T.B. Simatupang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ciput (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ciput (bicara | kontrib)
Baris 43:
Pada bulan Mei [[1940]], [[Belanda|Negeri Belanda]] diinvasi oleh pasukan [[Nazi Jerman]], Angkatan Darat Kerajaan Belanda (KL, ''Koninlijke Leger'') dibubarkan dan senjatanya dilucuti, demikian pula akademi militer kerajaan (KMA: ''Koninlijke Militaire Academie'') di Breda dan diungsikan ke [[Kota Bandung|Bandung]], [[Hindia Belanda]]. Bonar yang baru usai menyelesaikan pendidikan menengahnya di AMS Batavia, memutuskan mengikuti ujian masuk KMA untuk membuktikan ucapan gurunya tentang mitos orang Indonesia tidak akan pernah merdeka dan tidak bisa membangun angkatan perang tidak benar.
 
Bonar lulus KMA pada tahun [[1942]] dengan mendapatkan gelar taruna mahkota dengan mahkota perak karena dinilai berprestasi khususnya di bidang teori. Rekan seangkatannya di KMA antara lain [[Abdul Haris Nasution|A.H. Nasution]] dan [[Alex Kawilarang|Adanlexlex Kawilarang]]. Pada masa itu ,menurut Nasution, Bonar sudah membaca dan mendalami buku "Tentang Perang" karya [[Carl von Clausewitz]]. Dalam pertemuan alumni, biasanya Simatupang yangSBonaryang paling banyak bicara dan memberikan analisa-analisa. Bahkan menurut Kawilarang, seandainya Simatupang orangSBonarorang Belanda, dia pasti akan mendapatkan mahkota emas. Tak lama kemudian, balatentara [[Kekaisaran Jepang]] menginvasi Hindia Belanda hingga menyerah tanpa syarat pada [[8 Maret]] [[1942]].
 
Bonar menikah dengan Sumarti Budiardjo yang merupakan adik dari teman seperjuangannya [[Ali Budiardjo]]. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak, yaitu: Tigor, Toga, Siadji, dan Ida Apulia. Salah seorang di antaranya meninggal. Ia dikarunia empat cucu, yaitu: Satria Mula Habonaran, Larasati Dameria, dan Kezia Sekarsari, serta Hizkia Tuah Badia.
Baris 49:
Karier militer Bonar diawali saat diterima menjadi kadet di KMA, Bandung pada tahun 1940. Setelah menempuh pendidikan selama 2 tahun, Bonar pun lulus sebagai perwira muda. Namun belum sempat ditugaskan di [[Koninklijk Nederlands-Indische Leger|KNIL]] (''Koninlijke Nederlands Indische Leger''), pasukan Jepang keburu merebut kekuasaan di Hindia Belanda dan KNIL pun dibubarkan dan senjatanya dilucuti. Bonar dan beberapa temannya sesama perwira pribumi direkrut Jepang dan ditempatkan di Resimen Pertama di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] dengan pangkat Calon Perwira.
 
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia]] pada [[17 Agustus]] [[1945]], Bonar bergabung dengan [[Tentara Keamanan Rakyat|TKR]] (Tentara Keamanan Rakyat), dan kemudian turut bergerilya bersama Panglima Besar [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] [[Soedirman|Jenderal Soedirman]] melawan pasukan [[Belanda]] yang berniat menguasai kembali bekas koloninya tersebut. Selama [[Perang Kemerdekaan Indonesia|perang kemerdekaan Indonesia]] tersebut, Iaia pun diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang (WAKASAP) RI pada tahun [[1948]] hingga [[1949]]. Dalam kedudukannya tersebut, Bonar ikut mewakili TNI dalam delegasi Republik Indonesia menghadiri [[Konferensi Meja Bundar]] (KMB) di [[Den Haag]], Negeri Belanda. Misi utama mereka adalah mendesak Belanda menghapus KNIL dan menjadikan TNI sebagai inti kekuatan tentara Indonesia. Ketika Jenderal Soedirman wafat pada tahun [[1950]], Bonar dalam usia yang sangat muda (29 tahun) diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang RI (KSAP) dengan pangkat [[Mayor Jenderal]] hingga tahun [[1953]].
 
=== Peristiwa 17 Oktober 1952 ===