karena pasukan dari Brigade V menyekat kekuatan lawan dan menghambat bantuan lawan di luar kota Solo. Konvoi Belanda dari [[Semarang]] bahkan tidak dapat memasuki kota Solo karena dihambat oleh pasukan TNI di [[Salatiga]].
Baris 81:
 
== Peristiwa setelah Serangan Umum Solo ==
=== Di Solo ===
Pada tanggal 11 Agustus terjadi banyak pelanggaran perjanjian gencatan senjata oleh pasukan khusus Baret Hijau (Green Cap) atau KST yang menewaskan banyak penduduk sipil antara lain: di Sambeng-32 orang tewas, di pasar Nongko-67 tewas,di Serengan-47 orang tewas,di Padmonegaran Gading-21 tewas,di Pasar Kembang-24 orang tewas. Situasi tersebut mendorong terjadinya pertempuran apalagi pasukan TNI terutama pihak DEN II TP Brigade XVII tidak mau menerima perjanjian ini karena hampir seluruh Kota Solo telah berhasil diduduki dalam serangan umum tersebut dan pihak Belanda telah jelas-jelas melanggar pada tanggal 11 agustus 1949.
 
Selain itu Mayor Akhmadi juga mengeluarkan kebijakan yang berbeda dan menimbulkan situasi kontradiktif. Kebijakannya ini dilakukan dengan beberapa alasan. Pertama, tetap memegang teguh tugasnya sebagai komandan Komando Militer Kota (KMK Solo), dengan tugas teritorialnya, berdasar pengangkatan langsung dari MBAP (Markas Besar Angkatan Perang) pada bulan April 1948. Dalam kaitan ini, tugas-tugas lebih sering diperintahkan langsung oleh Panglima Tertinggi Divisi II/Gubernur Militer Jawa Tengah yang berkedudukan di Sala, Kolonel Gatot Soebroto, yang pada saat gencatan senjata diberlakukan masih dalam keadaan sakit dan berada di Yogyakarta. Kedua, sebagai pemimpin tertinggi militer wilayah Surakarta, Kolonel Gatot Soebroto belum mencabut instruksinya No. 16A tertanggal 18 Juni 1949, yang salah satu instruksinya berbunyi: “anggota angkatan Perang dan Pegawai Pemerintah Sipil, sekeluarnya instruksi ini harus berjuang terus, selama belum ada perintah cease fire dari kami sendiri, meski ada perintah dari instansi manapun”. Untuk menegaskan sikapnya itu, Mayor Akhmadi mengeluarkan instruksi No. 1/Dari/Cdt/8-49 tanggal 11 Agustus 1949, pukul 24.00:
Baris 91:
Demikianlah, pada satu sisi, terdapat perintah untuk menarik mundur pasukan dengan kembali ke posisi semula (pos-pos), pada lain pihak masih memegang teguh perintah untuk menempati posisi yang berhasil direbut. Di tengah situasi sebagaimana dipaparkan di atas, di kediaman Ir. Seseto Hadinegoro, atau Istana Kembang Banowati di jalan Bayangkara, berlangsung kontak resmi antara Komandan Pasukan Belanda, Kolonel Van Ohl, dengan Komandan Brigade V/II, Letnan Kolonel Slamet Riyadi. Pertemuan sebagai tindak lanjut gencatan senjata yang berlangsung dari pukul 14.00 dan berakhir pukul 16.30 itu membuahkan kesepakatan sebagai berikut:
* Untuk mengurangi terjadinya perselisihan, Kol. Ohl meminta dengan sangat:
:
# TNI ditarik mundur ke tepi batas kota.
# Rintangan-rintangan jalan disingkirkan.
* Pihak Belanda berjanji:
:
# Teror Belanda tak akan terulang.
# Tidak akan diadakan pembalasan terhadap rakyat yang membantu TNI.
# Teroris-teroris telah diurus oleh Krijgsraad (pengadilan).
# Mulai tanggal 12-8-1949 pasukan Belanda akan dikonsinyir di tempat masing-masing.
* Setiap teror dari pihak Belanda supaya dilaporkan kepada Komandan TNI.
* Penyerahan kota Solo akan diserahkan dalam bulan ini juga (Agustus 1949).''<small>(Ofensif TNI Empat Hari di Kota Solo dan Sekitarnya, 130)</small>''
Menindak lanjuti hasil pertemuan ini Letnan Kolonel Slamet Riyadi sebagai Komandan Wehrkreise I segera mengeluarkan Perintah Harian kepada seluruh jajarannya untuk menaati perintah Presiden Panglima Tertinggi/Panglima Perang tertanggal 3 Agustus 1949 tentang gencatan senjata, untuk dilaksanakan.
 
Sempat terjadi perbedaan pendapat antara Brigade V dengan Den II TP Brigade XVII.Mayor Ahmadi berpegang teguh pada perintah Panglima Divisi II Kol Gatot Subroto.Mayor Ahmadi menginstruksikan agar pasukan TP tetap dalam sektor masing-masing dengan posisi terakhir dan tidak bertanggung jawab terhadap penarikan pasukan ke batas kota dan memerintahkan apabila Belanda melanggar lagi agar ditindak oleh masing-masing sektor. Sedang pihak Brigade V berpegang teguh pada : Berlakunya gencatan senjata tanggal 3-10 agustus 1949, yang berminat berunding adalah Belanda yang sedang terdesak, dan mengurangi kekejaman pasukan Belanda terhadap sipil. Sebagai tanggung jawab seorang komandan, akhirnya Letnan Kolonel Slamet Riyadi mengeluarkan penjelasan secara panjang lebar tentang proses perundingan serta kesepakatannya, dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Penjelasan yang diberikannya disertai rasa tanggung jawab akhirnya dapat diterima dan dipercayai oleh pasukanya.
 
Di lain pihak, setelah mendengar laporan perkembangan situasi dari anak buahnya, Kepala Staf Gubernur Militer II, Letnan Kolonel [[Suprapto]] akhirnya mengambil dua tindakan, yaitu mengutus dua orang anggota TP untuk menemui dan meminta ketegasan sikap Gubernur Militer, tentang situasi mutakhir. Kedua, Kepala Staf mengeluarkan instruksi No. 16/In/Ks/8/I, tanggal 16 Agustus 1949, berisi; “secara formil, dengan didasarkan atas instruksi atasan yang tertentu situasi yang tercipta dalam hubungan kita dengan pihak Belanda belum dianggap resmi.”
Baris 111:
Situasi ini akhirnya dapat didinginkan oleh Gubernur Militer II Kolonel [[Gatot Subroto]], setelah dikeluarkannya Perintah Harian No. 18/Ks/PH/8/I, tanggal 18 Agustus 1949, yang isinya memerintahkan kepada komandan Brigade V/Div. II, untuk menyerahkan penyelesaian dan penyelenggaraan akibat situasi yang dicapai dengan penghentian tembak-menembak, kepada komandan SWK 106 Arjuna. Dengan kewenangannya, Mayor Akhmadi menindak-lanjuti perundingan gencatan senjata dengan kesepakatan: pihak Indonesia menempati daerah yang telah didudukinya dan pihak Belanda di tempat semula. Pada tanggal 24 Agustus 1949 urusan keamanan kota diserahkan kepada Mayor Ahmadi selaku Komandan Komando Militer Kota (KMK) Solo.
 
=== Di Jakarta ===
 
Segera setelah meninjau lokasi pertempuran Solo, Jendral [[Dirk Cornelis Buurman van Vreeden|Vreeden]] segera terbang kembali ke Jakarta dan menemui Komisaris Tinggi [[Antonius Hermanus Johannes Lovink|Lovink]]. Dengan nada emosional, ia menuduh TNI telah mengacaukan gencatan senjata dan menyarankan diadakan [[aksi polisionil]] ketiga. Tetapi hal ini ditolak oleh [[Antonius Hermanus Johannes Lovink|Lovink]] karena ia ragu atas kemampuan tentara Belanda apalagi setelah mendapat laporan mengenai kegagalan pasukan Belanda menghalau serangan TNI di Solo.<ref>Pour, Julius. Ign. Slamet Rijadi Dari Mengusir Kempeitai Sampai Menumpas RMS, h. 191. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.ISBN 9789792238501978-979-22-3850-1 9792238506.</ref>
 
== Pengaruh Serangan Umum Solo ==